Sabar
\
Hari-hari ini sering melihat kabar di televisi tentang beberapa pengguna jalan yang marah-marah ketika mobil mereka diharuskan putar balik oleh petugas. Alasan petugas tentu karena hendak membatasi jumlah publik yang berada di tempat tujuan (untuk mencegah adanya kerumunan), atau mencegah mereka berada di suatu tempat nantinya (untuk mencegah adanya kontak dengan kemungkinan pembawa virus).
Yang marah-marah itu tentunya karena merasa terganggu perjalanannya atau tidak terpenuhi niatnya untuk berada di suatu tempat. Atau mungkin juga karena alasan lain, wallaahu a’lam.
Saya teringat pada satu khotbah jumat yang saya ikuti di Masjid Kampus UGM, rasanya tahun kemarin. Pak khotib bilang bahwa kita harus sabar, termasuk dalam kesabaran itu adalah mematuhi perintah pemerintah, waktu itu konteksnya adalah untuk tetap berada di rumah, mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak.
Saat ini kesabaran mesti lebih ditingkatkan. Tes di laboratorium untuk mendapatkan surat keterangan bebas Covid-19, tidak mudik, tidak berwisata, putar balik, mencari SIKM, tidak halal bihalal di kantor, upacara-upacara keagamaan yang komunal, mengikuti vaksinasi dua kali … Pandemi ini sekarang semakin rumit dengan penderita yang semakin banyak, virus yang lebih bervariasi–dan konon lebih ‘ganas’, serta tuntutan untuk segera beraktivitas seperti normal agar semua sendi kehidupan dapat berjalan dengan baik. [z]
Update
Ternyata pandemi juga ujian kesabaran tersendiri bagi polisi. Pak Polisi yang bertugas ketika ada pelintas yang tidak sabar itu diapresiasi karena kesabarannya. Judul salah satu berita daring: “Briptu Marcelino, Sosok Polisi Sabar saat Dimaki di Pos Penyekatan, Diapresiasi Kapolres”.