Mubazir
–
Kita tidak heran lagi mendengar banyak berita tentang kelaparan. Tetapi, berita yang satu ini sungguh mencengangkan: ternyata dunia membuang-buang hingga separuh dari total produksi makanan!
Setengah dari total makanan yang ada di dunia terbuang mubazir. Hal ini karena metode pemanenan, penyimpanan, dan transportasi serta perilaku konsumen yang buruk. Sekitar empat miliar ton makanan dihasilkan di dunia setiap tahun. Namun, 1,2-2 miliar ton tidak dimakan. Studi dari Lembaga Teknik Mesin Inggris mengatakan metode pertanian, transportasi dan penyimpanan membuat makanan terbuang sia-sia.1
Perlu kita pikirkan ulang bagaimana pengelolaan pangan kita, mulai dari ketika masih di sawah hingga tersaji di piring. Jika studi pada berita tersebut melihat pada proses pengelolaan (bahan) makanan dari panen, pengolahan, dan penyimpanan, barangkali kita juga dapat melihat apa yang terjadi setelah makanan berada di piring. Jangan-jangan sekian persen kemubaziran juga terjadi lagi di piring-piring kita.
Apakah kita habiskan semua makanan yang kita ambil? Apakah kita mengambil secukupnya sehingga tidak tersisa? Apakah kita membuang makanan karena kita tidak menyukai rasanya, jadi semacam tidak gathuk antara rasa makanan dan selera orang yang kebetulan menjumpainya …
Berikut beberapa hal yang terlintas dan tertangkap.
***
Penjualan makanan murah menjelang kedaluwarsa dapat menjadi salah satu langkah yang dapat ditempuh daripada toko harus membuang makanan-makanan tersebut setelah kedaluwarsa. Makanan tersebut dapat dijual dengan korting langsung kepada konsumen, atau dijual kepada toko lain yang akan menjual kembali dengan harga murah. Semacam toko ‘KW’.
Di tingkat rumah tangga, terdapat berbagai saran yang dapat dicari di Internet tentang mencegah makanan mubazir, terutama berkait dengan bagaimana mengelola makanan baik dengan mengolahnya atau menyimpannya di dapur.2
***
Makanan yang disajikan teracik dalam kardus memiliki kemungkinan untuk terbuang yang cukup tinggi. Coba kita tengok umumnya perilaku kita berkaitan dengan makanan dalam kardus ini. Kadang kita tidak mampu menghabiskan porsi yang tersaji, tidak menyukai menu yang dibuat atau makanan tertentu yang ada di dalam kardus, atau bahkan kita kadang lupa jika memiliki makanan yang tersimpan di kardus.
Selain makanan dalam kardus, makanan yang sudah teracik dalam piring juga ada kemungkinan tersisa. Memang, alasan kepraktisan membuat kita menyajikan makanan dalam kardus atau teracik dalam piring, seperti untuk pesta atau acara dengan peserta besar (piknik sekolah, seminar … )
Saya pernah menghadiri pernikahan di wilayah Banjarnegara, Jawa Tengah, yang dapat menghemat berbagai hal. Makanan kecil dan minuman disediakan di meja penerima tamu. Tamu yang datang akan memilih sendiri makanan dan minuman yang disukai. Pada acara tersebut, makan besar disajikan dengan prasmanan. Dengan demikian, kemungkinan untuk membuang makanan dapat dikurangi. Kelihatannya hal demikian umum dilakukan di wilayah tersebut, yang saya bayangkan akan sulit dilakukan di wilayah lain dengan kebiasaan yang berbeda.
Sementara itu, pemerintah Arab Saudi membentuk badan yang mengumpulkan makanan yang tersisa dari pesta.3 Kita lihat di koran-koran kadang diberitakan bahwa remaja kita juga melakukan hal yang sama, yaitu menyumbangkan sisa makanan pesta ke panti sosial atau ke orang-orang di pinggir jalan.
Yang menarik, konon ada restoran all-you-can-eat yang memasang harga cukup murah untuk makanan yang diambil oleh pengunjung. Akan tetapi, jika tidak menghabiskan makanan, maka pengunjung tersebut harus membayar lebih mahal. Hal ini barangkali juga dapat menurunkan tingkat kemubaziran makanan.
***
Ada seorang teman waktu kuliah dulu yang selalu menghabiskan makanannya hingga butir-butir nasi terakhir. Sikap tersebut sangat membekas di hati kami. Saya yakin, ada di antara teman-teman waktu itu yang mencontohnya. Setidaknya merasa bersalah jika tidak menghabiskan makanan di piring.
Pada orang-orang Islam berkembang pandangan bahwa berkah itu rahasia Allah: kita tidak tahu di butir mana berkah tersebut berada, jangan-jangan pada butir terakhir yang tertinggal di piring. Secara tidak langsung pandangan tersebut mengajar umat untuk selalu tidak membuat makanan berakhir mubazir.
Sabda Rasulullah SAW,
“… Seseorang itu tidak mengetahui pada makanannya yang mana yang mengandung berkah untuknya, sesungguhnya setan itu selalu mengintai untuk merampas harta manusia dari segala penjuru hingga di tempat makannya… karena sesungguhnya pada akhir makanan itu mengandung berkah.”4
***
2013. Di layar televisi banyak terlihat adegan melempar tepung dan roti ke muka orang. Adegan itu tidak juga berkurang di bulan Puasa yang baru lalu, bahkan kelihatannya semakin marak. [z]
Catatan Kaki
- http://www.republika.co.id/berita/senggang/unik/13/01/11/mgg9uu-setengah-makanan-dunia-mubazir [↩]
- Misalnya: http://sebuahtips.blogspot.nl/2010/06/tips-menjaga-makanan-agar-tidak-mubazir.html [↩]
- http://us.dunia.news.viva.co.id/news/read/328476-cegah-mubazir–bank-makanan-sisa-dibentuk [↩]
- Silsilah hadits-hadits shahih no. 1404, dikutip dari http://learnislam-web.blogspot.nl/2010/04/1-butir-yang-kita-lupakan.html [↩]