Perunggu dan Tembaga
\
Dua kerajinan logam pada pameran “Patembaya” (26 September sd 1 Oktober 2023) mengingatkan pada materi pada awal kuliah di Arkeologi dahulu. Dua kerajinan tersebut adalah nekara dan kenceng, masing-masing berbahan perunggu dan tembaga.
Dalam pembahasan masa Prasejarah disebutkan adanya masa Perundagian, atau masa logam yang mengikuti masa batu. Umumnya, terdapat urutan tembaga, perunggu, dan besi. Di Indonesia tidak ada periode tembaga pada perkembangan budaya masa Perundagian, tetapi disebut perunggu-besi, karena bersamaan antara penggunaan perunggu dan besi.
Kerajinan perunggu yang ditampilkan yang berasal dari masa Prasejarah adalah nekara, koleksi Museum Sonobudoyo. Bentuk objek ini seperti genderang namun keseluruhan terbuat dari perunggu yang dicetak. Sementara itu, objek tembaga yang muncul dalam pameran berasal dari masa kemini, tahun 1950 atau 1960-an, berupa kenceng (dan kekep) yang merupakan koleksi Museum Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia.
Dua objek ini sudah jarang digunakan. Nekara bahkan mungkin sudah tidak lagi digunakan kecuali di Alor yang salah satu ragamnya, yaitu moko, masih digunakan sebagai belis atau mas kawin.
Dua objek dari zaman yang terpisah jauh tersebut memiliki bentuk yang mirip, seperti tabung pendek dengan penutup pada salah satu ujungnya. Namun, fungsinya berbeda jauh. Nekara digunakan dalam upacara sebagai alat tabuh (sering dikatakan sebagai sarana pemanggil hujan), sementara kenceng digunakan untuk memasak.
Pada satu titik fungsi, kedua objek ini memiliki kesamaan, yaitu sebagai wadah. Kenceng digunakan untuk wadah makanan, sementara nekara terkadang digunakan dengan cara dibalik untuk wadah tulang-tulang dalam penguburan sekunder.
Baca juga