Hari Ibu (Bangsa)
\
1.
Kenapa Hari Ibu dirayakan? Ibu yang seperti apa? Yang telah bekerja dalam ranah domestik, ibu yang kita kenal di rumah, ibu sebagai ‘profesi’, ibu yang melahirkan kita?
Mungkin bukan, jika melihat sejarah Hari Ibu. Kabarnya, tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu karena pada tanggal tersebut pada tahun 1928 sekitar 30 organisasi perempuan1 melaksanakan kongres pertama di Yogyakarta, di Dalem Joyodipuran, lokasi yang sekarang dikenal sebagai kompleks Balai Pelestarian Nilai Budaya. 2 .
Keputusan kongres tersebut3 adalah
- mengirimkan mosi kepada pemerintah kolonial untuk menambah sekolah bagi anak perempuan;
- pemerintah wajib memberikan surat keterangan pada waktu nikah (undang-undang perkawinan); dan segeranya
- memberikan beasiswa bagi siswa perempuan yang memiliki kemampuan belajar tetapi tidak memiliki biaya pendidikan, lembaga itu disebut studie fonds;
- mendirikan suatu lembaga dan mendirikan kursus pemberantasan buta huruf, kursus kesehatan serta mengaktifkan usaha pemberantasan perkawinan kanak-kanak;
Kongres tahun 1935 (di Jakarta) memutuskan:
- mendirikan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan yang berfungsi meneliti pekerjaan yang dilakukan perempuan Indonesia;
- meningkatkan pemberantasan buta huruf;
- mengadakan hubungan dengan perkumpulan pemuda, khususnya organisasi putri;
- mendasari perasaan kebangsaan, pekerjaan sosial dan kenetralan pada agama;
- Perempuan Indonesia berkewajiban berusaha supaya generasi baru sadar akan kewajiban kebangsaan: ia berkewajiban menjadi “Ibu Bangsa”.
Kongres tahun 1938 (di Bandung) memutuskan, antara lain: tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu dengan arti seperti yang dimaksud dalam keputusan kongres tahun 1935.
Kongres tahun 1935 sendiri mengkaitkan tugas ibu dengan pewarisan semangat kebangsaan.
Sebagian orang bilang ini bukan Mother’s Day melainkan Women’s Day, jika dihubungkan dengan kebiasaan bangsa-bangsa lain. (Ah, tapi tidak jelas juga. Ada berbagai versi hari ibu dan hari perempuan di dunia.) Hanya, mungkin untuk urusan emansipasi kita sudah punya Hari Kartini sehingga terdapat kecenderungan membaca “Hari Ibu” secara berbeda. Sementara itu, kongres tahun 1935 sendiri mengkaitkan tugas ibu dengan pewarisan semangat kebangsaan.4
2.
Dilihat dari status-status yang hari ini diunggah, Hari Ibu versi facebooker lebih berkaitan dengan “ibu” yang telah melahirkan dan membesarkan, memberi kasih sayang.
- “… Still this seems so very small / For all / She did for me”
- “… my mom my superhero …”
- “… telah menjadikanku sesuatu sepeti yang kumau dan bukan seperti yang kau mau …”
- ” … setiap hari.ibuku selalu istimewa.perayaan kasih sayangnya selalu setiap hari …”
Mungkin kita memang membutuhkan satu Hari Ibu, yang karena dia adalah ibu seperti dimaksud oleh lagu “Kasih Ibu kepada Beta”5 atau “Ibu” karya Iwan Fals.6
3.
Apapun, yang manapun, Selamat Hari Ibu![z]
Lihat juga
Catatan Kaki
- atau wanita? [↩]
- Mandala Bhakti Wanitatama di Jalan Solo merupakan peringatan untuk peristiwa tersebut dengan menjadi Museum Monumen Pergerakan Wanita Indonesia [↩]
- menurut wartafeminis.wordpress.com [↩]
- Telinga kita lebih akrab dengan istilah “Bapak Bangsa”, yaitu sebutan yang biasa diberikan kepada beberapa tokoh pendiri Republik, daripada istilah “Ibu Bangsa” [↩]
- Kasih ibu kepada beta/tak terhingga sepanjang masa/hanya memberi tak harap kembali/bagai sang surya menyinari dunia [↩]
- Ribuan kilo jalan yang kau tempuh/Lewati rintang untuk aku anakmu/Ibuku sayang masih terus berjalan/Walau tapak kaki, penuh darah penuh nanah//Seperti udara/Kasih yang engkau berikan/Tak mampu ku membalas/Ibu/Ibu//Ingin kudekat/Dan menangis di pangkuanmu/Sampai aku tertidur/Bagai masa kecil dulu//Lalu doa-doa/baluri sekujur tubuhku/Dengan apa membalas/Ibu/Ibu// [↩]