Pengolahan ‘Material’ Kurban
/
Umumnya masyarakat antusias menyelenggarakan ibadah kurban, baik untuk yang berkurban, atau mereka yang mengelola, juga mereka yang menerima. Rasanya semua mendapat bagian pahala ibadah.
Beberapa kali telah saya tulis rerasan tentang kurban dalam hal teknik penyelenggaraan. Tentang cara membaginya, misalnya. Banyak yang harus dipertimbangkan dalam membagi daging kurban (atau material kurban, karena tidak hanya daging tetapi juga kulit dan tulang).
Nah, berkait dengan yang tidak hanya daging tadi (karena semua kelihatannya diharuskan habis terbagi, tidak ada yang tersisa dan dilarang dijual atau diberikan sebagai upah), mungkin perlu semacam penataran bagi para warga yang setiap tahun selalu menjadi langganan sebagai panitia kurban. Mereka akan melakukan penyembelihan, pengulitan (ngêlèti, istilah Jawa), pencacahan material daging dan lainnya, serta membungkusnya sebelum akhirnya mungkin ikut juga membagikan kepada yang berhak. Proses itu bahkan sudah dimulai beberapa hari sebelumnya, sejak pencarian hewan kurban dan perawatan sebelum disembelih.
Setelah semua daging dibagi di siang atau sore hari, misalnya, kadang masih terdapat tulang-tulang keras yang sulit diolah oleh panitia. Mau dipotong, tidak punya alat yang sesuai, misalnya. Atau tidak tahu bahwa bagian tersebut dapat dikonsumsi juga. Akhirnya mungkin tulang-tulang keras akan terbuang, atau kadang dijual ke penampung yang kadang berkeliling kampung mencari tulang-belulang yang hendak dijual.
Jadi, pemahaman dan penguasaan teknik untuk mengolah daging (sejak prapenyembelihan hingga pengemasan) perlu dikuasai oleh para panitia khususnya mereka yang bertugas menangani ‘daging’ agar semua bagian termanfaatkan, tidak ada yang tersia.
Nanti masih ada lagi penanganan yang harus dilakukan pada level rumah tangga penerima material kurban. Di dapur harus ada yang menguasai cara menyimpan, cara mengolah, dan dan nanti semua harus tahu cara mengonsumsinya. [z]