Power of Pameran Topeng
Untuk kesekian kalinya, Museum Sonobudoyo Yogyakarta menggelar pameran topeng. Namun, berbeda dari pameran-pameran sebelumnya, pameran kali ini cukup selektif memilih koleksi museum, juga mendatangkan koleksi dari tempat lain.
Panji, sang Raja
Tema yang diusung kelihatannya adalah topeng dari dulu hingga sekarang. Topeng-topeng panji diambil sebagai wakil masa lalu, kemudian interaksi masyarakat sekarang, terutama seniman rupa, dengan topeng menjadi wakil dari masa sekarang. Topeng mainan dan karya anak-anak dalam membuat topeng dari bahan bekas–koleksi Museum Kolong Tangga–juga menjadi wakil dari topeng kontemporer.
Objek-objek pameran ditata secara kronologis dalam dua bagian. Topeng ‘klasik’ berada di lantai atas bangunan dua lantai yang terletak di sisi barat kompleks museum tersebut, sementara topeng kontemporer berada di lantai bawah yang akan didatangi terakhir oleh pengunjung.
Topeng panji masih menjadi primadona dalam pameran ini. Topeng ini memang populer pada budaya Jawa, bahkan mungkin dapat dinyatakan sebagai genre utama topeng di Jawa. Cerita tentang pengembaraan seorang raja mencari kekasih hatinya ini populer setidaknya sejak masa Klasik Muda, atau masa Jawa Timur, dalam tatakala arkeologi Indonesia.
Topeng panji hadir lagi pada lantai dua, yaitu topeng modern. Beberapa karya seniman dan kriyawan memperlihatkan topeng panji sebagai objek. Meski demikian, dalam pameran ini ditampilkan juga–pada seksi topeng tradisional–topeng-topeng Mahabharata dan Ramayana, topeng binatang, topeng-topeng pertunjukan dari Bali, dan topeng cacat muka.
Fasilitas pendukung pada pameran ini antara lain adalah media interaktif berupa layar sentuh. Pengunjung dapat memperoleh keterangan mengenai topeng pada perangkat tersebut. Yang agak ‘bermain-main’ adalah bahwa gambar topeng ditampilkan pada muka citra pengunjung sendiri, sehingga di layar terlihat bahwa pengunjung seakan mengenakan topeng yang dipilih.
Power (daripada) topeng
Pameran yang diselenggarakan dari tanggal 20 hingga 29 November 2015 ini cukup menarik, memperlihatkan keragaman topeng. Namun, terasa bahwa ruang dua lantai di gedung pameran temporer tidak mencukupi untuk menampilkan tema secara tuntas. Di samping itu, tema ‘resmi’ yang menggunakan bahasa Inggris kurang terepresentasikan di pameran ini: The Power of Topeng. Entah apa yang dimaksud dengan power dalam pameran ini. Di satu sudut pameran topeng-topeng dihadirkan dalam bentuk instalasi dengan anglo-anglo. Hal ini menggiring saya untuk menghubungkan antara power dan hal mitis di dalam topeng.
Meski demikian, kelihatannya penyelenggara berupaya melengkapi pameran dengan berbagai hal pendukung. Perangkat multimedia seperti telah disebut di atas menjadi sumber informasi bagi pengunjung–karena label pada objek minim keterangan. Buklet yang dibagikan kepada setiap pengunjung juga sangat membantu dengan berbagai foto topeng yang dipamerkan dan tulisan tentang topeng.
Kegiatan pendukung
Sementara itu terdapat berbagai kegiatan yang dapat dilakukan oleh pengunjung, baik selama pameran maupun insidental. Terdapat stand-stand topeng di luar arena–yang sayang ketika saya berkunjung pada hari terakhir telah kosong–untuk dikunjungi, juga kuis dan mewarnai topeng, bincang-bincang, hingga workshop. Acara pendukung ini dapat diikuti oleh pengunjung, yang tentu akan menambah kedekatan pengunjung kepada objek topeng dan dengan demikian akan meningkatkan apresiasi kepada salah satu wujud budaya ini. [z]