Sembako
\
Akronim ini sangat lekat di bibir masyarakat. Media juga gencar memberitakan segenap hal yang berkait dengannya. Akan tetapi, berapa di antara kita yang tahu apa saja yang termasuk sembako alias sembilan bahan pokok?
***
Istilah sembako tidak ada dalam dokumen pemerintah yang disebut-sebut sebagai sumber resmi perincian sembako. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan no. 115/mpp/kep/2/1998 tanggal 27 Februari 1998 tentang Jenis Barang Kebutuhan Pokok Masyarakat ternyata tidak mencantumkan istilah ini meski dibuat sembilan item barang kebutuhan pokok.
Setelah menggoogle naskah keputusan tersebut (karena yang ditulis di laman-laman wiki, blog, dsb. terlihat berbeda-beda), terlihat bahwa pada pasal 1 yang disebut dengan barang kebutuhan pokok masyarakat yang berjumlah sembilan adalah:
- Beras
- Gula pasir
- Minyak goreng dan mentega
- Daging sapi dan ayam
- Telur ayam
- Susu
- Jagung
- Minyak tanah
- Garam beryodium
Penetapan tersebut dilakukan karena pemerintah ingin menjamin ketertiban dan kelancaran pasokan kebutuhan pokok. Keputusan tersebut diambil mempertimbangkan antara lain perkembangan ekonomi dan taraf hidup masyarakat Indonesia saat ini, telah mengakibatkan pergeseran kebutuhan pokok yang diperlukan masyarakat.
Pada saat krismon dulu saya pernah membaca bahwa sebelum keputusan menteri tahun 1998 tersebut, terdapat sembilan jenis bahan utama yang konon telah berlaku sejak tahun ’50-an atau ’60-an. Seingat saya di antara bahan tersebut terdapat sabun cuci dan kain batik. Setelah menggoogle lagi saya temukan ada kabupaten yang merinci sembilan bahan pokok yang mirip dengan ingatan saya tersebut, sebagai berikut:1
- Beras
- Gula pasir
- Garam
- Ikan asin
- Minyak goreng
- Sabun cuci
- Minyak tanah
- Tekstil
- Batik
Barangkali, sembako adalah julukan, nickname, untuk kesembilan bahan, eh, barang pokok tersebut. Kebetulan jumlahnya sembilan.
***
Jika daftar kedua itu benar berasal dari tahun 50-an atau ’60-an, maka membandingkan keduanya akan menemukan perbedaan yang menarik. Dahulu kebutuhan pokok masyarakat tidak melulu berkisar pada pangan melainkan juga sandang dan sabun untuk mencucinya–bukan untuk mandi. Sekarang, terlihat bahwa jenis sembako terfokus kepada pangan dan pengolahannya. Mungkin kebutuhan sandang masyarakat telah tercukupi pada masa sekarang.
Hal menarik lainnya, dahulu kebutuhan protein berusaha dipenuhi dengan ikan asin, sekarang bergeser ke daging dan telur. Mungkin benar bahwa kita sudah bergeser dari bangsa bahari menjadi bangsa agraris … Pemilihan ikan asin, ikan yang diawetkan dengan garam itu juga menarik, karena ikan asin lekat dengan konotasi kelas bawah. Benar-benar kebutuhan minimal.
Batik juga dianggap barang kebutuhan pokok, jauh sebelum Unesco menetapkannya sebagai warisan dunia! Berarti, dahulu batik dibutuhkan oleh masyarakat, setidaknya pemerintah merasa demikian. Batik sebagai bahan sandang disebut tersendiri dan bukan dikategorikan sebagai tekstil. Mungkin pada waktu itu semangat nasionalisme berkobar keras sehingga identitas menjadi penting. Busana batik digunakan sebagai alat mewujudkannya. Atau memang batik dikenakan sehari-hari. Cuman, waktu itu kan batik masih berupa kain panjang buat paduan kebaya ibu-ibu …
***
Melihat ‘keributan nasional’ baru-baru ini, barangkali perlu dirumuskan ulang apa saja kebutuhan pokok masyarakat sekarang. Minyak tanah mungkin sudah perlu diganti dengan elpiji karena barang ini tidak lagi populer. Kelangkaan dan kenaikan harga elpiji juga selalu menjadi pembicaraan, seperti yang terjadi di sekitar awal bulan ini. Meski demikian, kenaikan harga bahan bakar minyak lain seperti bensin pun menjadi masalah.
Tidak hanya bahan bakar kompor yang kebetulan beberapa minggu terakhir menjadi trending berita di Indonesia. Setidaknya terdapat daging sapi dan ayam, cabai, dan bawang.
Daging sapi juga masih dirasakan dibutuhkan. Kenaikan harga barang ini yang hingga menembus angka 100.000 di beberapa daerah begitu menarik perhatian nasional. Di tengah kasus skandal korupsi impor daging sapi yang sedang diproses di KPK, Bulog ditunjuk untuk menstabilkan harga dengan mengimpor daging beku dari Australia.
Harga daging ayam juga naik tetapi tidak banyak diperbincangkan di media. Mungkin karena harga absolutnya masih cukup rendah, di bawah 40 ribu rupiah per kilogram. Tidak ada hiruk pikuk upaya mengimpor daging ayam, misalnya.
Kenaikan harga cabai dan bawang beberapa waktu yang lalu–dan masih juga terasa hingga sekarang–juga menjadi masalah meski bukan barang penting untuk mendukung hidup seseorang. Tidak masalah orang tidak makan cabai atau bawang, barangkali hanya kurang nyaman.2
Bahan-bahan makanan itu memang menjadi prioritas perhatian pemerintah akhir-akhir ini. Diberitakan oleh Kompas (11 Juli 2013) bahwa pemerintah akan fokus pada stabilisasi enam bahan pangan yang harganya meroket, yaitu: cabai rawit, bawang merah, daging ayam, telur, beras, dan daging sapi. Kenaikan harga beras memang kecil, akan tetapi “bobotnya besar mengingat merupakan makanan pokok sebagian besar rakyat.”
***
Akan tetapi, entah apa ukuran untuk mengkategorikan suatu barang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Jengkol, Archidendron pauciflorum atau dogfruit, juga diperbincangkan beberapa minggu yang lalu karena harganya meroket hingga 60 ribu rupiah.3 Harga ini dua kali lipat lebih mahal daripada daging ayam. Mungkin pembicaraan kenaikan harga jengkol adalah karena ironi, bukan karena bahan makan ini dibutuhkan amat. Bahan makanan yang dicintai banyak orang tetapi juga menjadi bahan olok-olok ini (mungkin karena baunya dan asosiasi dengan kelas bawah) menjadi sangat mahal, bersaing dengan daging sapi yang berkonotasi elite.
Kedelai juga menjadi barang yang banyak diperhatikan. Biji kacang-kacangan ini ternyata mayoritas adalah hasil mendatangkan dari luar Indonesia. Ketergantungan ini cukup mengkhawatirkan. Beberapa waktu yang lalu terjadi kelangkaan kedelai di negara penghasil dan berimbas kepada ketersediaan tahu dan tempe di pasar Indonesia, bahan pangan yang lekat dengan rakyat kita baik sebagai barang konsumsi maupun sebagai komoditas.
***
Kembali kepada masalah awal. Sembako menjadi istilah yang kita tidak terlalu peduli apa kontennya. Istilah ini sering diatributkan kepada barang dagangan toko kelontong juga bahan pangan yang dibagikan oleh penderma baik perorangan maupun lembaga.
Seorang tetangga baru saja mengganti makanan kenduri dengan bingkisan yang ia sebut sembako. Setelah bingkisan tas kresek tersebut diantar ke rumah, terlihat isinya adalah beras, mi instan, terigu, serta telur. Mi instan dari merek terkenal4 tersebut saya yakin tidak terbuat dari beras atau jagung, melainkan terigu. Jadi, terigu dan derivatnya, mi instan, dianggap sebagai sembako oleh tetangga saya yang rasanya tidak pernah membaca Kepmenperindag tersebut di atas.
Kenapa juga jumlahnya sembilan? Pengelola satu pasar di Jawa Barat sampai bingung dibuatnya. Di blognya yang melaporkan perkembangan harga pangan ditulis judul “DAFTAR: HARGA SEMBILAN BAHAN POKOK DAN BAHAN POKOK LAINNYA”.5 Jadi rupanya bahan pokok memang tidak hanya berjumlah sembilan. Tetapi terdapat sembilan yang istimewa …
Tetapi sembako bisa jadi bukan saja nickname untuk kesembilan jenis barang tersebut di atas tetapi kadang digunakan untuk menyebut satu-dua barang sebagaimana tetangga saya yang tidak menggenapi paket pengganti kendurinya menjadi sembilan. Satu stasiun televisi memberitakan masyarakat satu kecamatan di Banten yang antre sembako gratis dari pemerintah setempat. Disebut oleh penyiar bahwa “paket sembako yang terdiri atas 10 kg beras itu…”.
***
Pelawak yang sering muncul di layar televisi, Yadi Sembako, apanya yang sembilan, ya? [z]
Catatan Kaki
- http://lomboktimurkab.go.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=1988 [↩]
- Jadi ingat Pak Harmoko ketika menjadi menpen pada zaman Orba dahulu yang setiap selesai sidang kabinet selalu mengumumkan harga cabai, bawang, dan sebagainya. [↩]
- http://regional.kompas.com/read/2013/06/07/18400913/Ini.Penyebab.Harga.Jengkol.Melambung [↩]
- Perasaan semua merek mi instan terkenal. [↩]
- http://pasarcpns.blogspot.com/2013/06/perkembangan-harga-sembilan-bahan-pokok.html [↩]