Adaptasi Mantenan Baru
[]
Pandemi tidak menghalangi para pasangan yang akan menikah, atau orang tua mereka, untuk menggelar upacara dan resepsi. Namun, tentu ada penyesuaian-penyesuaian agar perhelatan dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan kasus penularan Covid-19.
Dari beberapa mantenan yang saya ikuti, terdapat beberapa ragam “keketatan” pada protokol kesehatan.
*
Satu mantenan diselenggarakan dengan gaya tradisional Jawa yang dapat dikatakan penuh dan runtut. Acara mulai dari siraman, midodareni, ijab, panggih, hingga resepsi. Beberapa prosedur kesehatan ditambahkan, seperti pengaturan duduk, tes suhu tubuh, cuci tangan, serta mengenakan masker.
Sebagai bagian dekorasi juga terdapat poster peringatan protokol kesehatan. Cendera mata dari acara ini berupa penyanitasi tangan dan masker. Cocok untuk situasi kemini. Tetamu tidak menulis nama, tetap dituliskan oleh penerima tamu. Para panitia, selain mengenakan masker, juga pelindung wajah (face shield).
*
Mantenan satunya, berupaya memecah “kerumunan” dengan membuat acara yang sederhana, dan terpecah-pecah. Undangan dibagi menjadi tiga, di rumah, di gereja, serta di hotel. Di salah satu acara, setidaknya, protokol kesehatan juga diterapkan, dengan cek suhu tubuh, mengenakan masker, sanitasi tangan, bahkan untuk mengambil makanan prasmanan, masing-masing tamu diberi sarung tangan plastik. Tidak kurang dari itu, cendera mata yang dibagikan kepada tetamu juga penyatinasi tangan.
Salah satu mantenan menghitung jumlah tetamu yang ada di dalam lokasi. Jika masih penuh sesuai syarat, maka tetamu berikutnya diminta untuk menunggu. Untuk itu disediakan tempat di dekat parkiran dengan kursi. Setelah tetamu di dalam berkurang, maka tetamu yang menunggu tersebut dipersilakan masuk.
Di dalam lokasi, terdapat tulisan yang menganjurkan agar tetamu segera meninggalkan tempat seusai makan.
- Baca juga: Adaptasi Hospitalitas Baru
*
Satu mantenan lagi lebih ketat. Di undangan sudah disebutkan protokol kesehatan seperti umumnya, serta disyaratkan lagi surat keterangan tes dari lab, berupa swab antigen atau pcr, untuk tetamu dari luar provinsi.
Karena saya harus menyeberang provinsi, maka saya juga tes di satu lab.
Di lokasi, tersedia bakcuci tangan berderet-deret. Di penerima tamu akan mencentang nama tamu yang hadir di daftar tamu. Mestinya sambil memeriksa surat keterangan dari lab, yang saya lihat menumpuk di satu kotak. Among tamu berderet seperti biasa, dan tamu diminta berjalan di bawah panggung, tidak bersalaman dengan orang tua dan pengantin. setelah itu, mengambil suvenir, diberi hamper berisi kotak makan, dan pulang.
Praktis, tidak ada sentuh-sentuhan fisik.
Namun memang rasanya aneh karena sepi. Keluarga yang biasanya duduk menumpuk di suatu sudut, kali ini tidak ada. Perayaan yang mestinya ramai, menjadi senyap.
*
Hal-hal itu memang konsekuensi yang harus dilakukan bila melakukan pernikahan di masa pandemi ini. Risiko penularan harus diperkecil agar acara yang meriah-gempita dapat segera dihadirkan lagi setelah pandemi dapat terkendali. [z]