Mesin Tik dan Museum
\
Cukup banyak museum yang menampilkan mesin tik. Museum-museum ini biasanya bukan museum teknologi yang memang dapat bercerita tentang mesin, tentang cara kerjanya, tentang riwayat penciptaan dan perkembangannya.
Model ini dilakukan misalnya oleh Museum Mpu Tantular, setidaknya pada pameran tetap tahun 2016. Terdapat satu vitrin dengan tiga mesin ketik lama berwarna hitam, dan label yang ada menjelaskan tentang perkembangan mesin tik.
Dari sisi varian teknis, di Museum Sonobudoyo terdapat mesin tik dengan huruf Jawa. Di Museum Penerangan di Jakarta juga terdapat mesin tik dengan huruf Arab. Sementara itu, di Museum Dr. Yap Yogyakarta terdapat mesin tik untuk menulis huruf braille.
Museum-museum bertema sejarah sering memunculkan mesin tik,1 mungkin karena terkait dengan tokoh yang ditampilkan di museum, terkait dengan sejarah lembaga, atau karena mesin ketik tersebut bersejarah.
Setidaknya, dicantumkan pada label tentang kaitan objek dengan museum, misalnya adalah Museum De Tjolomadoe yang menampilkan objek mesin tik dengan label yang menjelaskan bahwa mesin tik tersebut dahulu digunakan dalam kegiatan di Pabrik Gula Tjolomadoe.
Mirip dengan hal tersebut, Museum Penerangan (Muspen) di TMII Jakarta menampilkan beberapa objek mesin tik di website museum. Dalam keterangan tentang objek tersebut dinyatakan periode penggunaan alat tersebut di lembaga yang menaungi museum, yaitu Departemen Penerangan. Misalnya adalah “Mesin Ketik Departemen Penerangan tahun 1949”.
Museum ini tidak hanya mengelola objek dari Departemen Penerangan, tetapi juga objek yang pernah digunakan oleh pihak lain. Misalnya adalah objek dengan label “Mesin Ketik Di Era Kemerdekaan Indonesia (1945)” yang dijelaskan bahwa dahulu pernah digunakan oleh surat kabar “Sipatahoenan” di Bandung.
Dari sisi sejarah, salah satu mesin tik yang penting adalah yang digunakan oleh Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi. Saya tidak tahu di mana mesin tik ini, tetapi di Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jakarta terdapat diorama yang menggambarkan Sayuti Melik menulis dengan mesin tik replika yang terletak di atas meja. B.M. Diah tampak berdiri memperhatikan di belakangnya.
Selain terkait dengan lembaga, beberapa mesin tik muncul di museum dalam kaitan dengan seorang tokoh yang ditampilkan dalam pameran museum. Misalnya adalah mesin tik Prof. Sardjito di Museum UGM. Sisi kepenulisan dari rektor UGM pertama tersebut disajikan dengan menampilkan mesin tik miliknya, yang tentunya menjadi alat untuk melahirkan berbagai pemikiran.
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta juga memiliki mesin tik dari tokoh perjuangan, yaitu Suryopranoto. Ia, seorang keluarga Pakualaman, kakak dari Ki Hajar Dewantara, pernah dijuluki sebagai “Raja Pemogokan” oleh koran “De Express” karena ia memimpin pemogokan buruh pabrik yang berdampak luas, di tahun 1920.
Mesin tik di Museum Muhammadiyah, salah satunya, adalah mesin tik dengan huruf arab. Mesin tik ini milik seorang tokoh intelektual Muhammadiyah di Jawa Barat. Mesin tik merk Optima ini hanya satu dari sekitar tiga objek serupa yang hadir dalam pameran tetap di museum di Yogyakarta ini.
Di Museum Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia, Yogyakarta, terdapat mesin tik dari Sri Mangunsarkoro yang menjadi ketua panitia Peringatan Seperempat Abad Kongres Perempuan Indonesia Pertama tahun 1956. Mesin tik merk Reminton ini telah menjadi cagar budaya Kabupaten Sleman, dengan nomor Reg. 3404072001.1.2021.108.
Selain dibahas dari sisi teknologi dan kaitannya dengan sejarah, mesin tik juga tampil di museum sebagai ilustrasi. Sebagai contoh adalah tampilan objek ini pada salah satu vitrin di Museum Muhammadiyah.
***
Mesin tik muncul di dalam koleksi museum boleh jadi karena objek ini dengan cepat terlihat usang. Perkembangan teknologi sekarang telah menghapus peran mesin tik, menggusurnya ke gudang dan loak. Ketika dicari objek untuk museum, mesin tik yang terlihat kuno itu muncul lagi.
Catatan Kaki
- Menurut KBBI, bentuk baku adalah mesin tik, bukan mesin ketik. [↩]