Klakson
\
“Alat (berupa trompet) yang dibunyikan dengan listrik pada mobil atau kendaraan bermotor lainnya, digunakan sebagai tanda peringatan akan keberadaan kendaraan tersebut.”
Wiktionary
‘Mabur wae,” ‘terbang saja,’ seorang tukang becak di bangjo PKU meneriaki pengemudi mobil yang membunyikan klakson. Hari itu, lebaran keempat, sedang ramai-ramainya jalan di kota Yogyakarta digunakan baik penduduk dan terutama pemudik. Semua tentu harus maklum dan menahan diri di tengah ruwetnya lalu lintas tahunan. Dalam situasi semacam itu klakson tidak banyak menolong, bahkan membuat suasana semakin runyam.
Toh kita baru saja dilatih bersabar selama sebulan. Masa pencapaian kita akan berakhir hanya karena lalu lintas di jalan? Sebenarnya bukan (hanya) orang lain yang salah, kita juga menambah runyam jalanan karena ikut menggunakan jalan saat itu. Tetapi klakson tidak hanya menjadi masalah dalam situasi macet lalu lintas lebaran.
Saya sungguh heran dengan orang yang menekan tombol klakson di lampu merah. Buat apa, toh kendaraan di depannya juga sedang mulai berjalan. Pernah saya temui stiker yang dipasang pada selebor belakang sebuah sepeda motor yang kira-kira bertuliskan “Ya Tuhan, berilah kesabaran kepada pengendara di belakang saya sehingga mereka tidak menekan klakson di lampu merah“. Rupanya, perkara klakson di lampu merah bukan hanya mengganggu saya.
Tidak hanya di lampu merah, klakson di manapun mengganggu. Di dekat rumah sakit, rumah ibadah, dan sekolah, biasanya dipasang rambu lalu lintas bergambar terompet yang dicoret. Artinya, klakson di tempat tersebut sangat tidak diharapkan atau tepatnya ‘dilarang membunyikan klakson’. Orang kreatif lain ada yang membuat kaos bertuliskan “Orang pintar injak rem, orang bodoh pencet klakson“. Konon, di Australia jika mendengar suara klakson dapat dipastikan pengemudinya adalah orang Indonesia. Mungkin pendapat tersebut lebay dan ‘anasionalistis’, saya belum pernah mencek dan kroscek. Akan tetapi mungkin juga demikian yang terjadi.
***
“Kring-kring-kring, blok-blok-blok!” Tidak sampai seratus meter dari tukang becak tadi, seorang tukang becak yang lain tidak sabar atas lalu lintas. Mobil kinclong di depannya dianggap mengganggu. Ia menghardiknya dengan membunyikan bel becak yang besar itu serta menarik tali karet pada sandaran penumpang sehingga menghasilkan suara keras. Ia tidak punya klakson. [z]