17-an (lagi)
\
Teks untuk ngobrol tirakatan bersama warga RT 3 plus KKN UII. Karangkopek Kulon, 16 Agustus 2015.
Hadirin yang saya hormati,
Malam ini kita patut bersyukur setidaknya dua kali.
Tadi Pak RT telah mengemukakan bahwa kita patut bersyukur karena dapat hadir di acara ini dengan selamat, maka yang kedua adalah kita patut bersyukur kehadiran Allah SWT, atas karunia kemerdekaan ini, yang sekarang telah mencapai usia ke-70. Usia 70, jika manusia, sampun sepuh. Kita bersyukur antara lain karena kita tidak perlu menjalani perang Kemerdekaan itu sendiri. Para pejuang, yang sekarang disebut veteran itu, telah melakukannya untuk kita, dan mereka tidak melakukannya untuk mereka sendiri. Dengan mengusir penjajah, maka yang diarah adalah membentuk wadah, yaitu negara, untuk waktu yang lama, sehingga anak-cucu dan keturunan mereka lah yang akan menikmati.
Kita kini sudah menikmati hal itu. Dengan kemerdekaan kita dapat menentukan nasib sendiri.
***
Kita dapat menentukan corak kebudayaan kita sendiri. Jika orang lain memiliki pakaian resmi berupa jas, kita boleh mengenakan batik, meski sebenarnya pakaian sipil lengkap kita menurut aturan pemerintah adalah jas. Namun kita lebih suka batik, dan boleh dikenakan saat apapun juga. Waktu jagong manten mengenakan batik, yang kadang-kadang terbuat dari kain satin sehingga mengkilat. Sarimbit, lagi. Waktu hadir saat hari pencoblosan waktu pemilu, pilpres, pilgub, pilbub, pilkades, pilkadus, juga banyak yang mengenakan batik. Saat layat pun kita mengenakan batik yang bergambar-gambar itu. Satin mengkilat lagi.
Bandingkan dengan orang Eropa. Jika ada acara sedih namun mengenakan pakaian yang meriah, orang akan mengatakan saltum, salah kostum. Tetapi karena kita merdeka, kita dapat menentukan sendiri corak pakaian kita. Batik boleh, mengenakan jas pun boleh. Adik-adik yang akan menikah, jika tidak punya, pinjam Pak Kodari.
Lha wong merdeka.
Kita juga boleh menentukan akan makan apa. Jika ada. Wong merdeka. Mau makan kimpul ya boleh, makan nasi beras juga boleh. Makan indomie terus juga boleh, asal tidak kebanyakan.
Semua makanan jika kebanyakan tentu tidak baik.
Mau makan pizza juga boleh, mumpung sekarang harga makanan ini di Pojok sana sudah turun menjadi 13.000 rupiah. Atau jika tidak doyan makanan Itali tersebut, seperti saya, boleh makan martabak di depan pasar itu. Boleh pilih yang manis atau yang telor yang entah dari India atau Mesir itu.
Tetapi itu kan makanan asing? Tidak apa-apa, wong merdeka. Kita boleh memilih.
Namun, jika ingin mengkonsumsi makanan dari negeri sendiri tentu juga lebih baik. Tahukah apa makanan terbaik di dunia?
Tahun 2010 terdapat survei yang menghasilkan kesimpulan bahwa rendang adalah makanan paling lezat di dunia. sayang sekarang harga daging sapi sedang naik, terutama di Jakarta dan Jawa Barat-Banten.
Kemudian, survei yang lain menyatakan bahwa gado-gado adalah makanan paling sehat di dunia. Tentu bukan untuk orang yang alergi kacang.
Kita masih punya makanan hebat yang lain. Nasi goreng termasuk makanan favorit dari Indonesia. Sementara tempe dianggap makanan yang sehat pula, dan sedang dikembangkan di beberapa negara. Sayang kedelai di Indonesia banyak yang masih impor.
***
Kemudian, bagaimana cara untuk menghargai kemerdekaan itu, yang telah memungkinkan kita bebas menentukan pilihan kita?
Yang pertama tentu adalah tidak melanggar kebebasan orang lain. Dumeh merdeka, terus boleh semaunya, tentu tidak. Kebebasan itu batasnya adalah kebebasan orang lain. Kira-kira begitu.
Sebagai contoh, kemarin Yogyakarta geger karena ada seorang pengendara sepeda onthel yang mencegat kelompok moge. Mereka ini sering melanggar lalu lintas, pergi dengan rombongan besar, menyulitkan pengguna jalan lain, dan suara yang cukup membuat telinga sakit. Komentar dari salah seorang teman saya cocok dengan tema pembicaraan kita ini: “Kita kok seperti belum merdeka, dijajah para pengendara moge.”
Nah, pengonthel ini memaksa agar kelompok yang kelihatannya serem ini untuk mematuhi aturan lalu lintas. Jadi, di bangjo ringroad mereka dihentikan, disuruh ikut aturan.
Kita juga punya banyak contoh pelanggaran semacam ini. Nyumet mercon di pemukiman. Untungnya di RT ini untuk waktu yang lama tidak pada nyumet mercon, mungkin sangune untuk berangkat teraweh sithik. Tetapi saya tinggal di perbatasan dusun, jadi ya tetap banyak mendengar suara keras seputar lebaran kemarin.
Kemudian, kita senang juga membuat suara keras dengan motor kita, terlebih jika pergi rombongan. Perginya berombongan kadang memenuhi jalan, dengan tongkat yang diobat-abitkan, sehingga menakutkan orang yang lewat. Belum lagi dengan suara kerasnya yang cukup mengganggu.
Yang kedua, adalah dengan menghargai apa yang telah dikaruniakan oleh Allah. Dengan kemerdekaan kita dapat menikmati semau kita, tanpa harus nyetor ke negeri penjajah. Konon, jaman Jepang dulu, iles-iles pun harus disetor ke tentara pendudukan jepang, katanya untuk diolah menjadi makanan mereka. Nah, kita kini dapat menikmati kekayaan alam kita–jangan tanya tentang perusahaan Freeport dan sebangsanya, saya ora dong.
Kekayaan alam kita kan luar biasa. Kita ingat lagunya Koesplus zaman dulu, jaman nom-nomannya Pak RT tahun 1973.
“Bukan lautan, hanya kolam susu,” jadi yang kimplah-kimplah di pantai selatan yang kita lihat dulu di Pantai Kwaru itu adalah susu, bukan hanya air. Jadi, manfaatnya sangat besar. Air saja manfaatnya sangat besar, apalagi jika air susu.
“kail dan jala cukup menghidupimu,” cukup dengan kail dan jala,
“tiada badai tiada topan kau temui“
“ikan dan udang menghampiri dirimu.” Seperti di surga.
“Orang bilang tanah kita tanah surga.” Betul, kan…
“tongkat kayu dan batu jadi tanaman,” tancapkan saja kayu nanti akan thukul jadi tumbuhan.
Nah, untuk itu tentu perlu pengelolaan yang tepat. Kita tidak boleh berlebihan mengambil hasil bumi, karena kebutuhannya bukan hanya sekarang.
Kita tidak perlu bom ikan, atau potas dan jenu, atau strum. Pancing dan jala saja sudah mencukupi kebutuhan kita sehari-hari.
Jadi, saya ringkas bahwa kita dapat menghargai kemerdekaan dengan dua hal. Yang pertama adalah kita harus bertoleransi, agar kemerdekaan kita tidak melanggar kemerdekaan orang lain. Yang kedua adalah menghargai apa yang menjadi milik kita, baik kebudayaan yang kita ciptakan, maupun apa yang dikaruniakan Allah kepada kita berupa alam seisinya. Tentu masih banyak yang dapat kita lakukan.
Demikian yang dapat saya sampaikan untuk menyambut ulang tahun Kemerdekaan esok hari.
Wonten tumpang-suh ing atur, saya mohon maaf.