Mercon
\
Entah bagaimana asal mulanya, hari raya bisa identik dengan menyulut mercon, atawa petasan. Di kampung saya disebut dengan istilah “long“. Kegiatan tersebut dipandang cukup berisiko, karena suka mengagetkan, juga karena ledakannya bisa membahayakan. Setiap “masa penyulutan mercon” selalu terdengar kabar adanya korban jiwa akibat kecelakaan terkait mercon. Entah dalam pembuatan, penyimpanan, atau penyulutan.
Maka, pemerintah melarangnya. Untuk suatu kurun waktu hingga mungkin dua-tiga tahun yang lalu, di sekitar saya tidak banyak suara mercon diperdengarkan saat hari raya. Pengawasan pemerintah cukup ketat.
Di pinggir jalan kemudian banyak orang menjual kembang api yang hanya mengeluarkan suara letusan relatif kecil ketika dinyalakan. Orang lebih menikmati ledakan cahayanya di udara malam hari, daripada suara yang memekakkan telinga. Masih berisik juga sih sebenarnya …
Tapi tahun ini, cukup banyak suara mercon di hari raya. Jika kita berjalan-jalan akan mendapati di beberapa tempat kertas bekas mercon berserakan. Konon, terdapat persaingan antardesa tentang hal ini. Semakin banyak kertas berserakan di pagi hari raya, maka semakin ngetoplah desa itu. Tentu di mata anak-anak muda yang suka menyulut mercon itu.
Maka pagi itu, Mas Petruk bergegas dengan sapu mengumpulkan kertas-kertas berserakan itu di pinggir desa sana. Bukan agar bersih, tapi akan ia simpan hingga hari raya berikutnya, untuk ditabur lagi di tempat yang sama.
Biar menang dalam banyak-banyakan kertas bekas mercon …
Selamat idul fitri 1442, mohon maaf lahir dan batin… [z]