Warisan Budaya di DIY dan Pengelolaannya (II)
/
Disampaikan pada Pelatihan Internalisasi Keistimewaan DIY bagi Pejabat Administrator (Eselon III). Badan Diklat DIY, 9 Oktober 2024.
Isi
- I. Warisan budaya
- II. Warisan budaya di DIY
- III. Mataram Islam
- IV. Sumbu filosofi dan poros imajiner
- V. Upaya pelestarian warisan budaya
II. Warisan Budaya di DIY
Yogyakarta kaya akan warisan budaya. Pembahasan pada kesempatan ini akan lebih berfokus pada budaya bendawi dari pada tak-benda.
Perkembangan budaya di D.I. Yogyakarta sudah dimulai masa Prasejarah. Berbagai tinggalan di Kabupaten Gunungkidul menandakan hal ini, seperti pada berbagai gua hunian (misalnya Braholo), situs Sokoliman, dan situs Gunungbang. Kali Oya juga banyak mengandung artefak batu yang dahulu digunakan oleh orang-orang masa Prasejarah di Gunungkidul.
Budaya ini disusul dengan lapisan budaya pengaruh Hindu-Buddha, yang di Yogyakarta kelihatannya mencapai puncak keseniannya setelah tinggalan-tinggalan yang lebih tua ditemukan di tempat lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di Yogyakarta muncul berbagai tinggalan seperti percandian, stupa, prasasti, arca, dan tinggalan lain. Sebagai contoh adalah candi Hindu Prambanan dan Sambisari, candi Buddha Kalasan, petirtan Payak, “kraton” Ratu Boko.
Berbagai bangunan candi masa Hindu-Buddha bertebaran terutama di wilayah Sleman. Candi-candi besar, seperti Prambanan, Kalasan, Barong, Ratu Boko, terdapat di kawasan ini. Mungkin terdapat seratusan situs dari masa Hindu-Buddha di kawasan Prambanan saja. Di Gunungkidul juga terdapat beberapa candi, seperti Candi Risan di Semanu. Di Kulon Progo terdapat Candi Pringtali dan Stupa di Glagah, dekat Bandara.
Beberapa sumber memperlihatkan bahwa tinggalan-tinggalan ini berasal dari masa Kerajaan Mataram. Memuncak pada karya yang berada di kawasan Prambanan, kemudian kerajaan berpindah ke Jawa Timur.
Berbagai peninggalan dari kurun waktu yang disebut dengan Masa Islam, umumnya berupa bangunan terkait dengan kerajaan, meski juga terdapat bangunan-bangunan tradisional milik rakyat. Peningalan ini antara lain sisa-sisa kraton dari masa Mataram Islam di Kotagede, Kerto, serta Pleret, serta kemudian Kraton Yogyakarta yang masih lengkap dengan pemukiman penduduknya.
Pengaruh Barat muncul tidak lama setelah kraton berdiri. Pada mulanya orang Barat tinggal di dalam benteng yang kemudian disebut Vredeburg, meluas ke Loji Kecil di sebelah timurnya, dan kemudian mengembangkan Bintaran dan Kotabaru pada masa yang lebih akhir. Berbagai peninggalan mewarnai kawasan Titik 0 Kilometer Kota Yogyakarta.
Tinggalan pengaruh Barat ini berimpitan dengan masa Kemerdekaan, terutama setelah ibukota RI pindah ke Yogyakarta. Banyak bangunan dari masa sebelum kemerdekaan yang digunakan untuk fasilitas pemerintahan RI di Yogyakarta, seperti beberapa bangunan di Kotabaru.
Bersambung ke bagian III: Mataram Islam