Sengkalan memet: tetenger sejarah
\
Tradisi sengkalan umum di Indonesia, setidaknya di Jawa. Penggunaan sengkalan mungkin terpengaruh oleh budaya India, tetapi di Indonesia sengkalan menjadi berbeda. Tidak sekedar men-jejer kata, tetapi terdapat makna pada frasa yang digunakan.
Sengkalan sering disematkan pada bangunan. Di lingkungan kraton Yogyakarta, terdapat beberapa sengkalan baik berwujud tiga dimensi, dua dimensi, maupun kata-kata. Dalam wujud tiga dimensi (patung) dan dua dimensi (gambar), sengkalan disebut sebagai sengkalan memet, atau rumit.
Salah satu sengkalan terkenal di kraton Yogyakarta adalah berujud patung dua ekor naga berlilitan ekor. Patung yang terletak di kelir Regol Kemagangan dan Regol Gadhung Mlathi ini diucapkan sebagai “Dwi Naga Rasa Tunggal”, melambangkan tahun Jawa 1682 (dwi=2, naga=8, rasa=6, tunggal=1). Angka tahun itu bertepatan dengan 1756 Masehi, peringatan atas pembangunan istana baru pada waktu itu.
Selain Dwi Naga Rasa Tunggal, di Regol Kemagangan juga terdapat sengkalan Dwi Naga Rasa Wani, yang melambangkan tahun yang sama. Patung dua naga ini terletak di “pipi tangga” regol tersebut di sisi luar.
Dilihat dari sisi tersebut, ukiran patung naga di atas kelir dan pipi tangga tersebut bersifat monumen, pengingat atas peristiwa tertentu. [z]
Baca juga