Paseban
\
Akhir bulan November 2012 yang lalu gubernur DKI mengunjungi Pasar Paseban, Jakarta Pusat. Beliau menemukan banyak toko yang kosong, tidak dioperasikan, di pasar kecil ini.
*
Kata “paseban” tidak asing bagi telinga saya. Dalam arkeologi Islam, ‘paseban’ merupakan bangunan kecil yang terletak di bagian depan suatu kompleks milik kerajaan, digunakan oleh pengunjung yang datang menghadap.
Nama ‘Paseban’ juga saya kenal dari lagu jazzy lantunan Dian Pramana Putra. Di akhir dasawarsa ’80-an ia mengeluarkan album “Biru” yang di dalamnya terdapat satu lagu berjudul “Paseban Café”.1
Melangkah tanpa beban rasa
Di sudut, angan kelabu yang ada
Bersama, suka dan duka
Hadirnya kita duduk bersama
*
Pasar Paseban sendiri cukup akrab bagi saya pada suatu kurun tertentu. Pasar ini memiliki dua ‘mulut’, satu menghadap ke Jalan Paseban, sementara mulut lain berada di Jalan Kramat Raya, di sebelah selatan pertokoan alat teknik dan listrik “Kenari Mas”.
Di sisi Jalan Paseban terdapat pertokoan dua lantai. Di bagian bawah terdapat toko-toko emas, sementara di lantai atas entah apa yang ada. Saya tidak pernah naik ke tempat tersebut. Di belakangnya terdapat pasar tradisional tempat berjual sayuran dan sebangsanya. Pada bagian ini terdapat lorong ke arah Jalan Kramat Raya yang didominasi oleh kios-kios pedagang pakaian.
Pada waktu itu setidaknya sehari dua kali saya melintasi Pasar Paseban. Di pagi hari, saya melintas sewaktu pergi ke kompleks UI di dekatnya. Bau pasar sangat khas, terlebih bagian yang saya lewati adalah deretan penjual daging ayam dan ikan untuk konsumsi. Di sore hari ketika saya melintasi lagi untuk pulang ke daerah Kramat Lontar, pasar sudah tutup dan jualan sudah dibersihkan dari meja. Para pedagang yang tinggal di situ beristirahat di atasnya.
*
Di malam hari, pasar menjadi meremang tanpa penerangan yang cukup. Kadang saya melintas lagi untuk menikmati semangkok soto lamongan atau pecel lele di satu warung tenda di depan pasar. Atau ‘nasi goreng gila’ di warung tenda seafood yang terletak agak ke selatan, di sebelah gerobak penjual sate kambing. Di seberang pasar terdapat penjual nasi rames dan gerobak ayam goreng tepung.
Di kawasan seputar Pasar Paseban ini banyak penjual makanan, baik di siang maupun malam hari. Uniknya, ada satu warung yang berganti hingga dua kali sepanjang hari. Di pagi hari seorang tante menjual bubur ayam. Pada pukul sepuluh siang berganti mbak-mbak penjual mi ayam dan sebangsanya. Malam hari, seorang ibu menyediakan ayam goreng di warung tersebut. Efisiensi tempat yang sangat baik di tengah mahalnya ruang di ibukota.
*
Masih terdengar lantunan Dian Pramana Poetra dari youtube, yang susah payah kuikuti dengan lidah berlipat:
Kau semakin terbawa
Dalam heningnya suasana
Ayu malam
Hatiku dan hatimu kini luang
Untuk mencapai cita
Untuk menggapai cinta
Cintaku di Paseban Café
[z]
Catatan Kaki
- Mulanya saya pikir Dian PP menyanyikan satu kafe di wilayah Paseban Jakarta Pusat. Tetapi, sohib saya, Mbak Naning, memberitahu bahwa kafe ini boleh jadi adalah “Paseban Bar” yang dahulu berada di Hotel Panghegar, Bandung. [↩]