Menjejaki langkah Pangeran Diponegoro
\
Tanggal 18-22 Mei 2022, di Museum Kota Makassar diselenggarakan pameran temporer “Jejak Pangeran Diponegoro”. Pameran ini diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DIY bekerjasama dengan Museum Kota Makassar.
Kepahlawanan Diponegoro, seperti kita ketahui, bermula dari masalah-masalah di lingkungan Kraton Yogyakarta pada masa tersebut, terutama dalam kaitannya dengan imperialisme Belanda. Kehidupan para bangsawan yang terpengaruh oleh kebiasaan buruk para penjajah, situasi ekonomi masyarakat yang tidak baik, ditambah dengan pemancangan patok pembangunan kereta api yang melewati tanah nenekndanya, membuat Pangeran Diponegoro segera mengangkat senjata.
Setelah tempat tinggal di Tegalrejo diserbu tentara Hindia-Belanda, Pangeran Diponegoro menyusun kekuatan di Gua Selarong, Bantul. Dari tempat tersebut peperangan kemudian dikobarkan hingga lima tahun berikutnya.
Peperangan berkobar selama lima tahun, cukup pendek jika dibanding dengan kekuasaan kolonialisme sejak VOC hingga Hindia-Belanda namun cukup merepotkan Hindia Belanda. Korban cukup banyak di kedua belah pihak, peperangan meliputi seluruh Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY sekarang (sehingga disebut Perang Jawa), membuat kas Belanda (saat itu juga sedang menghadapi perang lain di Eropa) habis. Hal itu membuat Belanda menerapkan strategi baru dalam penjajahannya di Indonesia, seperti cultuurstelsel, yang lebih kita kenal dengan nama Tanam Paksa.
Singkat cerita, Pangeran Diponegoro diasingkan di Manado dan dipindah ke Makassar hingga akhir hidupnya. Makam Pangeran Diponegoro berada di Makassar, dan keturunannya juga berada di Makassar, konon sampai dua ribu orang. Dari sisi ini, pameran di Makassar kemudian menjadi penting, menjembatani lagi hubungan dari Yogyakarta dan Makassar, yang dulu pernah dijalani oleh Pangeran Diponegoro, dari Selarong ke Sulawesi.