Pilih Mana, Soto atau Sup?
\
Dalam bayangan saya, jika pergi ke ‘Sop Ayam Pak Min’ saya akan menemukan mangkuk berisi material padat homogen dengan kuah melimpah dan berasa pedas merica. Sementara itu, jika pergi ke ‘Soto Pak Sholeh’ akan menemukan mangkuk yang ramai dengan nasi, sayur cincang, serta serpihan daging, dan juga diberi kuah. Saya akan menambahkan sambal pada soto ini untuk mendapatkan rasa pedas.
Begitukah beda antara soto dan sup?
***
Jika kita pergi ke warung tenda seperti yang banyak berjejer di seputaran kampus UGM, selain terdapat soto ayam dan soto babat (sapi), kita akan menemui kategori ketiga: sup kaki (sapi).1 Padahal jelas-jelas mereka mengambil kuah dari panci yang sama. Jika memeriksa apa yang ada di dalam mangkuk sup tersebut, kita akan mendapati kandungan sayur yang juga sama. Bedanya hanya terletak pada komponen protein hewani yang menggunakan potongan daging dari kaki sapi.
Menurut salah satu anak buah Cak Sulkan di Jalan Kaliurang yang menjadi langganan saya tahun 1990-an dulu, nama ‘sup’ diambil hanya karena aneh jika dinamai ‘soto kaki’. Anehnya, ketika melintas di awal Februari 2013, di kain dinding tenda yang sekarang bernuansa kuning tertulis: ‘sop kaki sapi – sop ayam – sop babat’. Entah apakah konten makanan-makanan tersebut sekarang berbeda..
Mungkin hal yang sama dapat menjelaskan kenapa jarang terdapat soto ikan dan yang populer adalah sup ikan, bahkan sup kepala ikan. Juga terdapat sup buah, yang menjamur beberapa tahun terakhir, dan tidak dikenal soto buah.
Soto dan sup juga dibedakan menurut material karbohidratnya. Menurut Mas Eko, sohib saya yang berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, jika menggunakan ketupat sebagai komponen karbohidrat maka disebut soto (Banjar), sementara jika menyertakan nasi akan disebut sebagai nasi sup.
Makanan ini, soto, sering disajikan dalam buffet di pesta-pesta sebagai makanan pembuka, seperti posisi sup, soup, dalam tata hidang Barat. Jadi, soto kira-kira sama dengan sup dalam hal ‘ritual’ perjamuan makan, setidaknya menurut kita.
Lantas, bolehkah dipertukarkan antara sup dan soto dalam ‘Sop Ayam Pak Min Klaten’ dan ‘Soto Pak Sholeh Cabang Tegalrejo’?
***
Teori saya, berdasarkan pengamatan sepintas terlihat bahwa istilah sup lebih berkait dengan konten utama kuliner berkuah ini: bayam, ayam, ikan, kaki (sapi, kambing), ceker (=kaki ayam), jagung, asparagus, bahkan buah. Metamorfosis soto ayam dan soto babat di Jalan Kaliurang tsb da menjadi sup ayam dan sup babat barangkali merupakan bagian dari upaya ‘koreksi diri’ sang soto …
Sementara itu, soto berkait dengan kreativitas tempatan atau lokal dari makanan ini. Maka banyak soto yang menggunakan nama daerah. Atau, dapat dibalik: masing-masing daerah berkreasi menciptakan soto sesuai dengan citarasa mereka.
Tentu banyak perkecualian di dunia suka-suka ini, menamai soto karena materialnya:: soto tangkar (iga sapi), soto babat, soto ayam, soto daging, soto mi. Teman saya mengganti daging dengan jamur dan kemudian memasarkan dengan identitas Sojam, soto jamur.
Menarik juga fenomena ini: pada masyarakat Banjar, jika menggunakan nasi sebagai material karbohidrat maka disebut sup sementara yang menggunakan ketupat disebut soto. Pak Bondan ‘Mak Nyus’ bahkan pernah menemukan di suatu warung di Sumatra Barat yang membedakan antara soto dan sop dengan unik: soto padang dagingnya digoreng, sementara warung tersebut tidak menggoreng daging sehingga menyebutnya sebagai sop. Konten yang lain sama persis.2 Nah, dari dua fenomena tersebut terlihat bahwa pada soto terdapat pengolahan yang lebih lanjut atau lebih rumit (dibuat ketupat, digoreng) sementara yang ‘biasa’ merupakan sup (nasi, direbus).
Akur? [z]
- Baca juga: Soto, Kuliner Nasional
Catatan Kaki