Berkurban di Masa Pandemi
\
Sudah dua kali ini hari raya Idul Adha diselenggarakan dalam kondisi pandemi Covid-19. Acara keagamaan bukan hanya ritual saja, tetapi sering juga melibatkan acara komunal karena sebagian aspeknya bersifat sosial. Maka, dapat dibayangkan dalam acara Idul Adha pasti ada kerumunan.
Malam sebelumnya, sering ada takbiran, baik dilakukan di masjid maupun berkeliling wilayah. Tentu melibatkan banyak orang. Pagi harinya, shalat ied, yang dilakukan berjamaah baik di lapangan atau di masjid. Tentu banyak orang yang hadir pula.
Tahun ini pemerintah melarang takbiran berkeliling. Saya lupa seperti apa tahun lalu. Tahun lalu, Alun-Alun Lor Kraton Yogyakarta sudah tidak menyelenggarakan shalat ied, juga tahun ini. Di masjid-masjid kampung biasanya masih diselenggarakan shalat ied.
Yang cukup repot adalah penyembelihan hewan kurban. Pemkab Sleman mengharuskan adanya ijin untuk penyembelihan di luar abatoar, alias RPH-R, Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia.
Tahun lalu penyembelihan juga sudah mulai bergeser ke abatoar, yang sudah mulai antre. Saya ingat, ada pembagian daging kurban dari Kraton di sore hari yang diantar ke rumah-rumah di sekitar kraton. Yang membawa daging berkata bahwa sapi milik sultan harus antre di abatoar sehingga baru bisa selesai sore hari.
Tahun ini kantor juga menyembelih kurban, tetapi akan dilakukan di abatoar. Beberapa hari sebelumnya, ternyata tidak mudah mencari abatoar yang masih menerima pemotongan hewan kurban. Semua abatoar yang dihubungi menyatakan sudah penuh. Akhirnya, diperoleh juga di suatu tempat yang cukup jauh. Kelompok mahasiswa memotong di Kota Yogyakarta dalam potongan besar, dan membawanya ke desa untuk dipotong lebih kecil dan dibagi. Kegiatan yang biasa membarengi acara semacam “qurban di desa” diganti dengan memberikan barang-barang penyanitasi dan poster-poster covid kepada musala.
Di dusun saya, hewan kurban masih disembelih dan dibagikan oleh warga sendiri, seperti tahun-tahun sebelumnya. Biasanya yang terlibat adalah warga RT sendiri, ditambah beberapa warga dari RT sebelah. Mbah kaum akan menjadi jagal.
Yang istimewa tahun ini, di tengah pandemi yang korbannya semakin terbilang, protokol kesehatan terlihat diterapkan. Di dusun saya disediakan masker dan diingatkan untuk mengenakannya. Satu teman bilang bahwa di kampungnya para panitia itu harus tes usap terlebih dahulu. Teman lain bilang bahwa di tempatnya penyembelihan berlangsung hingga dua hari karena personal dibatasi. Semacam jaga jarak, atau menghindari kerumunan.
Semoga pandemi segera berlalu.. [z]