Homonimnya Toponim
\
Beberapa toponim sulit dipahami hanya dari nama tempat secara sendiri atau tunggal. Sebagai contoh adalah Jalan Seram di daerah Kebonpolo, Magelang, dan Jalan Sendok di daerah Karanggayam, Yogyakarta.
Melihat plang nama “Jalan Seram”, mungkin orang akan mengurungkan niat berkunjung atau melintas jalan di pinggir kali tersebut. Bayangannya adalah jalan yang gelap, mungkin berhantu. Akan tetapi, jika dihubungkan dengan nama jalan lain, kita dapat memahami bahwa jalan tersebut sama sekali tidak angker. Tidak jauh dari jalan tersebut terdapat nama Jalan Bali. Berarti, Seram sebagai nama jalan tersebut adalah Pulau Seram.
Begitu pula dengan Jalan Sendok, di utara kampus UGM tersebut. Mungkin akan terbayang dalam benak pelintas adalah perkakas rumah tangga, perlengkapan makan dan minum. Tetapi jika dilihat sekelilingnya, ternyata terdapat nama Jalan Weling. Jadi, Sendok tersebut berarti Ular Sendok, bukan sendok teman garpu.
Hal ini terjadi karena terdapat homonim dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia dan Jawa. Homonim adalah kata yang memiliki berbagai arti yang berbeda namun dalam ejaan dan pelafalan yang sama. Bolehlah mendebat, sebenarnya itu bukan diucap “sêram” dengan “e” seperti pada “jêruk”, melainkan dengan “e” taling (terbuka) seperti pada kata “témbak”. Tetapi, umumnya masyarakat di sekitar saya juga menyebut nama pulau itu dengan “e” jêruk.1
Mungkin hal semacam itu dapat disebut pseudo-homonim atau homonim lokal : ) Dalam istilah teknis adalah homograf, yang sama ejaannya saja.
***
Homonim untuk toponim yang lain tentu banyak. Di antaranya adalah Dudu. Di Purworejo terdapat toponim Dudu. Dalam bahasa Jawa, dudu berarti “bukan”. Menariknya, dusun atau desa Dudu tersebut terbagi dua, yaitu Dudu Wetan dan Dudu Kulon. Jika dudu berarti bukan, maka desa yang di sisi barat bermakna ” Bukan Barat” dan desa di sisi timur berarti “Bukan Timur”.
Saya yakin arti dudu itu bukanlah “bukan”, kecuali para leluhur desa yang memberi nama dulu iseng sekali. Masyarakat setempat menyebut desa tersebut dengan Ndudu, yang boleh jadi artinya “melakukan dudu” atau “bersifat dudu“. Arti kata “dudu” sendiri saya belum mencari tahu selain “bukan”. Namun, memang biasa orang Jawa melafalkan nama tempat dengan tambahan “n” atau “m” di depan kata, seperti Ndhongkelan dan Mbantul alih-alih Dongkelan dan Bantul.
***
Sedikit rumit, terletak tidak jauh dari Jalan Sendok. Di sisi timur Jalan Kaliurang terdapat Gang Sinom. Kata ini dapat berarti daun pohon asam, asem, yang masih muda (dan menjadi nama minuman terbuat dari daun tersebut), dapat pula berarti salah satu nama jenis tembang macapat dalam khazanah seni suara tradisi Jawa. Perkaranya, di sekitar gang tersebut terdapat nama tetumbuhan (atau buah?), seperti Wuni (bahkan nama dusunnya adalah Karangwuni), Nanas, Mulwa, Sawo, tetapi juga terdapat nama-nama dalam khazanah seni suara tradisional: Durma, Megatruh, Srikaloka … Jika kita ingat Diagram Venn pada pelajaran matematika, maka Sinom bisa masuk pada bagian irisan.
Masih di kawasan Sleman, terdapat kampung Jambon di Jalan Kabupaten. Besar kemungkinan toponim ini berasal dari kata “jambu”, artinya dahulu terdapat pohon jambu di lokasi tersebut. Akan tetapi, berjalan sedikit ke selatan dari kampung tersebut kita akan ragu dengan tafsir tadi, karena kita akan menemukan kampung bernama Biru.
***
Di Yogyakarta, yang sering menimbulkan salah duga adalah Kampung Gamelan. Saya kira banyak yang menduga bahwa nama ini terkait dengan alat musik tradisional, gamelan. Jadi, dikira dulu merupakan tempat tinggal para penabuh gamelan, tempat pembuatan gamelan, atau barang kali tempat penyimpanan gamelan. Kebetulan, seberang gang dari kampung di Njeron Beteng tersebut adalah kampung Pesindenan, yaitu para penyanyi tembang Jawa yang umumnya diiringi dengan gamelan. Akan tetapi, konon kampung Gamelan berasal dari para gamel, yaitu abdi dalem kraton yang bertugas merawat kuda. Untuk penabuh gamelan terdapat kampung lain, yaitu Nagan, berasal dari kata ‘niyaga’. Kampung Nagan terletak di sisi barat daya dari kompleks Njeron Beteng.
Jangan2 ada yang mengira nama Nagan tersebut terkait dengan naga, dragon : ) [z]
Catatan Kaki
- Demi mudahnya pemahaman, kita bisa menggunakan ketiga jenis “e” itu untuk mengucap “sêékor bèbèk.” [↩]