Ngopi di Hari Rempah Nasional
/
Kemarin, 11/12, ternyata merupakan Hari Rempah Nasional. Saya baru tahu setelah membuka IG Jalur Rempah. Itu pun tidak tercantum di sana kapan Hari Rempah Nasional itu, dan saya harus mencari menggunakan Google. Ternyata, tanggal itu baru ditetapkan tahun kemarin untuk memperingati pengapalan pertama cengkih dari Indonesia ke Eropa, di tahun 1521.
Tepat lima ratus tahun yang lalu.
***
Meski kata ‘rempah’ sudah melekat pada ingatan sejak sekolah dasar dahulu, yaitu bahwa orang Eropa datang kemudian menjajah Indonesia adalah karena mencari rempah-rempah, sejatinya saya tidak tahu pasti definisi rempah. Harus meng-google lagi, dan ketemu bahwa: “Rempah-rempah adalah bagian tumbuhan yang beraroma atau berasa kuat yang digunakan dalam jumlah kecil di makanan sebagai pengawet atau perisa dalam masakan.” Batasan itu ada di Wikipedia dan di beberapa website, yang entah mana mengutip yang mana.1
Wikipedia juga memberikan keterangan tambahan: “Rempah-rempah biasanya dibedakan dengan tanaman lain yang digunakan untuk tujuan yang mirip, seperti tanaman obat, sayuran beraroma, dan buah kering.” Jadi, kita tidak dapat mengatakan: “… rempah antara lain digunakan untuk pengobatan …” Dalam logika ini, berarti brotowali (Tinospora cordifolia) yang terkenal dalam jejamuan itu bukan rempah, karena tidak mungkin batang yang sangat pahit ini digunakan sebagai perisa dalam masakan.
Hal ini berbeda dari definisi yang konon diberikan oleh Dewan Rempah Indonesia. Menurut lembaga tersebut, rempah adalah “… bagian tanaman … yang dapat menjadi bumbu penyedap … atau memiliki fungsi sebagai obat.”2
***
Ingatan cepat saya kepada rempah adalah pameran “Upaboga” yang merupakan pameran temporer dari Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Pameran tersebut digelar sepanjang bulan November hingga Desember 2021.
Terdapat tampilan tentang rempah pada pameran tersebut: peta jalur rempah (dan jalur sutera), diikuti dengan pajangan berbagai bagian tanaman yang beraroma, mulai dari rimpang, kulit kayu, hingga biji dan buah kering. Teks caption pada di bawah peta tersebut menyatakan tentang kejayaan rempah di Indonesia di masa lalu, menyampaikan juga masa depan yang beranjak dari masa lalu tersebut: cita-cita mensejajarkan jalur rempah dan jalur sutera sebagai warisan dunia.
***
Selamat Hari Rempah Nasional.
Kebetulan, saya mengakhiri malam kemarin dengan minum kopi jahe. Kopi hitam Temanggung itu saya seruput di “Wedangan @Ndalem Pakoeningratan”, di Ngasem, Yogyakarta, dengan rasa dan aroma pedas khas rimpang jahe yang ditambahkan. [z]
Catatan kaki