Pelestarian Batik
\
Terdapat setidaknya empat sisi pelestarian batik, yaitu produksi, edukasi, aplikasi, dan dokumentasi. Mungkin tidak komprehensif, tetapi agar konsisten secara rima saja maka saya menggunakan empat kata serapan tersebut.
- Produksi
Lini pertama tentu produksi. Pada sisi ini terdapat kekhawatiran tentang berkurangnya produksi kain batik karena berkurangnya minat untuk membuat batik sebagai kerajinan.
Meski demikian, terdapat banyak inovasi untuk mengatasi hal tersebut. Ingat pula bahwa dahulu penemuan “canthing” cap adalah untuk mengatasi kekurangan produksi.
Beberapa waktu yang lalu saya bertemu Pak Nurohmad dari Sewon, yang mengkreasi alat cap dengan karton sehingga dapat lebih ekonomis dan dapat dibuat oleh banyak perajin. Awal minggu ini saya juga bertemu Pak Andi, dosen Departemen Teknik Mesin dan Industri UGM yang membuat mesin untuk menerakan malam pada kain.
Pada sisi desain, teman-teman Departemen Arkeologi UGM mengembangkan desain berdasar bentuk-bentuk visual yang ada pada kepurbakalaan, terutama pada candi. Teman-teman Balai Arkeologi Yogyakarta (sekarang BRIN) juga melakukan hal yang sama. Bu Kenit dari FIB UGM dan bekerja sama mengembangkan motif batik berdasar iluminasi naskah lama koleksi Puro Pakualaman. Aktivitas serupa juga dilakukan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan XIII yang beberapa waktu yang lalu juga mengundang Bu Kenit sebagai narasumber.
Lekat dengan sisi produksi adalah pemasaran.
- Edukasi
Masih terdapat beberapa kursus membatik di masyarakat, misalnya di sekitar Tamansari dan Ngasem, meski kursus ini lebih bersifat turistik, untuk wisatawan. Mungkin yang lebih serius ada di lembaga yang dahulu bernama Balai Batik di Jalan Kusumanegara itu.
Mahasiswa di FIB UGM juga berkesempatan mencicipi proses pembuatan batik, melalui mata kuliah Praktik Kebudayaan Indonesia, yang dapat dipilih antara batik, gamelan, atau tari, jika tak salah.
Dari sisi pendidikan formal, di Yogyakarta terdapat beberapa lembaga yang juga menyelenggarakan pendidikan terkait batik. Saya kira prodi Pendidikan Seni di UNY menyelenggarakan edukasi batik dengan baik kepada mahasiswanya.1 di ISI Yogyakarta juga terdapat prodi D4 Desain Mode Kriya Batik. Terdapat juga lembaga peningkatan kemampuan guru kesenian, yang dahulu bernama PPPG Kesenian, di sekitar Besi, Jalan Kaliurang, yang mestinya juga memberikan materi tentang batik kepada guru-guru sekolah.
Topik edukasi tidak hanya perkara teknis produksi tetapi yang juga penting adalah pemahaman batik sebagai karya budaya yang berkarakter setempat baik dari sisi bentuk maupun simbol dari motif yang disematkan pada kain.
Juga sebagai karya budaya, keragaman batik antarwilayah akan penting untuk disampaikan.
Edukasi terkait dengan pewarisan atau transmisi baik pengetahuan, keterampilan, maupun nilai. Sosialisasi termasuk ke dalamnya.
- Aplikasi
Tentu tidak berarti pelestarian jika tidak ada pemanfaatan. Batik mesti tetap digunakan, terutama sebagai busana, bukan hanya ornamen yang dipindahmediakan.
Sekolah-sekolah umumnya memiliki seragam batik yang wajib dikenakan oleh siswa pada hari tertentu. Akan tetapi sering seragam tersebut merupakan batik printing, artinya kain hanya bermotif batik. Batik betulan bisa mahal dan dapat menjadi beban bagi orang tua murid. Terdapat sekolah yang mensiasati hal ini dengan membuat kain batik sendiri oleh siswa, mungkin dalam mata pelajaran kesenian atau keterampilan, atau malah ekstrakurikuler. Jadi, siswa mengenakan batik yang mereka buat sendiri.
Beberapa pemerintah daerah juga menciptakan motif batik yang digunakan untuk para pegawainya. Kulon Progo memiliki motif Gebleg Renteng, dan di Sleman terdapat motif-motif yang ditetapkan sebagai “Ragam Kreasi Batik Sleman” meski yang sekarang populer digunakan sepertinya adalah motif Sinom Parijotho Salak.
Batik bergeser dari kain panjang menjadi “baju” dan bahkan juga dekorasi rumah. Batik (teknik dan motif) juga diterapkan pada berbagai media. Pengembangan semacam ini memang tidak terhindarkan atas perkembangan zaman, tetapi upaya untuk tetap mempertahankan batik sebagai karya tekstil untuk busana akan juga menjaga kelestarian batik.
4. Dokumentasi
Kekayaan budaya ini akan menjadi lebih berkembang dengan baik jika terdapat dokumentasi. Selama ini mungkin dokumentasi pada motif lebih banyak dikerjakan, tetapi sebenarnya semua lini perbatikan ini perlu dokumentasi.
Dengan dokumentasi maka terdapat satu garis dasar yang dapat digunakan untuk menentukan posisi perkembangan batik, dapat digunakan untuk inspirasi berbagai keperluan batik seperti produksi atau aplikasi. Edukasi juga memerlukan dokumentasi yang baik.
Terkait dengan dokumentasi adalah inventori, atau pendaftaran, berbagai hal tidak hanya motif batik, tetapi juga agen-agen pengembangan/pelestarian batik.
- Almarhum Amri Yahya dulu adalah guru besar di lembaga ini. [↩]