Sepeda Motor Sosial
Jumat, 24 Mei 2013, hasil ujian sekolah setingkat SMA diumumkan. Dapat diduga bahwa akan terjadi arak-arakan anak sekolah dengan seragam yang dicoret-coret pascapengumuman itu sebagaimana telah terjadi selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, terdapat sekolah yang menghindari kedatangan siswa kelas tiga ke sekolah, antara lain dengan mengumumkan melalui internet. Ada juga yang membolehkan kedatangan siswa ke sekolah, tetapi diwajibkan mengenakan bukan pakaian seragam.
Akan tetapi, tetap saja ada arakan anak sekolah di sore itu. Hanya memutari beberapa belas kilometer jalan di bagian tenggara Kabupaten Magelang, saya menjumpai setidaknya empat rombongan semacam itu. Baju tercoreng-moreng, bahkan sebagian juga mengecat rambut dengan cat semprot.
Tentu rombongan itu bukan berjalan kaki dalam berkeliling. Mereka menaiki sepeda motor, rata-rata berboncengan. Mereka juga memodifikasi knalpot sedemikian rupa sehingga keluar suara yang memekakkan telinga.
Entah kenapa, satu rombongan besar yang melintas tiba-tiba berhenti. Sebagian peserta panik dan membalik arah. Sebagian terjatuh, dua sepeda motor terlihat tergeletak di bagian kanan jalan. Sejurus kemudian terdapat aba-aba untuk melanjutkan perjalanan.
Setelah beberapa waktu, saya melewati rombongan lain dalam perjalanan saya siang itu. Kali ini mereka kocar-kacir: serombongan polisi menjaga di satu perempatan. Para pemotor itu menyelinap di gang-gang dan halaman rumah penduduk.
Memasuki seruas jalan yang lebih kecil, sekitar lima kilometer dari tempat tersebut, saya kembali berpapasan dengan serombongan siswa yang berpawai dengan knalpot meraung dan nggembret. Satu mobil polisi di belakangnya, berjalan pelan di antara mobil-mobil yang lain yang jalannya terhalang rombongan anak-anak sangat muda ini.
***
Tidak hanya anak lulus sekolah yang menggunakan motor secara bergerombol. Terdapat kelompok yang disebut geng motor. Beberapa minggu terakhir banyak diungkap perilaku kelompok ini yang meresahkan. Berbagai kejahatan dilakukan oleh gerombolan ini, baik perusakan, perampasan, perampokan, pemerkosaan, hingga pembunuhan.
Kumpulan mereka lebih bersifat tetap ketimbang pawai yang dilakukan setelah pengumuman kelulusan sekolah. Bahkan, terdapat organisasi seperti yang terjadi di sebuah kota di Sumatra. Jika kita baca laporan Majalah Detik No. 77, terdapat sebutan raja geng, ketua besar, ketua geng, panglima, serta bendahara. Layaknya organisasi-organisasi ‘menyeramkan’, untuk masuk menjadi anggota geng motor juga harus menjalani inisasi tertentu yang juga cukup seram, begitu cerita majalah daring ini.
***
Tentu tidak semua yang bergerombol dan berkumpul menggunakan motor melakukan hal negatif. Terdapat banyak penghobi dan pecinta sepeda motor yang berserikat dan berkumpul. Mereka ini biasanya berbentuk klub-klub sepeda motor, yang mungkin berdasarkan atas merek, jenis, atau kegiatan tertentu.
Kegiatan kelompok ini biasanya tidak dipandang meresahkan. Selain berkait dengan motor (uprek dan modifikasi), berkendara aman, juga kadang melakukan kegiatan di luar lingkup permotoran, seperti bakti sosial. Meskipun demikian, terdapat klub yang mendapat kritikan masyarakat, seperti klub motor gedhe yang kadang dianggap mengganggu lalu lintas karena memenuhi jalan dan meremehkan pengguna yang lain. Mereka juga dianggap sebagai memamerkan harta kekayaan.
***
Motor juga memiliki sisi ekonomi, bahkan barangkali hal ini yang sangat menonjol dan mendorong perkembangannya. Iklan membombardir masyarakat dan kemudian beragam kemudahan untuk memiliki motor melengkapi iklan tersebut. Dengan hanya beberapa ratus ribu rupiah di kantong dan KTP tentunya, seseorang dapat membawa pulang motor baru dari penyalur.1 Gres!
Kemudian, terdapat orang-orang yang melihat peluang ekonomi dari proses kepemilikan sepeda motor baru ini. Muncullah arisan-arisan sepeda motor, yang lagi-lagi merupakan kelompok. Sementara seperti apa mekanisme arisan dan untung ruginya, entahlah.
Beberapa waktu yang lalu muncul juga plakat-plakat di pinggir jalan yang memberitakan bahwa mereka menyediakan uang tunai dengan mudah bagi yang membutuhkan. Syaratnya adalah BPKB dan STNK, alias surat-surat kepemilikan kendaraan bermotor. Jadi, setelah mudah mendapatkan dengan fasilitas kredit, sepeda motor juga mudah diuangkan, atawa digadaikan. Mestinya setelah kredit dibayar lunas.
Kepemilikan sepeda motor juga menjadi pertanda kemakmuran. Memang banyak orang yang menggunakan harta sebagai pertanda status mereka. Tetapi yang ini lain: pada program BLT yang lalu pak RT di lingkungan saya mengumumkan bahwa mereka yang memiliki kendaraan bermotor tidak termasuk calon penerima uang BLT.2
Nah, untuk BLT atau apapun namanya yang rencananya akan dikucurkan pemerintah beberapa bulan mendatang, saya yakin jumlah tetangga yang menerima akan berkurang drastis. Hampir semua tetangga saya memiliki sepeda motor.
***
Sebentar lagi kita akan menyaksikan mobilisasi sepeda motor terbesar di Indonesia: mudik lebaran. Konon sekitar tiga juta motor akan mewarnai acara mudik kali ini, yang kira-kira berarti tiga juta motor akan keluar dari wilayah Jakarta menuju tempat lain, terutama di Jawa.
Jika kita melihat tahun-tahun lalu, alasan para pemudik motor itu antara lain adalah tiket kereta api yang terbatas, kendaraan serupa bus yang kira-kira macet di jalan, serta: mereka membutuhkan motor sebagai kendaraan di kampung, untuk muter-muter silaturahmi dengan sanak saudara.
***
Salah satu rombongan yang lewat hari itu memiliki jumlah anggota yang cukup besar. Rombongan ini terbesar dari yang sore itu saya jumpai. Seorang siswa mengendarai motor di depan rombongan. Uniknya, ia memboncengkan seorang siswi, jika tak salah, satu-satunya perempuan di rombongan itu. Si belakangnya, rombongan berjajar dan bergerombol, sebagian melambai-lambaikan bendera hitam bergambar tengkorak.
Entah, barangkali yang di depan itu juara kelas … Brrrrmmmmm …. [z]
Catatan Kaki