Pelat Nomor
Awal tahun ini kita sudah diributkan dengan beberapa masalah tentang pelat nomor kendaraan. Wagub DKI yang menyatakan tidak bisa menggunakan pelat nomor resminya.1 Menteri BUMN yang memasang ‘pelat nomor’ pesanan (dari) pinggir jalan di mobil tucuxi-nya.2 Sebelumnya, di akhir tahun lalu gubernur DKI melontarkan gagasan tentang pembatasan kendaraan di jalan dengan menggilir antara nomor ganjil dan nomor genap …3
*
Kelihatannya terdapat beberapa fungsi pelat nomor kendaraan.
Fungsi utama pelat nomor adalah sebagai sarana registrasi dan identifikasi. Oleh karena itu, secara logis masing-masing pelat nomor adalah unik, tidak ada yang sama. Pelat nomor juga dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, berkaitan dengan pendaftaraan (registrasi) kendaraan bermotor.
Pelat nomor B 2 DKI yang ditunjuk oleh wagub DKI rasanya berkaitan dengan aspek identifikasi. Orang akan tahu siapa yang melintas jika melihat kendaraan dengan pelat nomor tersebut. Akan tetapi, kelihatannya sekarang belum jelas, siapa pengguna pelat nomor tersebut.4
Pelat nomor juga dapat berfungsi sekunder antara lain sebagai sarana penggaya, alias aksesori. Menjadi lebih keren mungkin …
Hingga tahun ’90-an, rasanya, pernah ada tren memasang pelat nomor kendaraan luar negeri, entah asli entah hanya serupa. Parahnya, seringkali pelat nomor ini sering dipasang pada tempat yang semestinya digunakan untuk pelat nomor yang aseli dan resmi Indonesia sementara nomor yang resmi malah hanya ditempel di bagian bawah dari muka/belakang kendaraan. Pemerintah kemudian melarang penggunaan pelat nomor asing tersebut.
Sebagai sarana penggaya, terdapat istilah ‘nomor cantik’. Beberapa pelat nomor memiliki kombinasi angka dan huruf yang istimewa (toh semua mestilah unik) seperti angka berurutan, angka kembar, dapat dibaca, atau memiliki arti tertentu (personal, kultural, feng shui, … ).
Untuk ‘membaca’ pelat nomor harus mengkonversi angka yang ada, misalnya angka 0 menjadi huruf O atau D, angka 1 menjadi huruf I, angka 2 menjadi Z atau S, angka 3 menjadi E, 4 sebagai huruf A, 5 sebagai S, angka angka 6 sebagai G atau B, 7 sebagai huruf J atau T, 8 sebagai B, dan 9 sebagai G, misalnya. Dua angka juga dapat dijejerkan agar dapat menjadi huruf. ’13’ = B, ’12’ = R…5
Untuk membuatnya terbaca, terkadang dilakukan modifikasi letak huruf atau angka, dengan mendekatkan atau merenggangkan. Juga modifikasi pada bentuk angka agar sesuai dengan huruf yang dikehendaki.
Selain itu, para pengguna kadang juga memodifikasi dengan menutup sebagian huruf/nomor dengan cat, menebalkan huruf/nomor tertentu, melipat huruf di pinggir ke belakang … dan sebagainya. Pelat AB 9199 BA misalnya (sekadar contoh, semoga tidak ada nomor tersebut), ditutup bagian huruf A dan ketiga angka 9 sehingga sepintas seperti nomor cantik dan istimewa dari Jakarta.
Nomor cantik yang ‘maksa’.6
Tetapi ‘nomor cantik’ mungkin kadang perlu juga. Nomor semacam ini mudah diingat, mudah dicari, mudah dikenali.
*
Hari ini, KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengundi nomor partai peserta pemilu tahun 2014. Cakupan nomor cantik akan melebar ke nomor urut partai, dengan tiga huruf di belakang sebagai singkatan nama partai.
Nomor ini mungkin yang akan menjadi buruan: B 2 PKB, B 3 PKS, B 8 PAN, dan B 9 PPP. [z]
Catatan Kaki
- http://jakarta.tribunnews.com/2013/01/04/ini-penjelasan-ahok-soal-b-2-dki-dan-plat-nomor-cantik [↩]
- http://www.solopos.com/2013/01/07/plat-mobil-tucuxi-ilegal-365590 [↩]
- http://www.merdeka.com/jakarta/jokowi-ganjil-genap-bisa-januari-maret-atau-september.html [↩]
- Update: Akhirnya mobil dinas gubernur DKI menggunakan pelat ‘B 1 DKI’. http://jakarta.tribunnews.com/2013/01/15/jokowi-akhirnya-pakai-plat-nomor-b-1-dki [↩]
- Kok seperti 4l4y … [↩]
- UU No. 22 Tahun 2009 ttg Lalu lintas dan Angkutan Jalan, ps 280: “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dipasangi TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor) yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dipidana dengan kurungan 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000 (Lima ratus ribu rupiah)”. [↩]