Artis
\
Sungguh menarik mengamati pertelevisian kita di situasi sekarang terutama berkait dengan mereka yang tampil. Mereka yang disebut artis kelihatan berlaku lebih sebagai pesohor ketimbang seniman. Banyak datang kecaman terhadap mereka, tetapi anjing menggonggong, kafilah berlalu. Bukannya menyurut, tetapi malah semakin menjadi. Yang menentukan keberlanjutan mereka di layar televisi bukan pengkritik, melainkan pemasang iklan. Selama masih banyak penonton, maka mereka akan tetap digentayangkan di televisi.
(D-) evolusi akting
Dahulu terdapat para aktor yang muncul di panggung hiburan, baik teater, film, maupun televisi. Mereka melakukan akting sehingga disebut aktor dan aktris. Dalam akting mereka memerankan figur lain, bukan dirinya. Mereka hanya akting, yang secara sederhana dapat dipahami sebagai berpura-pura, seolah-olah, menjadi seseorang. Namun, rasanya kita sekarang menyebut para pemain di televisi (dan media serupa seperti film) dengan artis belaka. Tidak ada lagi aktor.1 Bahkan, sering muncul sebutan selebritis, pesohor.
Tidak hanya kepiawaian dalam berakting, kemudian terlihat kehidupan pribadi mereka pun mendatangkan ketertarikan. Maka berkembanglah infotainmen yang memberitakan dunia di seputar kehidupan seorang pesohor, atau barangkali masih dapat disebut artis. Segala hal berhubungan dengan kehidupannya, jarang berhubungan dengan kesenimanannya, diungkap. Hampir semua media televisi memiliki acara gosip tentang selebritas semacam ini. Masyarakat dan si artis kelihatannya juga menikmati, terbutkti dari bertahannya acara-acara semacam ini di layar televisi.
Setelah gosip bertaburan lengkap dengan pasang surutnya, setahun terakhir terlihat para artis tersebut memerankan diri mereka sendiri. Mereka sudah berbeda dari para aktor karena bertingkah di atas panggung atas nama mereka, bermain di antara mereka. Mereka main tebak-tebakan, memainkan permainan dengan hukuman …2 Nonton acara televisi semacam itu mirip dengan nonton anak-anak yang lagi bermain di halaman. Bedanya, kita menonton mereka di televisi dengan membayar melalui pembelian barang-barang iklan. Mereka juga memerankan diri sendiri dengan saling membongkar rahasia masing-masing.
Tahap berikutnya, saling membongkar rahasia di panggung rupanya tidak hanya dengan dialog di antara para artis itu. Didatangkanlah yang disebut para ahli hipnotis. Para artis dihipnotis sehingga bercerita tentang perasaan diri mereka dan sebagainya. Kurang? Para awak panggung, mereka yang mendukung penampilan juga dapat dimunculkan di panggung, sekalian dengan gosip-gosipnya. Sekarang tidak jelas mana pemain mana pekerja.
Ditutup
Mirip main striptis, para pemain ini melucuti diri sendiri hingga ke hal pribadi. Mungkin sebagian ‘settingan’ tetapi barangkali juga nyata. Yang jelas, sebagai puncak dari striptising para artis itu, salah satu program dibanned oleh KPI.
Dua-tiga hari yang lalu satu acara hiburan di televisi ditutup oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Pemicu dari pentupan tersebut (yang istilahnya adalah diskors tetapi tidak boleh diperpanjang) adalah karena ketersinggungan kelompok masyarakat atas satu tayangan yang menghadirkan hipnotis. Seorang artis dihipnotis sehingga merasa melihat tokoh tertentu jika ia melihat anjing.
Mudah-mudahan televisi kemudian tidak hanya mengganti nama atau mentransformasi gagasannya ke acara lain. Kita membutuhkan tontonan yang cerdas dan mencerdaskan. [z]
Catatan Kaki