Kota Magelang, ’80-an
Seperempat abad yang lalu saya lulus dari sebuah SMA di Magelang yang sekarang di dekatnya terdapat tempat rekreasi Taman Kyai Langgeng. Berarti sudah seperempat abad pula kutinggalkan kota tersebut meskipun sering melintasinya. Sekitar tiga kali berkunjung untuk berurusan administrasi: membuat kartu kuning di Dinas Tenaga Kerja, juga membuat dan perpanjang SIM di kompleks Polres Jagoan. Beberapa kali ke Taman Kyai Langgeng, menjenguk tetangga ke rumah sakit … Ke sekolah? Barangkali hanya ketika reuni beberapa belas (dua puluh?) tahun yang lalu.
***
Di pertengahan tahun ’80-an itu suasana sekitar sekolah yang berada di pinggir kota masih nyaman. Taman Kyai Langgeng belum ada, baru cikal bakalnya yang disebut dengan TB atau Taman Bunga. Biasanya digunakan oleh warga untuk jogging. Pada akhir masa sekolah pun baru beberapa fasilitas taman yang dibangun, seperti jembatan dan patung dinosaurus, juga sarana taman standar lain seperti kolam renang, jungkat-jungkit, dan ‘ombak banyu’ kecil, kursi melingkar yang muter pada porosnya itu.
Tidak jauh dari tempat tersebut, kawasan jalan tembus ke selatan dari Jalan Diponegoro sedang dikembangkan. Kompleks SPG–yang sekarang menjadi SMA Negeri 4 sedang dibuat untuk menggantikan kompleks yang ada di daerah Jalan Nanggulan. Eh, waktu itu ada SGO juga, di dekat Jagoan sana, juga ada PGA di sebelah selatan lagi. Banyak banget pendidikan gurunya!
***
Proyek-proyek lain di kota yang terlihat adalah pembuatan Jalan Ikhlas di sisi barat Kali Manggis di bawah Gunung Tidar. Jalan lingkar ke terminal sekarang (Jl. Soekarno-Hatta) sedang dikerjakan. Waktu itu masjid YAMP di dekat Jalan Soka itu masih terasa berada di tengah sawah.
Kira-kira sekitar tahun ’85-’86 menara masjid agung di barat alun-alun dibuat. Pemda mengedarkan permintaan sumbangan ke rumah-rumah warga Kodya Magelang waktu itu.
***
Keramaian kota terpusat di antara Alun-alun dan Pasar Rejowinangun, yaitu seputar Pecinan atau Jalan Pemuda. Jalan Tidar juga cukup ramai meskipun tidak ada pertokoan besar. Ada rumah sakit dan kompleks perguruan Muhammadiyah di situ, jalan ini juga menghubungkan dua jalan besar waktu itu, yaitu Jalan Pemuda dan Jalan Bayeman.
Toko terbesar, mungkin adalah Toko “Sinar Matahari” di Jalan Pemuda. Bukan toko swalayan. Setelah memilih barang di counter, harus antre ke kasir dan nanti ambil barang.1 Ketika saya lulus, menjelang akhir dekade 80-an itu, sebuah toko swalayan, “Gardena”, dibuka di timur Alun-alun. Meski ada dua universitas di kota ini waktu itu (dan satu Akabri), toko buku terbatas. Ada sebuah toko yang (juga) menjual buku-buku terbitan Gramedia di Jl. Pemuda sisi timur. Di seberangnya, di dekat kelenteng juga ada toko buku. Satu toko lagi berada di dekat Masjid Besar di barat Alun-alun.
Toko roti yang besar adalah Holland Bakery, juga di Jalan Pemuda. Sementara itu, Podomoro, yang memproduksi kopi itu, malah berjualan kaset, juga di Jalan Pemuda sisi timur.
Toko foto, atau apa namanya, berubah di tahun 80-an itu. Ada toko “Kawan” di sisi barat Jalan Pemuda yang menjual perlengkapan dan menerima cuci-cetak foto, juga studio foto, yang sudah berdiri sejak lama. Kemudian, di dekade tersebut kelihatannya terdapat perkembangan dalam mesin cuci-cetak foto. Beberapa toko baru muncul dengan menjanjikan proses cuci-cetak yang semakin singkat, misalnya “Artha” di sisi timur Jalan Pemuda. Pada masa awal toko-toko tersebut masih mempromosikan proses selama satu jam, kemudian dipromosikan proses yang lebih cepat, dalam hitungan menit. Masih ingat jingle iklan di radio: “Yukiiiii color lab…”
Eh, juga ada “Zainuri” di penggal utara Jalan Pemuda, yang terutama melayani keperluan pasfoto.
Gedung bioskop ada beberapa di kota ini. Di timur alun-alun terdapat “Rahayu Theater” (sekarang menjadi Gardena) dan kompleks MT (“Magelang Theater” ) serta “Tidar Theater” yang terletak di belakangnya. Sedikit ke selatan ada “Kresna Theater” yang bangunannya bergaya art deco. Di sisi barat kota terdapat “Bayeman Theater”. Di daerah tenggara kota sempat ada “Rejowinangun Theater” yang tidak bertahan lama.
Filmnya, apa ya … Warkop masih ngetop. James Bond yang diputar waktu itu adalah “A View to A Kill” dengan lagu dinyanyikan oleh Duran-Duran. Bersama teman-teman se-SMA pernah nonton bareng ke MT sewaktu terdapat pemutaran film “Kereta Api Terakhir” yang dibintangi Gito Rollies2 dan “Pengkhianatan G 30 S PKI” yang legendaris itu.
***
Saat itu radio merupakan media yang sangat populer. Salah satu acara yang sedang ngetop adalah sandiwara radio, terutama “Trinil” yang horor itu … Kirim-kiriman lagu di radio juga banyak diminati. Di Radio Polaris acara tersebut menggunakan nama yang cukup unik, seperti “Merangkai Bunga Meraih Prestasi”, atau “Seikat Bunga Menjelang Senja”.3 Dua radio lainnya adalah RWB (Radio Widya Bhakti) di Jalan Pahlawan dan RSPD yang berkantor di Sasana Bumi Kyai Sepanjang. Di samping itu, dari kota Magelang masih dapat menangkap radio-radio Yogyakarta. Waktu itu semua radio masih mengudara di jalur AM.4
Telepon umum sedang banyak dipasang, berada di sudut-sudut jalan. Radio sering menyiarkan ucapan langsung dari telepon. Radio-radio juga mengadakan semacam kuis berhadiah lewat telepon, yang jawabannya dapat tidak tertebak selama beberapa hari dan hadiah meningkat menjadi semakin banyak. Ketika juara tinju kebanggaan Indonesia kalah, pertanyaannya: “Mengapa Ellyas Pical kalah?” Jawaban yang betul waktu itu adalah: “Karena Khaosai Galak-sih…”
Magelang di pertengahan ’80-an itu juga tidak tertinggal dalam hal musik populer. Ada Andi Mapajalos dan sebangsanya. Tiga radio yang ada memiliki segmen berbeda sehingga pilihan lagunya juga berlainan. Beberapa toko kaset berada di seputar Jalan Pemuda, seperti Podomoro, kemudian satu toko di selatannya, yang menyediakan beberapa tape deck yang dapat digunakan untuk mencoba kaset sebelum dibeli. Di Jalan Tidar, tidak jauh dari ujung timur, juga ada toko kaset jika tak salah.5
Televisi masih hanya TVRI. Klompencapir digalakkan di mana-mana, termasuk di lingkungan tempat kost saya berada. Para bapak dan ibu tetangga sering bertemu dengan lokasi bergilir dari rumah ke rumah.6
***
Masih tentang media: Interkom! Tiba-tiba alat komunikasi ini mewabah. Di berbagai lorong kampung terpancang tiang-tiang bambu dengan beberapa jalur bendrat kawat tembaga di atasnya. Peralatan yang gampang dibuat dan dikembangkan oleh warga. Saya tidak tahu kapan dan kenapa surutnya, saya sudah meninggalkan Magelang waktu itu. Seingat saya wabah ini tidak lama. Banyak isu-isu beredar tentang keamanan perangkat ini, seperti pengguna yang tewas karena tersambar petir atau karena dinakali orang dengan mengalirkan listrik ke kawat.
***
Apa lagi, ya? [z]
Lihat juga
Catatan Kaki
- Mungkin sampai sekarang masih demikian? [↩]
- Film ini keren abis, tetapi kok tidak ngetop ya? [↩]
- Harus minta kartu berwarna hijau buat kirim lagu … [↩]
- Konon RRI Yogyakarta telah menggunakan FM secara terbatas. [↩]
- 80-an: ada Utha Likumahuwa dan Dian Pramana-Deddy Dhukun (2D, K3S), Malyda, Vonny Sumlang, Festival Lagu Pop tingkat Nasional, Nicky Astria. Waktu itu Titi Dwi Jayati baru bikin kaset … [↩]
- Serial yang populer di TV nasional tersebut antara lain adalah drama seri ACI, film seri “Reminton Steele” dan drama seri “Losmen”. [↩]