Jago Kluruk
\
We lha kae, jagone kluruk
Lagu “Jago Kluruk”, dipopulerkan oleh Waljinah.
Iku mau tandane wayah bangun esuk
We lha kae, jagone kluruk
Iku mau tandane wayah bangun esuk
Belasan WNA di suatu tempat di Bali diberitakan komplain ke kecamatan karena terganggu suara ayam jantan berkokok, jago kluruk, di dini hari. Saya rasa ini terkait dengan gegar terhadap budaya atau lingkungan, karena berbeda kebiasaan dan kondisi antara tempat asal mereka di Eropa dan Amerika, dan tempat baru yaitu Bali yang masyarakatnya memang senang memelihara ayam jantan.
Saya sendiri suka-suka saja dengan jago kluruk. Meski sekarang sudah tidak sebanyak dahulu, mendengar jago kluruk di dini hari membuat sadar bahwa matahari sudah akan terbit.
***
Jago kluruk tentu didengar di banyak tempat karena ayam merupakan salah satu hewan domestikasi yang penting yang dipelihara berbagai bangsa. Akan tetapi, suara ayam jantan itu diartikulasikan oleh berbagai budaya dengan kosa-kosa yang kata beragam. Kata onomatopae, meniru bunyi, kokok ayam di Jawa adalah “kukukluruk“. Suara ayam ini di Sunda didengar sebagai “congkorongok“, dan di Prancis digambarkan “cocoricoooo.” Yang aneh bagi saya adalah di Inggris. Hewan ini dianggap berkokok: “cockadoodledo.”
***
Jago kluruk pernah berjasa, konon. Zaman Bandhung Bandawasa berkeinginan menikahi Rara Jonggrang, sang putri dari Kraton Baka itu memberi syarat untuk dibuatkan seribu candi dalam waktu semalam. Syarat itu hanya cara Rara Jonggrang untuk menolak keinginan Bandhung Bandawasa. Namun, menjelang pagi ternyata seribu candi hampir jadi genap. Rara Jonggrang, pengikut, serta warga pun membakar jerami, memukul lesung seakan matahari hendak terbit. Ayam jantan pun berkokok, dan pembangunan candi terhenti.
Rara Jonggrang akhirnya selamat tidak diperistri Bandung Bandawasa.
Wis wayahe esuk jagone kluruk
Lagu Jawa
Rame swarane pating kemrusuk
Adhuh senenge sedulur tani
Bebarengan padha nandur pari.