Tujuh Belasan (lagi)
\
“16 Agustus tahun 45, besoknya hari kemerdekaan kita”
Suara anak menyanyi lagu “Tujuh Belas Agustus” di video pendek sekali yang melintas di linimasa salah satu medsos yang saya ikuti.
Besok Tujuhbelasan. Acara ini sebagai perayaan tentu rutin berulang, mungkin sejak 1946. Berbagai acara diselenggarakan untuk memeriahkannya. Sebagian memang untuk memeriahkan, dan selalu dikatakan demikian. “Dalam rangka memeriahkan Peringatan Kemerdekaan …”
Namun beberapa di antaranya digunakan untuk mengingatkan, bahwa telah terjadi peristiwa penting bagi kehidupan berbangsa kita. Karena jarak waktu yang sangat jauh, hampir 80 tahun, maka tidak banyak di antara kita yang ingat, atau merasakan seperti apa peristiwa itu.
Beberapa kegiatan kemudian digunakan untuk menghadirkan kembali peristiwa tersebut, juga dalam bentuk semangatnya. Perayaan yang mementaskan drama atau karnaval dengan tablo bertema perjuangan merupakan upaya yang langsung menghadirkan masa lalu itu, begitu pula misalnya dengan pemutaran film perjuangan.
Di RT tempat saya tinggal, warga memutar film “Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta”. Meski cerita film ini tidak seputar kemerdekaan dengan proklamasinya, namun tema perjuangan tetap menghadirkan masa perlawanan terhadap penjajah dahulu ke masa sekarang.
Dalam rangka penghadiran kembali ini tentu pengibaran bendera dan pembacaan naskah proklamasi merupakan upaya yang paling penting, dan pasti dilakukan dalam penyelenggaraan Upacara Tujuhbelasan.
***
Menghadirkan masa lalu adalah umum dalam upacara tradisional kita, misalnya dengan menyelenggarakan pertunjukan wayang yang menceritakan kejadian di masa lalu. Waktu diyakini sebagai siklis, berulang terus. Masa lalu mesti hadir, jika tidak maka akan terjadi kekacauan.
Mungkin dalam pandangan sekarang akan disebut sebagai tidak mengerti sejarah. [z]