Dodol Bensin
\
Beberapa hari yang lalu saya diberi miniatur scene tukang bensin, bakul bensin, kios bensin, atawa wong dodol bensin, oleh Mas Mus, kolega di Arkeologi. Skalanya cukup kecil, tapi pengerjaannya dapat halus dan rinci. Jika boleh mengkritik, mungkin hanya papan namanya yang terlalu maju, rapi dengan font Gill Sans MT.
Yang menarik juga adalah adanya boks telepon umum di minirama itu. Telepon umum demikian sangat populer tahun 80-90-an sebelum wartel merebak. Fasilitas itu sudah sulit ditemui sekarang di zaman pascawartel ini, zaman orang berhubungan dengan smartphone milik sendiri.
Mungkin nanti kios bensin juga sulit ditemui, apalagi jika bahan bakar fosil sudah tidak digunakan. Mungkin nanti kita juga akan ngecas sendiri motor atawa mobil kita di rumah, meski di awal perubahan akan ada “warcas”, warung tempat ngecas motor di pinggir jalan.
***
Tukang bensin tersebar sangat banyak di sepanjang jalan, di manapun. Saya pernah menghitung jumlah kios bensin di sepanjang perjalanan saya dari rumah ke kantor sepanjang sekitar 26 km. Hasilnya adalah terdapat 111 kios bensin baik yang masih beroperasi maupun yang sudah berhenti, hanya menyisakan rak yang kosong melompong di pinggir jalan. Artinya, setiap 230-an meter terdapat satu lapak bensin eceran. Jika masih beroperasi semua, maka para pengendara yang tidak rajin mengisi bahan bakar motornya tidak perlu khawatir. Mereka tidak perlu jauh mendorong motornya sebab bensin selalu tersedia di sepanjang jalan. Paling jauh ia akan mendorong 115 meter, secara matematika.
Jumlah yang banyak ini mungkin karena usaha jual bensin adalah mudah, yang penting terdapat tempat di pinggir jalan, entah milik sendiri atau di trotoar. Masukkan bensin ke dalam botol seliteran, atau jeriken untuk dua literan, dijejer rapi pada rak, selesai. Tinggal menunggu orang kehabisan bensin yang mampir.
***
Karena cukup mudah seperti di atas, bisnis ini biasanya identik dengan usaha masyarakat bawah. Kalangan atas akan menjadi pengusaha pom bensin. Ingat lagu Iwan Fals “Ambulance Zig Zag” tahun 1981, dengan lirik kurang lebih:
” … tak lama berselang
supir helicak datang
masuk membawa korban yang berkain sarung
Seluruh badannya melepuh
akibat pangkalan bensin ecerannya meledak … “
Lagu itu berisi tentang orang kecil yang direpotkan aturan rumah sakit sebelum pengobatan dilakukan. Orang kaya, pada lagu itu, langsung ditangani begitu masuk rumah sakit.
“… Tanpa basa basi
ini mungkin sudah terbiasa“
***
Akan tetapi dengan banyaknya rak bensin yang kosong di pinggir jalan itu, sepertinya bisnis bensin eceran itu sepertinya tidak mudah-mudah amat. Ada satu kios langganan saya dahulu yang harus berusaha keras, agar tetap laku. Ia selalu memberikan permen kepada setiap pembeli. Alhasil banyak pelintas yang membelokkan motornya ke sana meski sedang berada di sisi jalan yang berbeda.
Berburu bensin ke pom untuk dijual itu juga sepertinya tidak mudah. Tidak semua pom bensin menerima pembelian dengan jeriken, jèrikèn, jerry can, untuk kembali dijual secara ècèran. Kadang terbaca tulisan di pom bensin “tidak menerima jerigen”, atau “pembelian dengan jerigen harus dengan surat keterangan kelurahan”. Sekarang juga “pembelian jerigen hanya untuk pertamax”.
***
Beberapa tahun terakhir terdapat tren baru, mereka yang memiliki modal lebih membeli mesin dispenser bensin, atau pompa bensin. Iklan di pinggir jalan waktu itu, mungkin lima tahun-enam tahun yang lalu, menawarkan pompa semacam itu, yang mirip dengan punya Pertamina tapi portabel, seharga sembilan juta rupiah.
Para pemilik kios bensin dengan botol kemudian tergusur. Setidaknya hal itu terlihat di beberapa tempat.
Kini terdapat kemudahan mengusahakan stasiun pompa bensin resmi jenis tertentu, dengan modal yang relatif kecil. Jika tidak salah, jika di wilayah kelurahan belum ada pom bensin, maka boleh mendirikan pom tipe itu. Tentu dengan bekerja sama dengan Pertamina. Ini juga berpotensi menghilangkan penjual eceran dengan botol.
***
Akan tetapi survival pengusaha bensin eceran itu juga luar biasa yang membuat mereka tetap bertahan. Beberapa orang berusaha tepat di seberang pom bensin yang besar. Entah strategi apa yang mereka gunakan, mungkin untuk njagani jika pom bensin sedang tutup misalnya sedang pembongkaran bbm (yang rasanya sekarang tidak perlu menutup), atau sedang ditinggal jumatan oleh pegawai pom. Saya hanya pernah melihat dua alasan itu yang membuat pom bensin tutup pada jam bukanya.
Eh, ada satu alasan lagi. Pernah ada pom tutup karena bangunan di belakangnya terbakar. [z]