Museum Kailasa, Rumah Dewa di Dieng
[toc]
Rumah Dewa
Sejarah museum yang bermula sebagai tempat meletakkan benda-benda berharga untuk dewata pada masa Yunani Klasik terulang lagi di Dieng, kawasan dingin di Banjarnegara, Jawa Tengah.
Nama ‘Dieng’ kadang diartikan sebagai Ardi Hyang, yaitu gunung para dewa. Dalam budaya Jawa-Hindu, dewa-dewa dibayangkan tinggal di gunung. Nama “Kailasa” yang diambil sebagai nama museum ini merujuk kepada tempat tinggal Dewa Siwa, yaitu di Gunung Kailasa. Untuk konteks Dieng hal ini tidak berlebihan karena banyak peninggalan di dataran tinggi ini yang merujuk kepada dewa ini.1
Kompleks dan Bangunan
Museum yang terletak di salah satu tebing yang mengelilingi dataran tinggi terkenal ini bermula dari gedung tempat menyimpan arca yang dikelola oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah. Bekerjasama dengan Pemkab Banjarnegara, akhirnya sebuah museum yang cukup representatif dapat diresmikan pada tahun 2008.
Sebuah gedung berbentuk setengah lingkaran terletak di belakang gedung lama yang hingga kini masih dipertahankan sebagai ruang transisi dan penyimpanan arca. Beberapa fasilitas ditambahkan, seperti restoran dan gazebo yang memungkinkan pengunjung menikmati pemandangan ke arah dataran tinggi (plato) Dieng di bawahnya, terutama ke kompleks percandian Arjuna. Bagian atas bangunan juga dibuat beton datar yang dapat digunakan untuk pentas kesenian.
Koleksi dan Pameran
Tidak sekedar ‘merumahkan’ tinggalan-tinggalan arkeologis seperti bagian-bagian candi dan prasasti, museum ini juga bercerita tentang lingkungan (geologi, pembentukan dataran tinggi Dieng, flora dan fauna) dan kehidupan masyarakat Dieng, seperti keseharian mereka, kepercayaan/religi, serta kesenian. Selain itu, tentu saja cerita tentang percandian Dieng yang menempati posisi istimewa dalam sejarah arsitektur klasik Indonesia.
Fakta Museum Dieng “Kailasa”
Kategori: museum arkeologi dan etnografi.
Terletak di Kawasan Wisata Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Diresmikan tahun 2008 oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Dikelola oleh Pemkab Banjarnegara dan BP3 Jawa Tengah.
Oleh karena itu, pameran tetap di museum ini cukup banyak memberi informasi kepada pengunjung, bukan sekedar memberi tahu nama benda yang dipamerkan. Terdapat banyak keterangan yang disajikan pada panel dinding maupun label koleksi, termasuk bagaimana hubungannya dengan kawasan Dieng, terutama di masa lalu.
Mungkin karena niat bercerita cukup banyak, maka terdapat beberapa bagian pameran yang tidak ‘memiliki’ benda koleksi yang kontekstual. Misalnya adalah bagian tentang religi masyarakat, juga perkembangan arsitektur percandian Dieng yang berada di dinding sisi kiri dan kanan dari ruang museum. Namun karena pameran tersebut berada di ruang sempit tempat lalu-lalang pengunjung, maka hal ini dapat dimaklumi. Jika tempat-tempat tersebut diberi benda-benda koleksi maka akan mengganggu jalan pengunjung.
Koleksi yang tidak dipamerkan di ruang pameran tetap diletakkan di bangunan lama, yang menjadi ruang penerimaan dan transisi. Hal ini cukup unik, mengingat sekarang terdapat tren untuk memberikan akses pengunjung kepada koleksi yang tidak sedang dipamerkan.
Visitor Center
… museum Dieng dapat menjadi semacam visitor center, yang memberikan gambaran kepada pengunjung apa yang ada dan yang menarik di kawasan ini.
Sebagai pelengkap, di tengah museum terdapat teater, yang dapat memutar film tentang kawasan Dieng, tidak saja tentang candi-candi yang terkenal itu, melainkan juga tentang kebudayaannya. Oleh karena itu, Museum Dieng dapat menjadi semacam visitor center, yang memberikan gambaran kepada pengunjung apa yang ada dan yang menarik di kawasan ini.[z]
Kunjungan ke Museum “Kailasa”
Museum ini mudah dijangkau pengunjung. Dengan kendaraan umum dari kota Wonosobo, wisatawan dapat turun di pos ojek dekat Gangsiran Aswatama, dan kemudian berjalan kaki ke arah museum. Jika menggunakan kendaraan pribadi, tempat parkir yang luas terdapat di seberang museum, berhampiran dengan Candi Gatotkaca. Dari kompleks Candi Arjuna juga dapat dijangkau dengan berjalan kaki menelusuri jalan setapak.
Dari museum pengunjung dapat meneruskan perjalanan ke Kawah Sikidang, Telaga Warna, atau Candi Bima, yang terletak satu jalur.
Museum dibuka setiap hari, pukul 08.00-16.00 dengan harga tiket Rp. 5000,00 per orang (harap cek kondisi terakhir kepada pengelola). Selain dipamerkan koleksi benda-benda berhubungan dengan kawasan Dieng, di museum juga terdapat teater yang memutar film dokumenter tentang kawasan ini. Kompleks ini dapat menjadi rest area, dengan mushola, toilet, restoran, dan panggung terbuka.
Data tahun 2011 [z]
- Meskipun secara istimewa salah satu candi memuja ketiga Trimurti sekaligus, Brahma, Siwa, dan Wisnu. [↩]