Minyak goreng
\
Hari-hari ini minyak menjadi primadona pembicaraan. Beberapa pekan minyak goreng susah dicari dan berharga melambung. Selain (umumnya) para ibu yang mengantre minyak goreng, para bapak pun mengantre minyak solar di beberapa SPBU.
Akan tetapi bukan itu fokus tulisan ini. Yang itu biarlah diurus mereka yang berwenang.
***
Lampu minyak yang pagi ini saya temui di restoran tempat saya (dan teman-teman) sarapan, membawa keluar pengetahuan lama saya bahwa terdapat berbagai jenis dan guna minyak goreng (sebut saja minyak goreng sebagai nama générik). Tentu, yang utama terlihat adalah bahwa minyak ini digunakan untuk menggoreng sesuai namanya yang populer namun banyak fungsi lain dari minyak ini.
Baca juga: Goreng
Sebagai bahan bakar lampu, seperti lampu minyak di restoran tadi, minyak ini kelihatannya telah lama digunakan di Jawa. Setidaknya di masa Klasik Indonesia (masa Hindu-Budha) terdapat lampu-lampu minyak kelapa yang digunakan, mungkin, dalam upacara keagamaan. Lampu minyak kelapa juga digunakan oleh para dalang untuk mengisi bléncong, lampu penerangan dalam pertunjukan wayang kulit, yang menghasilkan cahaya yang lunak dan dapat ber-kěbat-kěbit tertiup angin sehingga akan membuat wayang yang diterangi seakan hidup. Lampu minyak kelapa juga akan mengeluarkan aroma gurih dari minyak terbakar jika dinyalakan.
Beberapa orang malah mencoba menggunakan minyak bekas dari restoran-restoran cepat saji untuk menjalankan kendaraan.
Minyak kelapa juga digunakan untuk minyak urut sepertinya. Setidaknya, dalam hal kesehatan, terdapat minyak telon yang biasa dibalurkan pada bayi setelah mandi, mengandung minyak kelapa (dan dua jenis minyak lain, yaitu minyak adas dan minyak kayu putih, sehingga berjumlah tiga alias tělu).
Minyak cěm atau cěm-cěman adalah salah satu penggunaan minyak kelapa–saya tidak tahu apakah dapat menggunakan minyak sawit. Mungkin sekarang sudah tidak banyak yang mengenal cairan perawatan rambut ini. Masyarakat dahulu merendam, nyěncěm, dedaunan tertentu di dalam minyak kelapa yang nanti akan dioleskan pada rambut. Mestinya yang direndam adalah herbal yang dapat bermanfaat untuk perawatan rambut, dan mungkin juga mengeluarkan aroma tertentu. Termasuk minyak cěm-cěm ini saya kira adalah minyak urang-aring yang dahulu sangat populer, yang merupakan cěncěman daun perdu urang-aring (Eclipta prostrata) pada minyak kelapa.
***
Sebelum minyak sawit meraja di pasar, dulu minyak kelapa lebih banyak dijumpai. Sebutan kami di desa adalah lěnga klěntik. Saya pikir semua minyak goreng adalah lěnga klěntik, tetapi konon sebutan ini hanya untuk minyak kelapa, bukan yang dari sawit–atau kelapa sawit. Keluarga kami tetap menyebut minyak goreng, apapun bahannya, sebagai lěnga klěntik.
Sebagian penduduk di wilayah Klaten dahulu menyebut minyak goreng dengan istilah barco. Sepertinya barco adalah merek dagang yang suatu ketika sangat terkenal atau mendominasi perminyakgorengan di tempat itu sehingga digunakan sebagai nama générik untuk minyak goreng. Hal ini mirip dengan remason, kodak, atau honda.
***
Ibu saya dahulu jika memiliki kelapa yang sudah tua dan kering sering membuat minyak kelapa. Prosesnya sederhana, dengan memarut daging buahnya, memeras untuk diambil santannya, serta memanaskannya hingga air hilang dan tersisa minyak bening. Eh, ada juga sisa lain yang saya suka, yaitu blondho yang berasa gurih. Mungkin makanan ini disebut juga kěthak yang lebih ada banyak di pasar waktu itu. Kěthak di pasar sepertinya merupakan sisa proses pembuatan minyak yang diproduksi di pabrik karena dijual dalam jumlah banyak dan berbentuk keras sehingga bisa diiris jika ada yang membeli. Pabrik akan mengepres, menekan, blondho yang mereka hasilkan agar minyak keluar sebanyak-banyaknya. Hal ini membuat kěthak di pasar menjadi padat dan dapat diiris, berbeda dari blondho di rumah yang terurai dan lunak, basah mengandung minyak. [z]