Mie Titi
\
Kapan suatu kuliner menjadi khas, itu adalah misteri yang akan terjawab oleh waktu. Berbagai inovasi kuliner dilakukan terlebih pada masa persaingan seru seperti sekarang. Masing-masing warung makan, eh restoran, membuat menu yang khas mereka. Berbagai acara memasak di televisi, terutama yang bersifat lomba atau persaingan, menayang inovasi-inovasi yang dilakukan untuk membuat makanan yang khas.
Khas itu bisa dari namanya (yang kadang aneh-aneh itu), bisa pula dari konten (ditambah bahan yang tidak biasa digunakan untuk masakan tersebut), cara pengolahan, serta cara penyajian. Atraksi, bentuk visual, kadang termasuk yang membuat khas suatu kuliner.
Namun, itu tadi, tidak semua berhasil.
*
Mie titi saya rasa cukup sukses. Setidaknya teman-teman saya semalam tertarik untuk mencoba salah satu kuliner yang dijajakan di Makassar ini. Rata-rata mereka terpuaskan dengan mie titi yang kami pesan. Setidaknya, keseimbangan rasanya dianggap masuk di lidah orang-orang yang saban hari tinggal di seputaran Jogja itu.
Mie, atau mi, kadang disebut bakmi juga, adalah bahan makanan terbuat dari tepung yang dibuat serupa tali atau benang panjang. Titi? Saya cari di kamus bahasa Makassar, artinya adalah pokok. Akan tetapi mungkin bukan berasal dari kata itu. Menurut penelusuran dengan google, titi berasal dari bahasa Mandarin yang berarti adik laki-laki. Salah satu pengusaha restoran mie ini dahulu dipanggil “titi” di keluarganya, sehingga kemudian terkenal dengan nama mie titi.
Jadi, mie titi ini dijenama dengan namanya, yang mengambil nama (panggilan) dari pemiliknya.1
Masakan mie titi adalah semacam ifumi, bihun yang digoreng kering, kemudian di atasnya diberi punggasan alias topping mirip dengan capcay, berupa telur goreng, bogabahari atau boleh memilih ayam, sawi hijau, dan potongan aci semacam cilok. Ada juga loncang dan bakso ikan sepertinya. Semua itu direkat dengan lumeran tapioka alias tepung kanji, atau aci. Sebagai penambah sedap disediakan lombok rawit hijau yang direndam semacam acar, jeruk nipis peras, serta kecap manis.
*
Untuk mencapai kuliner yang khas, kita bisa menciptakan baru, mengimpor dari tempat lain, atau memodifikasinya.
Nah, yang di Jogja mungkin bisa membuat mie titi ceker, atau kata Teman Marul: mie titi ceker mercon. Siapa tahu beruntung dan menjadi khas. [z]
Surup di Makassar, 18522
- Di Nusa Tenggara juga terdapat kata ‘titi’ yang melekat pada jagung tumbuk, jagung titi. [↩]