Memuseumkan Tato
[]
Tato telah dikenal sejak lama, pada sukubangsa-sukubangsa tradisional atau etnik. Di masa kiwari, tato sering berkonotasi dengan hal-hal kurang baik misalnya dengan kejahatan meskipun perlahan-lahan hal tersebut terlihat mulai berubah. Pada perkembangannya, sekarang tato telah menjadi seni. Di tempat-tempat wisata banyak yang menawarkan tato permanen maupun sementara. Artis, perempuan-perempuan cantik, juga memamerkan tato di bagian-bagian tubuhnya.
Museum Tato Amsterdam
Dalam padangan ‘kolot’ saya, ketika mendengar kata “museum tato” terbayang suatu tempat yang agak gelap, penuh orang bertato hilir mudik, dan dan sebagainya. Kesan ini hilang ketika mengunjungi Amsterdam Tatto Museum. Tidak ada kesan menyeramkan di sana meskipun menempati gedung yang tampak mukanya cukup tua, khas kota Belanda ini.
Museum Tato Amsterdam ini terletak berseberangan dengan kebun binatang terkenal, yaitu Artis. Museum ini juga tidak jauh dari Museum Tropen, Museum Verzet, dan Museum Sejarah Yahudi (Joods Historisch Museum), serta sejalur dengan Museum Rumah Rembrandt (Museum het Rembrandthuis), di dalam lingkaran kedua kanal Amsterdam.
Koleksi museum
Apa yang dibayangkan dengan koleksi museum ini? Kulit orang bertato? Ternyata tidak. Tato barangkali dapat dianggap sebagai budaya intangible, yang akan hilang begitu orang tempat gambar tersebut menempel juga hilang. Oleh karena itu, Museum Tatto Amsterdam mengoleksi segala sesuatu yang berhubungan dengan tato, mulai dari tato pada suku-suku bangsa tradisional hingga tato modern. Koleksi tersebut antara lain meliputi gambar, peralatan tato di berbagai tempat dan etnis, juga benda-benda yang berkaitan dengan etnis dan komunitas tato modern. Oleh karena itu, sebenarnya lebih tepat jika disebut sebagai museum budaya tato. Akan tetapi hal ini dapat dimaklumi karena memang sulit menyimpan tato. Apakah akan menguliti orang dan menyimpan kulit tersebut? Tato biasanya akan dibawa orang hingga ke kubur.
Museum ini berambisi besar menjadi pusat pengetahuan tentang tato.
Sementara itu, di website museum dinyatakan bahwa mereka tengah mendigitalisasi sekitar 40.000 koleksi, yang sebagian sudah dapat diakses pengunjung. Museum ini berambisi besar untuk menjadi pusat pengetahuan tentang tato. Setiap orang yang ingin tahu tentang tato dapat berkunjung ke museum dan melakukan riset di perpustakaan. Selain itu, website yang dimiliki juga cukup banyak memiliki wadah untuk berbagai informasi tentang tato selain tentang kegiatan yang dilaksanakan oleh museum.
Display dan Museum
Alih-alih menampilkan dengan seram, suasana Museum Tato Amsterdam sebagaimana museum-museum umumnya di Belanda, cukup terang. Hal ini sebenarnya tidak baik untuk koleksi yang umumnya berupa gambar dan foto yang rentan terhadap cahaya. Koleksi di lantai pertama berkaitan dengan tato pada beberapa suku bangsa di dunia, sementara di lantai dua berkaitan dengan kebudayaan tato modern (Amsterdam?) dengan fokus pada alat-alat tato, serta hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan para penggemar tato.
Karena gedung museum masih baru — re-opening dilakukan untuk menyambut Museum Night, 5 November 2011, banyak fasilitas yang belum terselenggara (misalnya perpustakaan), tetapi museum ini sudah memiliki kafe yang cukup besar di lantai atas museum, serta toko cinderamata di lantai bawah. Display pun masih ditata secara darurat, dengan kertas bertulis tangan di beberapa tempat sebagai label.
Pentingnya provenance
Pameran di museum ini, terutama di lantai dua dan juga beberapa benda di cafe di lantai tiga, berkaitan dengan benda-benda keseharian yang dipergunakan para pendukung ‘budaya’ tato. Beberapa benda terlihat tidak diperlakukan secara ‘khusus’ layaknya benda koleksi museum, misalnya dengan perlindungan tertentu atau fokus benda tertentu pada sebuah display. Oleh karena itu, pengunjung akan bertanya-tanya, mana yang merupakan koleksi dan benda apa yang menjadi bagian dari dekorasi dan pameran. Memang agak sulit jika berhadapan dengan benda-benda keseharian. Hal ini berbeda dari museum etnografi atau museum seni yang biasanya benda koleksi memiliki jarak dari pengunjung. Pengunjung museum ini mungkin akan menemui benda-benda yang tidak terlihat istimewa. Sebagian besar dari mereka mungkin masih dapat mengenali benda-benda yang dipajang. Apa benda tersebut, bagaimana menggunakannya, apa artinya, dan sebagainya. Satu hal yang barangkali pengunjung penasaran adalah mengapa barang tersebut ada di museum.
Dalam hal ini, provenance menjadi penting, sesuatu yang sering dilupakan oleh pengelola museum. Provenance kira-kira berarti apa yang telah terjadi dengan benda tersebut hingga kemudian diterima museum sebagai bagian dari koleksi. Suatu benda masuk ke museum antara lain adalah karena dimiliki oleh seorang tokoh penting, atau berkaitan dengan peristiwa penting. Oleh karena itu, perekaman atas peristiwa tersebut menjadi penting, juga pengkomunikasiannya kepada pengunjung. Apa pentingnya suatu lukisan tentang orang bertato atau bahkan alat tato itu sendiri, tidak hanya berkaitan dengan materi yang dikandung, tetapi juga cerita di baliknya. Semoga pengelola dapat segera melengkapi pameran dengan berbagai informasi yang dibutuhkan.