Pak Miksic

Dua hari yang lalu, tanggal 25 Oktober 2025, terkabar bahwa Pak Miksic meninggal dunia di Singapura, dalam usia nyaris 79 tahun. Tanggal 29 besok beliau akan berulang tahun.

Saya sebenarnya tidak begitu mengenal Pak Miksic, atau Dr. John Norman Miksic, secara langsung. Beliau menjadi pengajar tamu di Jurusan Arkeologi FS UGM, begitu sebutan lembaga kami dahulu, tahun 1982 hingga 1987. Satu atau dua bulan menjelang saya masuk sebagai mahasiswa baru, tugas Pak Miksic usai. Saya hanya mendengar dari kakak angkatan dan dosen tentang beliau, juga dua tulisan di Majalah Artefak, terbitan Himpunan Mahasiswa Arkeologi (Hima).

Perjumpaan langsung dengan Pak Miksic mungkin baru terjadi saat saya mengikuti Indonesian Field School of Archaeology (IFSA) tahun 1993 di Trowulan. Saat itu Pak Miksic menjadi salah satu pengajar, saya rasa juga membawa nama Ford Foundation yang mendanai kegiatan tersebut. Kesan saya, Pak Miksic sangat pandai. Saat menjadi penterjemah untuk kuliah dari seorang ahli keramik dari Kalifornia, Pak Miksic berbicara lebih banyak dari pada kata-kata yang diucapkan oleh pengajarnya karena menambahkan banyak penjelasan.

Kemudian ketika saya sudah menjadi dosen, saya baru bertemu lagi dengan Pak Miksic. Setelah tahu saya salah satu peserta IFSA dahulu, beliau berkata: jika ada yang mengerjakan temuan IFSA untuk tesis, akan langsung saya terima kuliah di NUS.

Pak Miksic datang kembali ke Jurusan Arkeologi beberapa kali, termasuk diundang untuk webinar di Museum UGM saat pandemi, dan ekskavasi bersama di Plaosan (1992?) dan di Dieng (2010).

Pada bayangan saya, Pak Miksic mengajar etnoarkeologi dan museologi, meski saya yakin dahulu lebih banyak lagi mata kuliah yang beliau ajar selama lima tahun berada di Jurusan Arkeologi. Saat diundang sebagai pembicara pada seminar yang kami selenggarakan, beliau menyatakan masih menyimpan paper mahasiswa dari kelas etnoarkeologi pada mata kuliah yang beliau ampu.

Setelah itu saya bertemu lagi saat melakukan survei untuk lab konservasi di Singapura, bersama empat kolega lain. Saat itu kami terlambat untuk mengikuti acara Pak Miksic di NUS dan masuk di tengah acara. Di tengah diskusi, beliau menyebut nama-nama kami, setidaknya nama saya yang sebenarnya tidak kenal amat. Setelah itu kami juga mampir ke ruang kerja beliau yang penuh dengan buku dan berbagai benda, termasuk gunungan wayang yang diberikan oleh Hima saat perpisahan tahun 1987 dahulu.

Berbagai karya Pak Miksic memberi gambaran yang mudah tentang arkeologi Indonesia. Salah satu tulisan lawas terdapat pada Majalah Artefak nomor satu, yang antara lain menyatakan bahwa Pulau Jawa merupakan pulau dengan penduduk terpadat sejak lama. Buku lain saya rasa yang populer adalah seri Indonesian Heritage yang sepuluh jilid itu.

Terdapat beberapa tinggalan Pak Miksic selama penugasannya di UGM. Setidaknya terdapat mobil toyota hardtop warna biru tua nomor AB 338 AX yang sekarang berada di bawah pengelolaan FIB UGM. Konon terdapat dua lagi mobil serupa yang dibawa Pak Miksic saat bertugas yang kemudian berada di lembaga lain di UGM. Tinggalan lain adalah Laboratorium Arkeologi yang sekarang sudah rata dengan tanah, dan di atasnya terdapat Gedung Soegondo. Yang masih eksis adalah Perpustakaan Jurusan meski pindah ke ruang baru di Gedung Margono. Dahulu Pak Miksic mengkopi banyak buku untuk isi perpustakaan ini, yang dijilid menggunakan lakban hitam. Beberapa tahun kemudian, kami selaku pengurus perpustakaan menulis judul di punggung tersebut dengan tinta putih atau tipex.

Selamat jalan, Pak Miksic!

Tinggalkan komentar