Lampu Bangjo dan City Branding
|
Apa yang terlintas ketika mendengar kata ‘Berlin’? Tembok Berlin? Gerbang Brandenburger?
Kota ini memiliki hal lain yang cukup unik yaitu lampu lalu lintas, khususnya di wilayah Berlin Timur. Tidak seperti umumnya di bagian lain di Jerman, atau bahkan di dunia, di kawasan tersebut kita dapat menemui lampu lalu lintas bergambar seorang laki-laki mengenakan topi. Jika memberi tanda kepada penyeberang untuk menunggu, ia akan merentangkan tangan, dan berwarna merah, sementara untuk mempersilakan pejalan melintas ia akan berwarna hijau dan menggambarkan seorang sedang berjalan.
Gambar orang yang lumayan lucu ini memiliki sejarah. Di tahun 1960-an dibutuhkan tanda lalu lintas yang akan digunakan untuk mendidik penyeberang jalan seiring dengan ramainya lalu lintas pada waktu itu. Dicari tanda yang familiar untuk anak-anak akan tetapi juga gampang dibaca oleh orang dewasa. Akhirnya diciptakanlah gambar yang kemudian menjadi legendaris itu.
Bukan kebetulan gambar ini digunakan sebagai city branding. Pada pasca-runtuhnya Tembok Berlin, dilakukan upaya penyeragaman lampu lalu lintas yang berarti mengganti si manusia bertopi tersebut. Akan tetapi warga Berlin Timur terlanjur cinta dan melakukan kampanye untuk mempertahankan gambar lucu ini. Mereka melakukannya antara lain dengan membuatnnya sebagai cinderamata. Hingga sekarang lampu dengan gambar Ampelmann masih bertahan dan dapat ditemui selain di jalan protokol yang harus mengikuti aturan tertentu.
Sekarang kita tidak hanya menemukan gambar ini sebagai tanda lalu lintas. Desain berbentuk orang menyeberang yang disebut dengan Ampelmann, atau Ampelmannchen ( ‘Orang Kecil Lampu Bangjo’ ) ini juga direproduksi dalam berbagai produk turistik yang dijual di berbagai toko cinderamata dan beragam wujud pernik kota. Kita dapat menemukan berbagai benda dengan tema orang bangjo ini mulai dari alat tulis hingga peralatan rumah tangga, dari kaos oblong hingga cetakan kue.
*
Mmmm. Jika gambar orang mengenakan blangkon menghiasi lampu tanda penyeberang jalan di Yogyakarta. Dapatkah blangkonmann mendidik warga untuk menyeberang di tempat yang disediakan, dan mengamankan mereka dari lalu lintas yang kian semrawut, sekaligus menjadi sarana promosi kota? [z]