Aja Dumeh
\
Salah satu ungkapan bijak ini sangat populer bagi masyarakat Jawa hingga dipasang di berbagai tempat sebagai hiasan-pengingat. Tebeng becak paling sering menggunakan kata-kata, atau mungkin lebih tepat disebut dengan frasa, ini.
Makna “aja dumeh” kira-kira adalah “jangan mentang-mentang”. Jangan mentang-mentang berkuasa, kemudian mengeksploitasi liyan. Jangan mentang-mentang kaya kemudian menyepelekan orang lain.
Konteks tebeng becak rasanya cukup pas. Tulisan ini dapat memberi peringatan kepada orang lain, yang kebetulan berkendaraan pribadi, misalnya. Namun, sebenarnya frasa itu juga dapat menjadi pengingat bagi pak becak, agar tidak mentang-mentang juga. Mentang-mentang di jalan ketika mengayuh becaknya, atau mentang-mentang kelak kemudian hari ketika “nemu mulya“, lebih sejahtera.
Tulisan itu pun dapat berfungsi sebagai semboyan yang dianut pemilik kendaraan. Hal itu seperti tulisan “Bhinneka Tunggal Ika” pada lambang negara kita.
Beberapa hari yang lalu pada kendaraan di depan saya terpampang tulisan ini pada kaca belakang dengan ejaan “Ojo Dumeh”, lengkap dengan gambar tokoh wayang Semar, tokoh yang menjadi pamomong para ksatria Pandawa. Perpaduan gambar dan tulisan itu dapat berarti “Seperti Semar, jangan mentang-mentang, Ia adalah dewa, tetapi sangat bersahaja dan menjadi pembantu para ksatria yang manusia itu.
Tulisan di bagian belakang kendaraan itu dapat pula berarti nasihat, mungkin untuk mereka yang berada di belakang mobil tersebut. Termasuk saya. [z]