Karcis Museum
Selembar karcis biasanya kita terima jika kita membayar sejumlah tertentu untuk menikmati suatu jasa, seperti transportasi dan layanan bioskop. Biasanya kita membayar di muka sebelum menikmati layanan tersebut.
Karcis, selembar kertas yang kemudian akan kita lupakan, kita buang ke tempat sampah (kadang berserakan di pintu masuk suatu objek wisata) tanpa kita nikmati wujudnya.
Fungsi karcis
Museum umumnya juga menerbitkan karcis untuk pengunjung. Ada berbagai fungsi karcis yang dapat kita lihat.
Tanda masuk
Meski museum dinyatakan sebagai bukan lembaga komersial,1 akan tetapi banyak (kebanyakan?) museum tetap memungut biaya masuk dari pengunjung untuk sekadar menutupi kebutuhan penyelenggaraan lembaga tersebut.
Singkat kata, biasanya pengunjung kemudian akan mendapatkan selembar karcis, tiket, untuk itu.
Beberapa museum yang tidak memungut biaya juga menerapkan pemberian tiket bagi pengunjung. Sementara itu, museum yang ikut program tertentu, atau membebaskan pengunjung dari biaya karena program tertentu (seperti pemegang kartu “Iamsterdam” atau kartu museum di Belanda, juga kartu keanggotaan ICOM untuk berbagai negara) sering kali juga tetap menerbitkan karcis untuk pengunjung.
Karcis atau tiket kemudian menjadi tanda bahwa si pengunjung telah membayar sejumlah tertentu dan oleh karena itu berhak untuk masuk ke dalam ruang pamer museum. Maka, karcis seringkali tidaklah hal yang penting. Benda ini berukuran kecil dan dirancang ala kadarnya sekadar untuk menunjukkan bahwa si pengunjung telah membayar biaya masuk.
Hanya itukah peran yang dapat diemban oleh selembar karcis?
Sarana Promosi
Bagi pihak museum, karcis yang tidak dibuang ini dapat menjadi media promosi. Tentu, yang dicantumkan tidak sekadar nama museum, harga tiket, serta nomor SK Bupati yang memutuskan harga tiket tersebut. Karcis dapat memuat juga alamat museum, spesifikasi, gambar khas, serta jam/hari buka, serta kontak yang dapat dihubungi oleh calon pengunjung.
Tidak ada fungsi lain lagi?
“Ijazah”
Museum juga merupakan sarana pendidikan bagi masyarakat. Definisi ICOM tentang museum juga mengisyaratkan hal serupa. Falk & Dierking menyatakan bahwa pendidikan di museum adalah bagian dari sistem pendidikan informal. Pengunjung masuk ke museum akan mendapatkan banyak pengetahuan, atau dalam konsep konstruktivis ia akan mengkonstruksi pengetahuan di dalam kunjungannya ke ruang pamer museum.
Keluar dari ruang pamer, seorang pengunjung diharapkan memiliki pengetahuan yang lebih banyak dan baik, mengkonfirmasi pengetahuannya, atau lebih memahami akan sesuatu hal. Tentu hal ini mensyaratkan adanya pameran yang terancang dan terlaksana dengan baik pula.
Apa tanda bahwa seorang telah mendapatkan ‘pencerahan’ dalam kunjungannya ke museum? Barangkali tidak perlu simbol-simbol tertentu seperti harus mengukuti wisuda di pintu keluar dan diberi ijazah atas ‘kelulusannya’ dari lembaga ini. Apa yang akan ia dapatkan akan tercermin dalam pemikiran dan perilakunya sekeluar dari mengunjungi tempat tempat tersebut.
Beberapa museum memang memberikan semacam sertifikat bahwa seseorang telah berkunjung ke museum tersebut. Akan tetapi, pengunjung harus memperolehnya secara khusus. Museum mungkin menyediakan di toko cendera mata, dan pengunjung harus membelinya. Monumen Yogya Kembali pernah melakukan hal ini.2
Karcis museum dapat mengambil alih peran ijazah dalam proses pendidikan informal ini dalam batas tertentu. Selain sebagai kenangan atas kunjungannya ke suatu museum, karcis dapat menjadi simbol bahwa ia telah ‘mengunjungi’ museum tertentu, yang berarti telah mencerap pengetahuan dan mendapatkan pencerahan dari kunjungannya.
Museum dapat menggabung tiket tersebut dengan stempel yang dapat disediakan di ujung ruang pamer museum.3 Karcis kemudian dapat menjadi lebih dari sekadar bukti bahwa ia telah membayar sejumlah uang untuk mengunjungi suatu museum.
Tetapi, tentu karcis adalah ijazah informal, untuk pendidikan informal. Secarik kertas ini tidak dapat digunakan untuk melamar pekerjaan atau mencari sekolah lanjutan.
Rancangan
Salah satu kunci untuk meningkatkan peran karcis–agar tidak malah mengotori lingkungan akibat dibuang segera–adalah desain, atau rancangan karcis. Jika menarik dan fungsional (lebih dari sekadar tanda masuk), maka karcis atau tiket museum akan dapat menjadi sarana berbagai keperluan yang mendukung tugas dan keberadaan museum.
Beberapa museum mendesain karcis dengan cukup baik, terutama museum-museum yang menarik ongkos masuk cukup mahal. Sebagai contoh adalah Museum Ullen Sentalu di kawasan Kaliurang, Yogyakarta. Pengunjung diharapkan akan menyimpan tiket yang cukup besar dan bergambar bagus tersebut untuk kenang-kenangan. Untuk keperluan ini, tiket dapat dibentuk seperti batas buku atau kartu pos. [z]
Catatan Kaki
- Lihat misalnya definisi dari ICOM. [↩]
- Semoga sekarang masih ada. [↩]
- Beberapa tempat wisata di Jepang menyediakan stempel yang dapat digunakan oleh pengunjung. Istana Himeji misalnya, menyediakan stempel di lantai teratas istana bertingkat tersebut, yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk menyatakan ‘saya telah sampai di lantai atas istana Himeji’. [↩]