Belok Kiri
Persimpangan memang membuat bingung. Tak terkecuali adalah persimpangan jalan. Masalah yang paling membingungkan adalah belok kiri. Bolehkah belok kiri jalan terus? Beberapa tahun yang lalu pada tiang-tiang lampu pengatur lalu lintas terdapat tambahan plat bertulis “Ke kiri terus. Turn left go ahead. Be Careful”. Atau “Ke kiri ikuti lampu. Turn left signal”.
Konon undang-undang tentang lalu lintas yang lama mengatur bahwa ke kiri (boleh) langsung. Undang-undang yang berlaku sekarang mengatur sebaliknya, yaitu jika ada tanda berhenti, alias lampu merah, maka kendaraan harus berhenti kecuali jika ada perintah sebaliknya. Aturan itu jelas. CMIIW.
Namun, kelihatannya pada masa transisi dulu, tetap terdapat keraguan dari pengguna jalan. Maka, dinas lalu lintas masih menambahkan plat pada tiang lampu lalu lintas, yang tidak hanya mengatur bahwa ke kiri dapat terus meski lampu merah, tetapi juga memberi tahu bahwa jika lampu merah harus berhenti. Biasanya papan untuk memerintahkan tetap berjalan berwarna biru, sementara papan perintah untuk berhenti berwarna merah.1
Rupanya, tulisan yang bentuknya bermacam-macam itu disikapi dengan berbagai perilaku pula. Salah satu yang kelihatannya menjadi salah kaprah adalah jika tidak ada tulisan ‘ke kiri ikuti lampu’ atau sebangsanya, maka hal itu berarti boleh berjalan terus. Padahal, peraturan justru sebaliknya, yaitu jika tidak diperintahkan terus maka harus berhenti pada saat lampu berwarna merah. Maka, kita dapat menjumpai keraguan di beberapa perempatan yang tidak mencantumkan papan perintah berhenti.2 Malangnya, mereka yang mematuhi lampu lalu-lintas akan diklakson oleh pengendara di belakangnya.
Sekitar setahun yang lalu (CMIIW) di perempatan Selokan Mataram-Jalan Kaliurang, di seberang MM UGM, dipasang papan pemberitahuan untuk mengikuti lampu. Tulisan pada papan logam berwarna merah itu (yang kira-kira terbaca “Belok Kiri Ikuti APILL”) dengan segera ditutup dengan cat biru. Entah siapa yang melakukannya. Mobil dan motor pun langsung belok kiri tanpa berhenti seperti biasa meski lampu merah.
Seharusnya, ditutup cat atau tidak tulisan pada papan tersebut, maka tetap saja kendaraan harus berhenti karena lampu menyatakan demikian. Artinya, hal yang ‘mubazir’ (karena memberi tahu dua kali hal yang sama, satu dengan lampu dan lainnya dengan papan pengumuman), ditambah mubazir (karena tidak mengubah makna sama sekali).
(Lagi mengingat-ingat kuliah tentang simbol dan strukturalisme dari Mas Heddy Shri Ahimsa dulu …. )
Mungkin hasil kerja aparat di Kulonprogo ini perlu dicontoh. Daripada memberikan tanda yang ambigu, mereka memasang papan penjelasan tentang peraturan di lampu lalu-lintas. Papan ini bukan sekedar memberi perintah, tetapi juga memberi pengetahuan kepada pengguna jalan. [z]
Catatan Kaki