Menemui Sang Durga
~
Durga dan tiga arca lain yang berasal dari Singhasari pulang dari Leiden beberapa minggu yang lalu, menyusul Prajnaparamita yang sudah terlebih dahulu pulang di tahun 70-an. Dalam kepulangan kali ini tidak hanya mereka berempat. Ada juga keris dari peristiwa Puputan Klungkung, perhiasan dari kerajaan Lombok di Cakranegara, dan lukisan-lukisan kelompok perupa Pita Maha.
Kepulangan, atau repatriasi itu tidak bersamaan dalam satu pesawat. Setidaknya lukisan-lukisan Pita Maha baru tiba beberapa hari yang lalu. Demikian menurut Mas Gilang, pemandu pameran.
Ya, saya nonton Pameran Repatriasi, diselenggarakan oleh pemerintah di Galeri Nasional. Hari ini adalah hari terakhir pameran yang diselenggarakan sejak akhir bulan kemarin itu. Saya nonton kemarin, bareng kolega senior saya yang juga mulang ikonografi, Mbak Nia. Juga bareng mulang Rancang Pamer Museum.
Selain arca Durga, arca lain dari Singhasari yang kembali tahun ini adalah Mahakala, Ganesha, dan Nandiswara. Keempatnya merupakan arca yang rasanya merupakan puncak seni arca Hindu-Buddha di Indonesia. Tentu bersama dengan Prajnaparamita yang kali ini juga dipamerkan.
Kelihatannya cukup tinggi antusiasme publik untuk nonton pameran ini. Entah karena sore kemarin adalah malam minggu dan ada acara bikin sketsa bareng, suasana Galnas cukup ramai. Tetapi mungkin memang banyak yang berminat. Etta, mantan mahasiswa saya tidak kebagian kuota yang diatur per jam itu.
Dua mantan mahasiswa saya yang lain telah pamer di media sosial tentang kunjungan ke pameran ini. Seorang alumnus konon tadi juga kepranggul masuk ke pameran setelah kami. Di akhir malam kemarinketemu alumnus lain yang juga mengaku telah nonton. Beberapa pegawai dari Museum Benteng Vredeburg juga telah berkunjung.
Pengunjung pameran sejatinya tidak dipandu hingga selesai. Kebetulan kami berdua menggunakan jalur VIP sehingga Mas Gilang, yang kami kenal dalam acara-acara Komunitas Jelajah dan JMPTI, memandu kami hingga akhir bersama dengan beberapa rombongan VIP lain.
Pemanduan ini juga memakan waktu sekitar 55 menit, seperti kunjungan biasa. Hanya kami berdua diberi tambahan waktu untuk menonton film tentang repatriasi ini sampai selesai. Mas Gilang, yang skripsinya tentang repatriasi ini, cukup piawai untuk menjadi pemandu.
Bukan hanya Mas Gilang pemandu yang pintar. Teman lain yang sudah berkunjung menyatakan jika para gallery sitter juga menguasai materi pameran ketika ditanya.
***
Ada banyak objek yang dipamerkan, tetapi arca Durga ini banyak disebut dalam perkuliahan dahulu sehingga membuat penasaran seperti apa wujudnya. Tiga dimensi, dinamis, berornamen raya.
Sayang perjumpaan dengan Dewi Durga ini begitu singkat. Rincian adikarya ini belum sempat teramati dengan baik dan tidak pula dapat mendokumentasi dengan baik menggunakan hp saya yang sudah berkategori kentang ini. Akan tetapi pertemuan sekilas ini dapat menjadi pengalaman yang akan selalu terbawa saat membahas karya seni Indonesia, khususnya dari masa Hindu-Buddha. [z]
Kereta Api “Manahan”, 10 Desember 2023.