Takaran
\
Satu pelajaran dari guru agama saya, lupa di SD atau SMP, yang saya ingat adalah salah satu surat dalam Al Qur’an, yaitu bahwa kita tidak boleh mencurangi takaran. Ayat itu adalah ayat pertama dalam Surat Al Muthaffifin, yang terjemahannya kurang lebih berarti “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)”.
Ayat ini relevan dengan temuan sekarang bahwa terdapat minyak goreng yang dikurangi jumlah takarannya, hingga kurang lebih seperempatnya. Menurut salah satu berita daring bulan Mei 2025 ini, Kementerian Pertanian menemukan setidaknya tujuh perusahaan yang mengurangi takaran minyak goreng merk Minyakita.
Perilaku mengurangi takaran ini tentu merugikan konsumen. Dalam skala besar, mungkin menjadi masalah bagi ekonomi masyarakat.
Di samping itu, tentu berdampak buruk bagi penjualnya sendiri, yang mendapat penghasilan tidak halal. Ia juga akan merugi, karena sebagai pedagang tidak jujur nanti bermasalah dalam hal lain, di hari kiamat nanti. “Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada di hari kiamat.” (HR. Tirmidzi)
Bentuk-bentuk mengurangi timbangan ini terdapat dalam berbagai wujud yang intinya adalah mengurangi ukuran barang yang dijual sehingga tidak sesuai dengan ukuran yang disepakati bersama.
Mungkin mengurangi spek bangunan proyek juga masuk ke dalam hal ini.
Di Eropa, para produsen barang cukup berhati-hati. Mereka mencantumkan huruf “e” dalam kemasan yang mencatumkan ukuran. Tanda itu, yang distandardisasi, menyatakan “estimated”, artinya ya diperkirakan. Atau kurang-lebih seperti angka tercantum, karena masalah teknis kadang tidak dapat tepat mengisi sesuai ukuran, bukan berbeda takaran karena sengaja dikurangi isinya. [z]