Tindakan terhadap Cagar Budaya dalam Bencana Gempa Bumi
/
Bencana alam seperti gempa Bumi sering menimbulkan kerusakan pada situs atau benda cagar budaya di berbagai tempat di dunia, terlebih bagi Indonesia yang terletak di kawasan Cincin Api. Untuk itu diperlukan kesiagaan bencana, termasuk penguasaan atas apa yang seharusnya dilakukan berkaitan dengan cagar budaya.
Segera setelah gempa, seringkali puing-puing bangunan disingkirkan. Hal tersebut ditujukan untuk menghindari trauma bagi korban juga untuk “merapikan” lokasi. Akan tetapi, untuk cagar budaya, atau setidaknya bangunan kuna, pembersihan yang gegabah akan merugikan karena akan menyulitkan rekonstruksi.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas situs-situs purbakala seyogyanya memiliki prosedur operasional standar (sering disebut SOP) untuk melakukan tindakan sebagai tanggapan terhadap bencana. Jika tidak, beberapa hal berikut dapat dipertimbangkan untuk meminimalisir resiko bencana.
Tindakan saat bencana (situasi darurat)
- Tutup situs dari kunjungan
- Matikan aliran air, listrik, gas
- Evakuasi korban manusia
- Evakuasi benda-benda berharga sedapatnya disertai dengan perekaman cepat (foto, catatan), simpan di tempat aman.
- Singkirkan benda berbahaya (batu atau komponen bangunan akan jatuh), sertakan perekaman cepat (foto, catatan)
Tindakan pascabencana
- Pembongkaran bangunan harus dengan perekaman (foto, catatan, pemberian tanda), terutama untuk mengenali bagian-bagian yang berhubungan sehingga nanti mudah disatukan kembali.
- Simpan hasil bongkaran di tempat aman dengan sistematika tertentu sehingga mudah dicari untuk tindakan selanjutnya.
- Rekonstruksi, restorasi
Tindakan-tindakan tersebut merupakan dua bagian dari tiga tahap pengelolaan resiko bencana, yang dimulai dari prabencana, saat bencana (tanggap darurat), dan pascabencana.[z]