Pameran “Aku Diponegoro”
Selama sebulan, pameran berjudul “Aku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa” digelar di Galeri Nasional, Jakarta, mulai 6 Februari hingga 8 Maret 2015. Pameran ini kelihatannya berfokus kepada salah satu adikarya Raden Saleh, “Penangkapan Diponegoro” yang baru saja direstorasi.
Pameran ini dikuratori bertiga, antara Werner Kraus, Jim Supangkat, dan Peter Carey. Menurut kabar daringnya (akudiponegoro.com), pameran ini dibagi dalam empat bagian. Bagian pertama bertema Diponegoro di Mulut Sejarah Seni Indonesia: Pembentukan seorang Pahlawan. Bagian tersebut memamerkan berbagai karya seniman Indonesia yang memiliki topik Diponegoro. Bagian kedua berjudul Diponegoro, Raden Saleh, dan Sejarah di Mata Seniman Indonesia.
Bagian ketiga berfokus pada Sisi Lain Diponegoro, menampilkan barang-barang yang berhubungan dengan Diponegoro. Bagian terakhir disebut Ruang khusus, berjudul Penampakan Leluhur, digunakan untuk memamerkan artefak Diponegoro. Pada ruang ini dipamerkan tiga benda, yaitu tombak pendek, pelana kuda, serta tongkat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa karya Raden Saleh menjadi bintang dalam pameran ini. Lukisan yang sudah kinclong lagi setelah dikonservasi oleh Susanne Erhards dari Jerman, diletakkan di tengah pameran. Lukisan tersebut direspon oleh berbagai pelukis yang menampilkan ulang karya agung itu dalam interpretasi masing-masing seniman.
Tidak kurang dari itu, sebuah pelatihan konservasi digelar di awal pameran, dengan mengambil contoh kasus lukisan “Penangkapan Diponegoro” juga dengan pembicara Susanne Erhards. Werner Kraus pun membawa kami, peserta pelatihan, langsung ke lukisan yang disimpan Sekretariat Negara tersebut. Lukisan besar karya Sri Hadi terpampang di belakang pintu masuk, menampilkan dua tokoh itu: Raden Saleh berdampingan dengan Pangeran Diponegoro.
***
Sedikit pertanyaan melintas: jika Universitas Diponegoro juga ditampilkan — dengan beberapa ‘memorabilia’ mahasiswa seperti sertifikat, mengapa Kodam IV Diponegoro tidak terlihat. Juga: dalam adegan wayang, kelompok Diponegoro diletakkan di sisi kiri, sementara pihak Belanda di sisi kanan. Sebagai orang yang kadang menikmati wayang kulit, hal ini agak janggal karena kiri adalah tempat para Kurawa dan Pandawa sebagai pihak baik berada di sisi kanan.
***
Melihat kunjungan di hari kedua dan ketiga, kelihatannya pameran ini akan sukses besar. Jarang saya melihat pameran di Indonesia dengan antrian di depan pintu masuk. Pagi harinya, tenda bahkan terpaksa didirikan di depan kuncung gedung pamer utama Galeri Nasional. Kita lihat sebulan lagi, barangkali pameran ini termasuk sedikit dari blockbuster di Indonesia.
[z]