Bukan Dewa Salju
[]
Danarto pernah menulis cerpen di majalah Zaman, sekitar awal tahun 1980-an, tentang Arjuna. Diceritakan, sang ksatria ini jago memanah seperti yang telah kita ketahui. Ia adalah Dewa Panah. Setiap apa yang diambilnya menjadi panah. Ranting diambil, jadilah panah. Daun diambil, jadi panah. Sebuah alegori yang indah. Benda yang dipegang tetap ranting tetapi fungsinya menjadi panah di tangan Sang Dewa Panah.
Musashi dari Jepang itu kira-kira juga begitu, ya… Setiap yang dipegang jadilah pedang, karena ronin–seorang samurai yang kehilangan tuan– ini adalah Dewa Pedang. (Saya tidak begitu ingat tentang hal ini. Novel Musashi karya Eiji Yoshikawa ini saya baca awal tahun 1990-an. Yang teringat, dalam setiap perkelahian dia hanya memerlukan satu tebasan untuk mengakhiri perlawanan).
Setiap yang disentuh oleh Midas menjadi emas. Batu, istana, tidak masalah bahkan membuatnya semakin kaya.
Dalam cerita Yunani Kuna, terdapat tokoh Raja Midas. Atas kebaikan Baccus yang berutang budi padanya, setiap yang disentuh oleh Midas menjadi emas. Batu, istana, tidak masalah bahkan membuatnya semakin kaya, tetapi makanan, bahkan anaknya juga menjadi emas setelah ia sentuh. Akhirnya ia menyerah, meluruhkan kembali kekuatannya.
*
Pagi ini, aku keluar dari pintu apartemenku yang terletak sedikit di luar kota Amsterdam. Setiap yang kusentuh terasa dingin. Handel pintu dingin. Stang sepeda dingin, sementara besi-besi rangkanya sangat dingin. Pipiku sendiri juga dingin.
Iya lah, suhu udara semalam mencapai tiga belas derajat di bawah nol. Salju telah sepekan menyelimuti Negeri Belanda. [z]