Warung Maknyus?
\
How to choose a good warung or food stall? Sometimes, the ‘visual performance’ of the stall doesn’t correlate with the taste.
Beberapa tahun terakhir terdapat semacam booming warung makan. Berbagai tempat makan menjamur di seluruh penjuru kota. Tema-tema arsitektural yang diusung mirip: berkonsep gubug, bangunan bambu atau kayu, lingkungan yang mencerminkan suasana desa dan alam.
Akan tetapi, barangkali menjamurnya warung makan hanya semacam eforia setelah acara-acara wisata kuliner juga menjamur di layar kaca televisi. Banyak di antara warung-warung tersebut yang kini gulung tikar atau mungkin lipat kursi, dan warung-warung ‘beneran’ biasanya dapat bertahan. Beragam analisis dapat diajukan untuk hal ini, misalnya karena warung ‘beneran’ yang dikelola secara tradisional itu telah mempunyai konsumen tetap, yaitu mereka yang kelaparan, para pengelola menggantungkan hidup di sana sehingga serius dan tidak melakukannya sebagai pekerjaan sambilan … dlsb.
Oke.
*
Perkara lain: bagaimana memilih warung yang enak dan maknyus jika kita tidak pernah nonton televisi untuk melihat rekomendasi Pak Bondan? Teman saya memiliki resep begini: pilih warung yang tidak begitu bersih tetapi ramai. Teman lain memberi kriteria: harus spesialis. Tidak boleh jualan beragam makanan. Jika warung bakso ya jualan bakso saja.
Beberapa warung soto yang sekarang berkembang besar dan meng-upgrade bangunannya menjadi kinclong dengan keramik, menjadi agak mengecewakan.
Oke juga. Ide tentang warung spesialis cukup beralasan. Warung sate yang ngetop biasanya tidak menjual bakso, meskipun mereka juga menyediakan makanan dari keluarga daging kambing selain sate. Maka terdapat warung bakso, warung nasi goreng, warung soto …1
Hanya saja, mengharap menemukan warung yang tidak begitu bersih mungkin menentang zaman. Semua harus ‘menuju ke arah bersih’, harus meningkat higienitasnya. Tetapi rasanya pendapat teman tadi juga masuk akal. Beberapa warung soto yang sekarang berkembang besar dan meng-upgrade bangunannya menjadi kinclong dengan keramik, menjadi agak mengecewakan. “Tidak enak seperti dulu ketika masih jelek,” begitu umumnya komentar teman saya. Wah, entah beneran atau tidak, atau hanya sugesti.. Banyak soto yang rasanya lebih enak disantap insitu daripada dibawa pulang meskipun warung tersebut panas, sempit, bau selokan dan tempat sampah di sebelahnya, atau kadang terdapat tikus lewat dan kecoak beterbangan.
*
Jadi, mendengar salah satu televisi swasta akan mengadakan acara bedah warung, saya berharap nanti hasilnya baik terutama bagi pemilik yang (kelihatannya di iklan acara tersebut) umumnya masyarakat kecil. Tidak kemudian mengecewakan pengunjung yang berkomentar: yah, enak dulu ketika masih sederhana …[z]
Catatan Kaki
- Di kawasan Yogyakarta barat terdapat sebuah tempat usaha dengan papan nama bertuliskan “bakso & modiste”. Susah membayangkan apa yang terdapat di dalamnya. Mungkin layanan two-in-one, sambil menunggu jahitan, dipersilakan belanja bakso atau sebaliknya. [↩]