Lingga & Yoni
Tinggalan arkeologi yang sering ditemukan di Jawa di antaranya adalah lingga dan yoni. Dalam banyak kasus, kedua objek ini ditemukan terpisah meski tidak jarang pula yang ditemukan secara berpasangan.
Lingga
Arti kata lingga dalam bahasa sanskerta kurang lebih adalah ‘tanda’. Dalam khasanah arkeologi, lingga adalah objek terbuat dari batu berbentuk seperti tugu atau tonggak berukuran kecil, biasanya berukuran tinggi kurang dari satu meter. Bagian bawah objek ini berdenah bujur sangkar, bagian tengah berpenampang segi delapan, sementara bagian atas berbentuk silinder. Sebagai objek religi, bagian bawah lingga yang bersegi empat disebut brahmabhaga, bagian tengah yang berpenampang segi delapan disebut wishnubhaga dan bagian atas disebut rudrabhaga. Pada bagian ini terdapat garis melingkar yang disebut brahmasutra. Dari adanya tiga bagian tersebut, lingga mengandung makna Trimurti.
Hal tersebut didukung oleh beberapa mitologi tentang lingga pada kebudayaan India, yang umumnya mengkaitkan dengan Dewa Syiwa. Oleh karena itu, lingga di Jawa juga dianggap berkait dengan Dewa Syiwa, dan candi-candi dengan lingga dimasukkan ke dalam candi bersifat syiwaistis atau digunakan untuk memuja Dewa Syiwa. Candi-candi demikian juga sering memiliki ikon syiwaistis lain, seperti arca Ganesha, Durga, Agastya, atau Mahakala-Nandiswara.
Pada perkembangannya, lingga sering disebut sebagai perlambang dari phallus, atau alat kelamin laki-laki. Mitologi yang berkembang kemudian terlihat mengkaitkan antara lingga dan Syiwa dalam konteks ini.
Berkait dengan hal ini, terdapat pula lingga yang berbentuk phallus, seperti yang pernah ada di Candi Sukuh, Jawa Tengah. Lingga setinggi hampir dua meter ini sekarang disimpan di Museum Nasional. Dahulu lingga ini diletakkan pada bagian atas candi yang datar, yang sekarang menyisakan lubang. Pada lingga tersebut terdapat tulisan-tulisan Jawa Kuno yang antara lain adalah angka tahun 1362 Saka (1440 Masehi).
Lingga-lingga tersebut merupakan lingga yang biasanya berpasangan dengan yoni. Sementara itu terdapat batu tegak serupa lingga yang dalam khazanah arkeologi di Indonesia sering disebut lingga semu. Lingga semacam ini tidak memiliki bagian-bagian seperti lingga pada umumnya, berdiri sendiri tanpa yoni, dan sering sering digunakan sebagai batu batas wilayah atau penanda area. Mendirikan lingga dapat merupakan hal simbolik yang penting, seperti disebut dalam prasasti Canggal (732 M). Dalam prasasti tersebut Raja Sanjaya disebut mendirikan lingga di Bukit Sthirangga “demi menciptakan ketenangan bagi rakyatnya”.
Yoni
Yoni adalah tinggalan arkeologis yang berbentuk kubus batu dengan cerat di salah satu sisinya. Bagian atas terdapat lubang persegi untuk menempatkan lingga. Pada bagian atas juga terdapat takikan yang mungkin digunakan untuk menampung cairan yang disiramkan pada lingga saat upacara. Cairan itu akan turun keluar melalui cerat yoni.
Kubus adalah bentuk yoni yang umum ditemukan di Jawa. Terdapat beberapa yoni dengan bentuk lain, seperti bundar yang ditemukan di Piyak, Temanggung, yoni berbentuk segi yaitu Yoni Gambar dari Jombang, dan yoni berbentuk persegi panjang di Liyangan, Temanggung, yang bahkan memiliki tiga lingga.
Yoni dapat berornamen atau tidak. Umumnya, hiasan yang ada adalah pelipit-pelipit mendatar yang simetris pada bagian bawah dan atas sisi yoni, atau ditambah dengan “pilaster” yang berposisi tegak.
Cerat sering dihias pada bagian ujungnya dengan bentuk serupa daun atau vagina, sementara bagian bawah terdapat binatang yang menyangga cerat, seperti kepala naga, atau beberapa hewan bertumpukan (kepala naga dan kura-kura).
Yoni Klinterejo selain memiliki hiasan pelipit masih ditambah dengan sulur-sulur gantung dan ornamen lain. Bagian bawah cerat pun terdapat patung kepala naga. Pada salah satu sisi terdapat prasasti, yaitu angka tahun 1294Ç (1372 M). Di Museum Sonobudoyo terdapat yoni dengan gambar garuda pada salah satu sisi, mungkin dahulu adalah sisi depan.
Lubang pada yoni berkait dengan objek pasangannya yang dipasangkan di bagian atas. Umumnya, yoni memiliki lubang cukup dalam yang berbentuk segi empat. Lubang demikian akan tepat jika dipasang lingga. Beberapa yoni memiliki lubang yang berbeda, seperti yang ditemukan di Glonggong, Madiun yang memiliki lubang dangkal berbentuk segi delapan. Sementara itu, yoni di Sitihinggil Keraton Kasepuhan, Cirebon, memiliki lubang berbentuk bulat. Hal ini mungkin berkait dengan lingga berpenampang bulat yang sekarang berdiri di belakang yoni tersebut.
Beberapa yoni berpasangan dengan arca seperti pada candi-candi utama di kompleks Loro Jonggrang (Prambanan). Batu penyangga tiga arca utama bukanlah sekedar pedestal, namun merujuk pada keberadaan cerat, dapat disebut sebagai yoni. Untuk kasus demikian, maka boleh jadi lubang yoni tidak akan persegi, atau bahkan tidak berlubang, hanya takikan yang digunakan untuk meletakkan arca agar tidak bergerak.
Ukuran yoni pun beragam, dari kecil hingga besar. Yoni dari Situs Mintoragan, Blitar, hanya memiliki panjang sisi sekitar 25 cm, sementara yoni di Klinterejo, Mojokerto, berukuran 191×184 cm dan tinggi 122 cm. Umumnya yoni dibuat dari satu batu utuh meski berukuran besar. Akan tetapi, berbeda dari yang lain, yoni persegi panjang di Liyangan, Temanggung, disusun dari banyak potongan batu.
Lingga-Yoni
Yoni menggambarkan perempuan, atau alat kelamin perempuan. Persatuan antara lingga dan yoni adalah gambaran kesuburan. Maka, lingga dan yoni banyak ditemukan di berbagai tempat yang mungkin berkait dengan permintaan atau syukur atas kesuburan tanah pertanian.
Candi Sukuh dengan lingga natural di atasnya, secara struktural dapat dianggap sebagai lingga-yoni dengan bentuk yang lebih bebas. Phallus di bagian atas merupakan lingga yang berpasangan dengan bangunan candi yang berposisi sebagai yoni.
Pasangan laki-laki dan perempuan semacam ini terbawa sampai masa kini. Tugu Monas di Jakarta dinyatakan sebagai gambaran dari persatuan lingga-yoni. Jauh sebelum itu, ada sumbu khayali di Yogyakarta yang menempatkan Tugu (yang menjulang) di sisi utara kota dan Panggung Krapyak (yang lebih kubikal) di sisi selatan. Keduanya juga menyimbolkan laki-laki dan perempuan, sebagaimana lingga dan yoni.
Akan tetapi, kenyataan bahwa kadang lingga dan yoni ditemukan secara terpisah membuat muncul spekulasi bahwa keduanya dipuja secara terpisah pula. Lingga dipuja tersendiri, demikian pula dengan yoni. [z]