Mengunjungi Museum, Meneladani Sang Sultan
[]
1. Seabad Sri Sultan HB IX dan yang Terlewat
Satu situs penting terlewatkan dalam peringatan satu abad kelahiran Sri Sultan Hamengku Buwono IX beberapa minggu yang lalu (diselenggarakan seputar 12 April 2012).1 Situs tersebut adalah Museum Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Museum HB IX) yang terletak di dalam kompleks Kraton Yogyakarta.
Di salah satu sudut kraton, sebuah museum kecil didirikan pada awal tahun 1990-an untuk mengenang tokoh yang dicintai masyarakat Yogyakarta ini. Upaya tersebut diwujudkan melalui pameran berbagai benda dan dokumen milik sultan yang mangkat pada tahun 1988 ini.
2. Tokoh yang Dikenang
Sultan yang satu ini dikenang sebagai orang besar. Bukan hanya karena ia adalah seorang sultan, raja penguasa tertinggi Kasultanan Yogyakarta, tetapi juga keterlibatannya dalam pemerintahan Republik Indonesia. 2 Sultan juga diingat karena pemikiran-pemikirannya yang dianggap maju dan terbuka. Ia seorang Jawa, berpendidikan Barat, dan harus memadukan keduanya tanpa kehilangan jatidiri.
Ia merelakan kratonnya sebagai tempat penyelenggaraan institusi modern, Universiteit Negeri Gadjah Mada. Sitinggil, Pagelaran, dan beberapa dalem pangeran menjadi tempat perkantoran dan perkuliahan. Kemudian sultan juga menyediakan tanah luas di utara kota, Bulaksumur, sebagai kampus hingga sekarang.3
Beberapa hal dalam kehidupannya menyimpan misteri, meskipun juga dikenang sebagai pribadi yang rendah hati. Tak heran jika ketika ia mangkat, rakyat Yogyakarta rela berdiri berdesakan di tepi jalan yang akan dilalui jenazahnya. Hingga kini pun makamnya di kompleks makam raja-raja di Imogiri, Bantul, diziarahi oleh berbagai kalangan.4
3. Museum HB IX dan Nilai-Nilai Keteladanan
Sebagai sarana untuk mengenang seorang tokoh, Museum HB IX tidak hanya merupakan tempat menyimpan benda mati. Artefak saksi keberadaan tokoh tersebut berusaha dihidupkan dalam pameran. Benda-benda tersebut dipilih, dan dipamerkan secara berkelompok dan dengan urutan tertentu, ditambah keterangan-keterangan pada label sehingga membentuk suatu cerita yang mengagungkan sang tokoh. Hal ini masih ditambah dengan bangunan museum berarsitektur Jawa dengan berbagai ukiran keemasan khas kraton, menekankan kebesaran Sultan HB IX.
Di museum ini pengunjung dapat melihat keterlibatan Sri Sultan dalam perjuangan kemerdekaan, dalam kegiatan di kraton sebagai seorang sultan Yogyakarta, pejabat negara RI, berbagai kegiatan lain seperti Pramuka–Sultan HB IX adalah Bapak Pramuka Indonesia–, juga keseharian sebagai seorang pribadi. Terdapat meja kerja, berbagai penghargaan, pakaian, dan berbagai benda lain seperti pakaian seragam militer.
Salah satu tujuan penyelenggaraan museum terutama museum memorabilia adalah untuk pendidikan, untuk menyampaikan nilai-nilai baik dari sang tokoh yang dikenang dalam museum. Dari apa yang disajikan, pengunjung dapat belajar tentang sosok Sultan Hamengku Buwono IX. Seorang sultan kadang hidup dalam dongeng bagi kita masyarakat kebanyakan. Di museum ini kita melihat bahwa sultan juga manusia biasa, yang juga senang memasak dan memiliki hobi fotografi.
“Al heb ik een uitgesproken westerse opvoeding gehad, toch ben en blijf ik in de allereeste plaats javaan.”
Pengunjung juga diajak mengenang bahwa sultan ini meskipun dididik di Barat, tetapi adalah seorang Jawa. Selembar prasasti marmer di ruang utama museum memuat kalimat terkenal dalam pidato penobatan sultan pada tanggal 18 Maret 1940. “Al heb ik een uitgesproken westerse opvoeding gehad, toch ben en blijf ik in de allereeste plaats javaan”, “Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa”.
Di salah satu ruang museum terpampang satu lukisan sultan mengenakan baju batik dan kutipan judul biografi sultan yang diterbitkan beberapa tahun sebelum beliau mangkat, “Tahta untuk Rakyat”. Dua hal ini, pernyataan sebagai orang Jawa dan orientasi kepada rakyat menggambarkan bahwa sebagai sultan, raja masyarakat Yogyakarta, beliau berdiri pada akar budayanya dan berorientasi kepada kesejahteraan rakyat.
4. Mengembangkan Museum bagi Generasi Penerus Bangsa
Museum tidak hanya bertugas menyimpan benda kenangan. Lembaga ini harus berorientasi ke masa kini dan masa depan sehingga diperlukan pengelolaan yang baik. Dengan situasi permuseuman di Indonesia di Indonesia, hal tersebut tidak selalu mudah.
Tidak sekedar menjadi tempat berpamer, museum dapat menjadi sumber informasi bagi pengunjung. Berbagai pertanyaan pengunjung, rasa penasaran, bahkan keinginan untuk mempelajari lebih lanjut semestinya dapat diwadahi. Berbagai isu yang berkembang di masyarakat dapat menjadi modal bagi museum untuk mengembangkan koleksi dan pameran. Misalnya, cerita tentang sifat kerendah-hatian sultan sebagaimana berkembang luas di masyarakat.
Sayang sekali museum tidak banyak menyajikan benda atau cerita populer berkait dengan sultan yang agung ini. Kita mendengar cerita tentang sultan yang mengangkut seorang mbok bakul dari Pakem dengan mobilnya, sultan yang bersedia ditilang oleh seorang brigadir polisi di Pekalongan,5 tetapi kita tidak menemukan cerita itu di Museum HB IX. Dua cerita tersebut akan sangat melengkapi pemahaman pengunjung tentang sultan yang merakyat ini jika pihak museum dapat mengumpulkan beberapa benda yang terkait.
Selain itu,Museum HB IX hanya menyediakan sedikit keterangan pada label-label pameran sehingga diperlukan kehadiran pemandu wisata untuk menjelaskan dan memberikan konteks atas benda-benda koleksi. Benda-benda pameran juga tidak terlihat berkembang karena rasanya semua benda telah dipamerkan sejak pertama museum didirikan.
Benda yang tidak berkait secara langsung dengan kehidupan sultan juga sangat sedikit. Dari yang sedikit tersebut tersebut misalnya adalah satu lukisan “tahta untuk rakyat” tersebut di atas. Benda semacam ini juga diperlukan sebagai salah satu upaya ‘interpretasi’ atas kehidupan dan keteladanan Sri Sultan.
Untuk dapat menyampaian pesan-pesan kepada pengunjung, museum dapat melakukan pameran dengan lebih interaktif. Selama ini pengunjung hanya melihat benda, membaca label, dan kalau beruntung ditemani pemandu wisata akan mendengarkan cerita yang lebih lengkap.
Dalam kegiatan edukasi, museum dapat memberikan kesempatan kepada pengunjung yang ingin mengetahui lebih banyak akan benda koleksi yang dipamerkan dengan berbagai cara (menekan tombol yang akan memunculkan keterangan tambahan, membaca bahan tercetak yang diletakkan di samping koleksi, hingga memanfaatkan teknologi informatika yang lebih mutakhir).
Tidak hanya pasif melihat pameran, pengunjung dapat aktif menggali informasi dari ruang studi yang tersedia, bahkan menambahkan keterangan yang ia ketahui, atau berkreasi mengembangkan pemahaman sendiri.6 Berbagai cara dapat dilakukan agar pengunjung lebih terlibat dengan pameran. Dengan cara ini diharapkan nilai-nilai yang dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono IX dapat disampaikan dan dikembangkan secara kontekstual sesuai dengan apa yang sekarang dibutuhkan.
5. Untuk Kita, Demi Masa Depan
Dengan upaya ini, generasi penerus bangsa dapat merenung, merefleksi, dan memaknai pribadi dan perjuangan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai sumber semangat dan inspirasi. Masa depan bangsa tergantung kepada bagaimana generasi penerus ini berpikir dan bertindak. [z]
- Silakan tengok daftar acara, misalnya yang dicatat oleh warga di sini. [↩]
- Riwayat hidup Sri Sultan HB IX secara singkat dapat dibaca di sini sementara daftar buku tentang Sri Sultan dapat dibaca di sini. [↩]
- Kenangan atas kebesaran hati Sri Sultan dapat dibaca antara lain di sini. Tentang sejarah pendirian UGM di sini sementara tentang peran Sri Sultan dalam pendirian tersebut juga dapat dibaca di sini [↩]
- Laporan tentang pemakaman Sultan dapat dilihat di sini, sementara tentang kompleks makam Imogiri dapat dilihat di sini. [↩]
- Silakan baca cerita tentang Sri Sultan dan Pak Royadin di sini. [↩]
- Dalam hal ini, museum dapat mengambil sudut pandang konstruktivis dalam pendidikan bahwa pengetahuan disusun sendiri oleh pembelajar berdasar pengalamannya. Pendekatan ini dipandang lebih baik daripada behavioristik. [↩]