Pameran Promosi
Salah satu pekerjaan ‘wajib’ museum adalah menyelenggarakan pameran. Terdapat berbagai jenis pameran yang dilaksanakan oleh museum, salah satunya adalah pameran untuk promosi.
Pameran semacam ini sering dilakukan bersama museum lain, dikoordinir misalnya oleh Dinas Kebudayaan atau Dinas Pariwisata. Sebagai contoh adalah “Pameran Koleksi Unggulan Museum DIY dan Nusantara” yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DIY, 17-21 Mei 2017 di Jogja City Mall, Yogyakarta. Pada saat bersamaan beberapa museum di Kabupaten Sleman juga mengikuti Pameran Potensi Daerah, di Sleman. Untuk mengikuti pameran kabupaten yang rutin tersebut, museum-museum dikoordinir oleh Dinas Kebudayaan setempat.
Pameran promosi bukanlah pameran museum seperti biasa. Terdapat tujuan promotif, yaitu mengenalkan museum kepada khalayak. Maka, biasanya ditampilkan hal-hal yang khas dari museum, seperti identitas, sejarah, serta koleksi unggulan. Di samping itu, secara fisik museum dalam pameran promotif biasanya melakukan hal-hal sebagai berikut.
- Menampilkan foto dan teks. Dua hal ini cukup menonjol dalam setiap pameran, antara lain karena mudah dibawa dan mudah digunakan untuk mengekspresikan maksud dari pameran. Menampilkan objek, umumnya berupa replika dan miniatur meski sebagian juga menghadirkan koleksi aseli. Hal ini dapat dipahami karena masalah kelestarian dan keamanan dalam pengangkutan, transit, maupun saat pameran.
- Menyuguhkan berbagai hal yang interaktif. Hal ini digunakan untuk menarik pengunjung, membuat mereka terlibat, dan kemudian dapat memahami materi yang disajikan dalam pameran. Bentuk media interaktif ini cukup beragam, mulai dari perangkat mekanik sederhana hingga yang menggunakan elektronik secara rumit. Menyajikan contoh makanan untuk dicicip juga termasuk bagian dari interaksi antara pengunjung dan pameran.
- Memberi pelayanan, seperti menuliskan nama pengunjung dengan kaligrafi atau dengan huruf Jawa Kuna pada secarik kertas, hingga memberikan konseling tentang suatu topik. Hal ini dapat membuat pengunjung lebih ‘terikat’ pada pameran, menahannya lebih lama, dan ber-‘kegiatan’ lebih intensif dari pada sekedar membaca teks atau melihat foto dan objek.
- Memberi liflet dan buklet. Seperti juga teks dan foto yang dipajang, liflet dan buklet dapat mudah digunakan untuk menyampaikan maksud. Lebih dari itu, kedua benda ini juga memberikan elaborasi lebih atas objek di dalam pameran, atau tentang museum. Liflet dan buklet cemangking sehingga dapat dibawa dengan mudah baik oleh museum (ke tempat pamer) atau oleh pengunjung (ke rumah). Saking praktisnya, sering museum yang (ingin) berpartisipasi dalam pameran hanya menitipkan liflet dan buklet.
- Memberi kenang-kenangan, cendera mata, atau suvenir. Berbagai objek dapat menjadi suvenir bagi pengunjung, seperti batas buku, pin, gantungan kunci, stiker, ballpoint. Tentu, identitas museum menjadi penting untuk dicantumkan dalam benda kenang-kenangan tersebut.
- Ada perwakilan dari museum, seperti penjaga atau pemandu stan. Mereka dapat menemani pengunjung untuk berbincang tentang pameran atau museum, dan dapat memberi penjelasan lebih lanjut tentang koleksi dan museum. Oleh karena itu, penjaga stan mestinya mengetahui berbagai hal tentang koleksi, pameran, serta museum.
Hal-hal tersebut memperlihatkan fokus pameran pada aspek kehumasan, ketimbang bercerita mengenai suatu objek museum. Namun, penekanan pada sisi objek, dengan menonjolkan koleksi dan alur cerita yang terencana dengan cermat pun tidak salah. Kesan dan pengetahuan yang ditangkap oleh pengunjung museum juga dapat menaikkan citra museum. Sementara itu, pameran keluar dari museum seperti ke mal, berarti juga mendekatkan museum kepada khalayak, yang diharapkan menjadi tertarik untuk berkunjung. [z]
Catatan Kaki
- Terima kasih untuk Pak Udaya! [↩]