Masjid Jawa, Jelajah Pustaka
\
Bagian dari tulisan Mencatat dan Membicangkan Masjid Indonesia
Untuk kawasan seluruh Jawa, terdapat beberapa tulisan berkait dengan topik tertentu, atau bagian tertentu dari masjid. Buku yang cukup tebal diterbitkan oleh Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman tahun 2018, dengan judul “Yang Silam jadi Suluh jadi Suar: Masjid Warisan Budaya di Jawa dan Madura”. Beberapa ahli Belanda telah menulis masjid-masjid di Jawa, seperti H.J. de Graaf yang menulis “De Oorsprong der Javaanse Moskee”, pada Indonesie 1, tahun 1947-1948, yang diterjemahkan tahun 1963 menjadi “The Origins of the Javanese Mosques” yang diterbitkan dalam jurnal JSAH. G.F. Pijper menulis “Minaret in Java” (1947) dan “De Moskeen van Java” (1977). Sementara itu, arsitek Prancis, Jacques Dumarcay menulis “La Charpenterie des Mosquees Javanaises” (Pertukangan Masjid-masjid Jawa), pada buletin Archipel nomor 30 (1985).
Untuk wilayah ini, Bambang Setia Budi menulis dua artikel, yaitu “A study On History and Development of the Javanese Mosque, part 1: A Review of Theory on The Origin of the Javanese Mosque” di Journal of Asian Architecture and Building Engineering tahun 2004, dan bagian berikutnya “A study On History and Development of the Javanese Mosque, part 2: The Historical Setting and Role of the Javanese Mosque under the Sultanates” di jurnal yang sama, tahun 2005.
Berkait dengan pertukangan, Handinoto dan Samuel Hartono (2007) menulis “Pengaruh Pertukangan Cina pada Bangunan Masjid Kuno di Jawa” dimuat pada Jurnal Dimensi.
Dalam hubungan dengan sesuatu di luar masjid, Gufron menulis “Kompleks Masjid Jami’ Kauman di beberapa Kampung Kauman di Jawa: Kajian tentang Keletakan”, (skripsi Arkeologi FS UGM, 1996). Dalam konteks kerajaan, Raharja menulis “Bentuk Arsitektur Mesjid-Mesjid Kerajaan di Jawa” (Skripsi Arkeologi FS UGM, 1987), sementara Sri Hardiyatno menulis “Simbol-Simbol pada Masjid Kerajaan di Jawa: Studi Makna Simbolik Ungkapan Fisik dan Setting Bangunan pada Kasus Masjid-Masjid Kerajaan di Surakarta dan Yogyakarta” (tesis S2 Teknik Arsitektur UGM, 2000).
Baigan-bagian masjid menarik untuk diperhatikan. Thanti Felisiani menulis “Pawestren pada Mesjid-masjid Agung Kuno di Jawa: Pemaknaan Ruang Perempuan” (skripsi Arkeologi FS UI, 2009), dan sebelumnya Teguh Hidayat menulis pada lingkup yang lebih sempit “Tinjauan Arsitektural Ruang Pawestren Mesjid Kuno di Propinsi Jawa Tengah dan DIY” (Skripsi Arkeologi FS UGM). Kristianto Januardi menulis “Kolam Bersuci pada Mesjid mesjid Kuno di Jawa (Kajian Pertimbangan Pembuatan)” (skripsi Arkeologi FS UI, 1997), dan Toni menulis “Istiwa Pada Mesjid Kuno Di Jawa (Sebuah Penlitian Pendahuluan)” (Skripsi Arkeologi FS UI, 1999). Vitra Widinanda menulis “Menara-menara Mesjid Kuno di Jawa Abad ke-15-19 M (Tinjauan Arsitektural dan Ragam Hias)” (Skripsi Arkeologi FS UI, 2009). Agus Hartana menulis “Keberadaan Maqsurah di Mesjid-Mesjid Agung di Jawa: Tinjauan berdasarkan Fungsi” (skripsi Arkeologi FS UGM, 1995). Masih pada komponen masjid, Toni menulis ”Istiwa pada Mesjid-Mesjid Kuno di Jawa Abad XVI – XIX” (Skripsi Arkeologi FSUI, 1999).
Untuk kawasan pantai utara Jawa bagian barat, ditulis oleh Lispa, “Soko Guru Mesjid Kuna Cirebon, Banten, dan Jakarta Abad ke-15–19 (Suatu Tinjauan Arsitektural)” (Skripsi Arkeologi FS UI, 1992).
Banten
Untuk wilayah Cilegon ditulis oleh Syafwandi dengan judul Estetika dan Simbiolisme Beberapa Masjid Tradisional di Banten, Jawa Barat: Cilegon (Direktorat Jenderal Kebudayaan, Jakarta, tahun 1993). Masjid-masjid di bekas wilayah ibukota kerajaan Banten antara lain ditulis sebagai “Unsur Kebudayaan Cina Pada Menara Masjid Pecinan Tinggi Banten dan Menara Masjid Agung Banten” ditulis oleh Adita Nofiandi (skripsi Arkeologi FIB UGM , 2011).
Masing-masing masjid ditulis misalnya oleh Gathut Dwihastoro dengan judul “Kompleks Masjid Kasunyatan-Banten Lama: Sebuah Deskripsi dan Tinjauan Ringkas Arsitektural” (Skripsi Arkeologi FS UI, 1989). Masjid tua yang masih utuh di kawasan ini, antara lain adalah Masjid Agung Banten. Menara uniknya sudah lama menarik K.C. Crucq, yang tahun 1939 menulis “Aanteekeningen over de Manara te Banten” (Catatan tentang Menara di Banten), pada terbitan Bataviasch Genootschap, TBG, nomor 79. Sutjipto Wirjosuparto menulis lagi menara ini di sekitar tahun 1960-an, dengan judul “Sedjarah Bangunan Menara Mesdjid di Banten”, yang dimuat pada majalah Fadjar. Selengkapnya kompleks masjid, Anton Herrystiadi menulis “Masjid Agung Banten: Sebuah Tinjauan Arkeologi” (skripsi Arkeologi FS UI, 1990) dan kemudian Juliadi menerbitkan Masjid Agung Banten, Nafas Sejarah dan Budaya (2007).
Sementara itu, Masjid Caringin ditulis oleh Yayan Ahdiat, “Masjid Caringin, Pandeglang, Jawa Barat” (skripsi Arkeologi FS UI, 1992), terdapat pula tulisan Muhammad Wahyudin “Masjid Al Khusaeni Carita: Tinjauan Arsitektur” (skripsi Arkeologi FS UI, 1995). Barry Aryandi memadukan dua masjid tersebut dalam tulisan epigrafis, “Inskripsi Mesjid Al Khusaeni Carita dan Mesjid Caringin: dalam Kajian Epigrafi Islam” (skripsi Arkeologi UI, 2004).
Masalah pertulisan yang ada pada masjid juga ditulis oleh Lia Nuralia dalam artikel “Kaligrafi Islam pada dinding masjid Kuna Cikoneng Anyer-Banten: kajian arti dan fungsi“ dimuat dalam Berkala Arkeologi tahun 2017.
Jakarta
Di antara wilayah yang intensif ditulis adalah Jakarta. Setelah van Ronkel menerbitkan “Moskeen van Batavia” pada N.I.O.N. tahun 1916, Victor Zimmermann menulis “Eene Nieuwe Moskee te Weltevreden”, (“Masjid Baru di Weltevreden”) yang dimuat dalam salah satu terbitan dari T.B.G. tahun 1917. Pada masa yang lebih baru, terdapat berbagai terbitan misalnya Inventarisasi Masjid-Masjid Tua di Jakarta, yang diterbitkan oleh Dinas Museum dan Pemugaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tahun 2001. Terdapat pula Mesjid-Mesjid Tua di Jakarta, tulisan Pastor Adolf Heuken, S.J., pada tahun 2003. Terbitan tersebut merupakan bagian dari seri “Gedung-Gedung Ibadat yang Tua di Jakarta”. Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia tahun 2006 menerbitkan Profil Singkat Masjid Bersejarah & Masjid Monumental Provinsi DKI Jakarta, sementara itu Masjid-Masjid Bersejarah di Jakarta, ditulis oleh tim yang antara lain beranggotakan Kartum Setiawan sebagai penulis teks dan Tawalinuddin Haris sebagai editor. Buku ini diterbitkan di Jakarta tahun 2010. Dengan lebih membatasi kurun waktunya, D. Rusdianto Erawan menulis “Bangunan Masjid Awal Abad XX di Jakarta” (skripsi Arkeologi FSUI, 1999). Ashadi menulis buku Akulturasi Arsitektur Masjid-Masjid Tua di Jakarta yang diterbitkan oleh Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2018 dengan mengambil sudut pandang tertentu, yaitu akulturasi atau percampuran budaya.
Bagian tertentu dari masjid, yaitu perabot yang disebut mimbar, ditulis oleh Yeni Murniati dengan judul “Mimbar pada Masjid-masjid Kuno di Jakarta: Sebuah Tinjauan Deskripsi” (skripsi Arkeologi FS UI, 1990), Safari menulis “Masjid-Masjid Tua di Jakarta Abad XVII-XVIII M (Sebuah Kajian Arsitektural dan Ornamental)” (skripsi Arkeologi FS UI, 1995), Arif Kurniawan, “Inskripsi-Inskripsi pada Masjid Kuna Jakarta Abad XVIII. Sebuah Penelitian Awal” (skripsi Arkeologi FS UI, 2002). Membandingkan masjid yang lebih terbatas, Win Tawar Gayo menulis “Bangunan Mesjid Abad XIX di Jakarta: Mesjid Langgar Tinggi dan Attaibin” (skripsi Arkeologi FS UI, 2000).
Secara individual, masjid ditulis antara lain oleh Tjut Nyak Kusmiati “Masjid Angke: Tinjauan Ilmu Bangunan, Seni Hias, dan Seni Ukirnya” (skripsi Arkeologi FS UI, 1976). Masjid ini juga pernah ditulis Denys Lombard dalam artikel “A travers le vieux Djakarta “La mosquée des Balinais”” (Menelusuri Jakarta tempo dulu “Masjid Bali”) pada jurnal Archipel 3 tahun 1972.
Meilis Sawitri menulis masjid tua lain, dalam karya “Mesjid An Nawir Pekojan. Suatu Tinjauan Arsitektural dan Ragam Hias” (skripsi Arkeologi FS UI, 1993). Berkait dengan masjid ini juga, Yushar Mirzal menulis “Masjid Jami An-Nawier Pekojan (Tinjauan Pengaruh Unsur Arsitektur Eropa dan Faktor yang Melatarbelakanginya)” (skripsi Arkeologi FIB UGM, 2008), dan Muhammad Hafizhuddin menulis “Arsitektur dan Perubahan Fungsi pada Masjid Langgar Tinggi Pekojan Jakarta Barat” (skripsi Arkeologi FIB UGM, 2020) . Masjid ini terletak di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Masjid ini populer untuk ditulis, setidaknya juga oleh Jacques Dumarcay dan Henri Chambert-Loir, “Le Langgar Tinggi de Pekojan, Jakarta” (Archipel 30, tahun 1985).
Masih di Jakarta, Yuri Arief Waspodo menulis bangunan kolonial yang menjadi masjid “Gedung Bouwploeg (Masjid Cut Mutia) Menteng. Tinjauan Perkembangan Bentuk Arsitektural dan Pemanfaatannya” (skripsi Arkeologi FS UI, 2007). Dari sisi pelestarian terdapat tulisan Supriyadi, “Pelestarian Bangunan Cagar Budaya Upaya Pelestarian pada Bangunan Masjid Jatinegara Kaum” (skripsi Arkeologi FS UI, 2002).
Jawa Barat
Pesisir utara menjadi daya tarik bagi para pengkaji bangunan masjid lama. Dody Wijaksono menulis “Masjid-masjid di Pesisir Utara Jawa Barat abad 16-17 Masehi: Sebuah Tinjauan Arsitektural dan Ornamental” (skripsi Arkeologi FS UI, 2000) dan Sudiarti berfokus pada Cirebon degnan menulis menulis “Pengaruh Budaya Cina dalam Dimensi Tektonik pada Masjid Kasepuhan dan Panjunan” yang dimuat dalam proceeding Tectonic Dimension on Islamic Architectural Tradition in Indonesia, 2000.
Cirebon memang memiliki beberapa masjid kuno. Masjid di Cirebon yang menarik adalah Masjid Sang Cipta Rasa milik keraton Kasepuhan. Sri Yunita menulis tentang masjid ini dengan judul “Ragam Hias pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon: Tinjauan Bentuk dan Kesinambungan” (skripsi Arkeologi FS UI, 1990), dan Murwani Wulan N. menulis “Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Sebuah Tinjauan Arsitektur” (skripsi Arkeologi FS UI, 1993).
Masjid kecil yang cukup khas di Cirebon adalah Masjid Panjunan. Beberapa penulis telah menghasilkan karya tentang masjid ini, misalnya Hasan Muarif Ambary “Masjid Panjunan” (Skripsi Arkeologi UI, 1967), hingga tulisan Laely Wijaya “Masjid Merah Panjunan Cirebon (Kajian Histori-Arkeologis)” (Skripsi Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, 2008). Dari sisi ornamentasi Irva Bauty menulis “Ornamen Keramik Asing di Masjid Panjunan” (skripsi Arkeologi FIB UGM 2019) tentang masjid ini.
Masjid lain yang penting adalah masjid Kaliwulu. Tentang masjid ini terdapat tulisan karya Abdul Hakim, dari Bayt al-Qur’an & Museum Istiqlal, Jakarta, yang berjudul “Akulturasi Budaya Bangunan Masjid Tua Cirebon, Studi pada Masjid Kaliwulu, Plered”, dimuat pada jurnal Suhuf, tahun 2011. Masjid tua yang masih berada di tengah kota, Masjid Kejaksan, ditulis oleh Dwipa Daru, “Identifikasi dan Analisis Bentuk Bangunan Masjid Agung Pangeran Kejaksan di Cirebon” (skripsi Arkeologi FIB UGM 2019) .
Beberapa masjid kuno di Jawa Barat, kuat terpengaruh gaya arsitektur masa Kolonial. Denny Santika menulis “Masjid Raya Cipaganti di Permukiman Kolonial Belanda Abad ke -20 di Bandung, Jawa Barat” (skripsi Arkeologi FIB UGM 2007), dan ia juga menerbitkan buku Masjid Raya Cipaganti Bandung Arsitek C.P. Wolff Schoemaker tahun 2021. Masih di Jawa Barat, Deni Sutrisna menulis “Unsur-unsur Arsitektur Kolonial pada Mesjid Agung Manonjaya, Tasikmalaya” (skripsi Arkeologi FS UI, 1996). Masjid yang terakhir ini ditulis lagi oleh Ilham Fajar Nugraha “Perkembangan Masjid Agung Manonjaya Tasikmalaya Tahun 1832-2010” (skripsi Arkeologi FIB UGM, 2018).
Di pedalaman Jawa Barat juga terdapat Muhammmad Amanatulloh, “Masjid Agung Sumedang: Tinjauan Arsitektural dan Ornamental” (skripsi Arkeologi UI 2007).
Jawa Tengah
Beberapa tulisan tentang masjid di Jawa Tengah adalah sebagai berikut. Museum Jawa Tengah Ranggawarsita, Semarang, tahun 2008 menerbitkan buku “Masjid Kuno di Jawa Tengah” yang berisi deskripsi dan analisis bangunan masjid lama yang terdapat di tujuh kabupaten. Sementara itu Fahmi Prihantoro menulis “Mesjid Kabupaten dan Kawedanan di Jawa Tengah Abad Ke-19 Sampai Awal Abad Ke-20: Tinjauan Politik atas Bentuk Penampilan, Peran, dan Fungsi” (skripsi, Arkeologi FS UGM, 1994).
Dalam kaitan dengan sub kawasan di Jawa Tengah, yaitu pantai utara, Ismudiyanto dan Parmono Atmadi tahun 1987 menulis laporan “Demak, Kudus and Jepara Mosque, A study of Architectural Syncretism” Laboratorium Sejarah Arsitektur, Universitas Gajahmada.
Di pantai utara ini, Zaimul Azzah menulis “Masjid Menara dan Langgar-Langgar Kuna di Kudus dan Sekitarnya. Tinjauan Aspek Fungsional dan Lokasi” (skripsi Arkeologi FS UGM, 1988). Sebelum itu, tahun 1961 Sutjipto Wirjosuparto menulis “Sedjarah Menara Mesjid Kuno di Kudus” pada majalah Fadjar, dan Yuliana Nur Achadia menulis “Arsitektur Masjid dan Menara Kudus sebagai Wujud Alkuturasi Budaya” (Skripsi, FIS UNY) (paling muda tahun 1986).
Masjid Demak, salah satu masjid tertua di Jawa, cukup menarik untuk dikaji. Nanang Saptono menulis “Unsur Ajaran Sufi pada Masjid Demak: Tinjauan terhadap Seni Hias dan Seni Bangun” (skripsi Arkeologi FS UGM, 1990), dan Dwindi Ramadhana menulis “Ruang Sakral dan Profan dalam Arsitektur Masjid Agung Demak, Jawa Tengah” (tesis, S2 Teknik Arsitektur UGM, 2018).
Jauh sebelum itu, H.J. de Graaf telah menulis masjid tua Mantingan Jepara dalam artikel “De Moskee van Japara”, pada majalah Djawa tahun 1936. Mengenai masjid ini, terdapat pula tulisan Isnafiah Ekorini “Seni Ukir pada Kekunoan Islam di Mantingan dan Pengaruhnya terhadap Seni Ukir Tradisional Jepara” (Skripsi Arkeologi UGM 1988) dan Wulan Resiyani menulis “Seni Kriya Batu Panil dan Medalion yang Distirilisasi di Masjid Mantingan Jepara: Tinjauan Arkeologi Kognitif” yang dimuat pada Jurnal Titian (2020).
Terkait dengan perkembangan kota, Inajati Adrisijanti menulis “Masjid Besar Kauman Semarang: Kajian Awal atas Keberadaannya sebagai Komponen Kota”. Tulisan ini dimuat pada Majalah “Kebudayaan” no 16 tahun 1998/1999. Sekitar satu dasawarsa sebelumnya, Yayasan Masjid Besar Semarang telah menulis “Selayang Pandang Masjid Besar Semarang” (1988).
Sementara itu, Puslit Arkenas menerbitkan daftar berisi dua puluhan masjid di Jawa Tengah Selatan, dalam Laporan Penelitian Arkeologi di Jawa Tengah Bagian Selatan (1986). Terdapat pula tulisan Wahyu Widodo berjudul “Ragam Bentuk Mihrab Mesjid-Mesjid Kuno di Jawa Tengah Bagian Selatan (Sebuah Penelitian Pendahuluan)” (skripsi, Arkeologi FS UGM, 1993). Sri Wulandari menulis “Tiga Masjid Saka Tunggal di Kabupaten Kebumen dan Banyumas”, (skripsi Arkeologi FIB UGM, 2002) dan Yekti Werdiningsih “Masjid-masjid Kuno di Wilayah Bagelen Lama, Jawa Tengah Abad 18-19 M (Sebuah Tinjauan Arsitektural dan Ornamental)” (skripsi Arkeologi UI, 2002). Di kawasan ini, tulisan masjid secara individual dibuat antara lain oleh Hendro Utomo “Faktor yang Melatarbelakangi Keberadaan Masjid Santren Bagelen” (skripsi Arkeologi FIB UGM 2007), dan Novita Ika Sari “Masjid Agung Banyumas. Sebuah Kajian Kesinambungan Budaya” (Skripsi Arkeologi FS UI, 1995), Mardika Eko Trinisat menulis “Kemiripan Bentuk Hiasan: Tinjauan terhadap Mesjid Agung Banyumas dan Bentuk-Bentuk Hiasan pada Masa Pra Islam dan Masa Islam” (Skripsi Arkeologi UI, 2000).
Di kawasan Surakarta, Qomariyah Sri Wulandari menulis “Pengaruh Arsitektur Asing terhadap Perkembangan Bentuk Arsitektural Masjid-Masjid di Surakarta Masa Paku Buwana III sampai dengan Paku Buwana X (1749-1939)” (skripsi Arkeologi FS UGM, 1991). Masjid kraton ini juga ditulis oleh D. Adityaningrum, T. Srimuda Pitana, & W. Setyaningsih tahun 2020. Tulisan yang dimuat pada Jurnal Sinektika ini berjudul “Arsitektur Jawa pada Wujud Bentuk dan Ruang Masjid Agung Surakarta”. Salah satu masjid tua lain di Surakarta berada di kompleks Mangkunegaran. Berkait dengan objek ini, Myristica Arie W. menulis “Masjid Al Wustho Pura Mangkunegaran: Tinjauan Bentuk dan Akulturasi” (skripsi Arkeologi FIB UI, 2009).
Berdekatan dengan Surakarta, Kurnia Citra N. menulis “Tinjauan Arsitektur Masjid Baitul Makmur Majasem, Desa Pakahan, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten” (Skrpisi Arkeologi FIB UGM, 2022).
Wahyu Handayani menulis “Perkembangan Fungsi Ruang Kompleks Masjid Besar Al Manshur Kauman Wonosobo (dari Religi, Politik, Sosial, hingga Ekonomi)” (skripsi Arkeologi FIB UGM, 2005). Masjid ini juga ditulis lagi oleh Rinastomi Dwiantoro dengan judul “Unsur Gaya Indis pada Arsitektur Masjid Al Manshur Wonosobo” (skripsi Arkeologi FIB UGM, 2017). Masih di bagian tengah Pulau Jawa, Novo Indarto menerbitkan buku “Menelisik Sejarah de Groote Moskee Magelang” (2020) dan Yudha Renanda Irawan menulis skripsi berjudul “Keragaman Gaya pada Arsitektur Masjid Agung Kauman Magelang, Jawa Tengah” (Skripsi Arkeologi FIB UGM, 2023).
Dari sisi pengelolaan cagar budaya, terdapat tulisan Zaimul Azzah “Pengelolaan Kompleks Masjid Menara dan Kawasannya: Alternatif Model CRM Living Monument” (Tesis S2 Arkeologi UGM, 2007) dan Susanti B.M. Sahar menulis “Dimensi-Dimensi Renovasi Masjid Menara Kudus (tahun 1919-1979) dalam Perspektif Sejarah” (tesis S2 Sejarah UGM, 1990). Kantor pelestarian di Jawa Tengah melaporkan kegiatan pemugaran masjid tua di Bayat dengan judul ”Masjid Gala, Bayat dan Pemugarannya” (1993).
Yogyakarta
Rangkuman atas masjid-masjid lama di kawasan Yogyakarta diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan DIY, dengan judul “Masjid Kagungan Dalem dan Masjid Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta” (2015). Sementara itu, atas penampilan beberapa masjid di kawasan ini, Rini Hidayah menulis “Kesinambungan Budaya Pra Islam pada Arsitektur Masjid Kuna di Yogyakarta” (skripsi Arkeologi FS UGM, 1995), dan pada sisi ornamentasi, terdapat tulisan Eny Rofaida “Persebaran Ragam Hias pada Beberapa Masjid di Kasultanan Yogyakarta, tingjauan berdasarkan konsep Daerah Kebudayaan” (Skripsi Arkeologi FS UGM, 1990).
Masjid kuno terbesar di DIY adalah Masjid Gedhe Kauman atau Masjid Agung Kraton Yogyakarta. Tulisan tentang ini misalnya adalah karya M. Chawari “Pasang Surut Masa Perkembangan Masjid Besar Kauman Yogyakarta berdasarkan Sumber Prasasti” (skripsi Arkeologi FS UGM, 1989), disusul oleh Ali Suryadi “Fungsi dan Peranan Masjid Agung Yogyakarta pada masa Pemerintahan HB I-HB VII: Studi Sosio Kultural” (Skripsi Arkeologi FS UGM, 1995). Dari sisi interior, Dewi Dharmawati Pamungkas menulis “Seni Rupa Islam pada Gaya Arsitektur dan Interior Masjid Agung Yogyakarta Awal Abad XX” (tesis S2 Sejarah UGM, 1996) dan tahun 2000, M. Chawari kembali menulis “Bentuk dan Arti Seni Hias pada Masjid Besar Kauman Yogyakarta” yang dimuat dalam Berkala Arkeologi. Mengenai masjid ini terdapat pula tulisan Zohhan Effendhy yang berjudul “Interelasi Ekspresi Arsitektur Masjid dengan Budaya Jawa: Studi Kasus Masjid Agung Yogyakarta” (tesis S2 Teknik Arsitektur UGM, 2008).
Di Yogyakarta juga terdapat serangkaian masjid yang diletakkan di beberapa penjuru kota yang disebut pathok negara. Berkait dengan masjid tersebut terdapat skripsi tulisan Widyastuti berjudul “Fungsi, Latar Belakang Pendirian, dan Peranan Masjid-Masjid Pathok Negara di Kasultanan Yogyakarta” (skripsi Arkeologi FS UGM, 1995) dan Indri Rahmawati yang menulis “Arsitektur Masjid Pathok Negoro ditinjau dari Fungsi, Bentuk, Ruang dan Teknik” (Tesis S2 Teknik Arsitektur UGM, 2015). Tahun berikutnya, 2016, I. Abror menulis “Aktualisasi Nilai-Nilai Budaya Masjid Pathok Negoro”, dimuat dalam Jurnal Esensia, dan M. Nur Hakimuddin A. menulis “Akulturasi Budaya Jawa, Hindu dan Islam dalam Karakter Arsitektur Masjid Pathok Negoro” (tesis Magister Arsitektur FT UGM, 2021). Terdapat pula disertasi Fahrur Fauzi “Makna Simbolik Estetika dan Kajian Filsafat Seni Susanne K. Langer pada Arsitektur Lima Masjid Pathok Negoro Yogyakarta” (Filsafat UGM, 2021).
Sisi kenyamanan masjid-masjid ini ditulis oleh Indrayadi “Kajian Kenyamanan Termal dalam Ruang Masjid Pathok Negoro Yogyakarta” (tesis S2 Teknik Arsitektur UGM, 2006).
Secara individual, salah satu masjid pathok negara tersebut ditulis oleh Yusuf Senja Kurniawan dengan judul “Keberadaan Masjid Pathok Negoro Plosokuning di tengah Pemukiman Desa Plosokuning” (skripsi Arkeologi FIB UGM, 2010), sementara itu pada sisi pengelolaan terdapat tulisan Mohammed Malvin Shariati Majid, “Peran Warga Plosokuning dalam Pelestarian Cagar Budaya Masjid Pathok Negoro Sulthoni (Skripsi, Prodi Arkeologi FIB UGM, 2023).
Masjid milik Pakualaman ditulis oleh Moh. Hakim, dengan judul “Makna Arsitektur Masjid Pakualaman Dalam Tinjauan Kosmologi Jawa”. Tulisan ini dimuat dalam Jurnal Analisa, tahun 2011.
Masjid tua lain adalah Masjid Mataram di Kotagede. Untung Suprapto menulis “Masjid Mataram: Sebuah Penelitian Pendahuluan” (skripsi Arkeologi FS UI, 1982). Marcel Bonneff tahun 1985 menulis “La Mosquee de Pierre (Masjid Selo) de Yogyakarta” pada jurnal Archipel nomor 30.
Jawa Timur
Masjid di wilayah Jawa Timur dicakup dalam buku Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, karya Zein M. Wiryoprawiro. Buku setebal 334 halaman tersebut diterbitkan tahun 1986.
Secara individual, beberapa tulisan tentang masjid di Jawa Timur adalah sebagai berikut. Vici Luciana menulis “Percampuran Kebudayaan pada Arsitektur Mesjid Jamik Sumenep” (skripsi Arkeologi FS UI, 1995). Berkait dengan masjid ini juga, Handarto menulis “Gapura Masjid Agung Sumenep: Tinjauan Berdasarkan Arsitektur, Konsep, dan Fungsi” (skripsi Arkeologi FS UGM, 1997).
Dari sisi pengelolaan, Arum Arfanita menulis “Masjid Agung Jami Malang sebagai Potensi Bangunan Cagar Budaya (Kajian Nilai Penting dan Strategi Pengelolaannya)” (skripsi Arkeologi FIB UGM, 2017).
[z]