Serangan “Kucing Jantan”
Tomcat. Tiba-tiba kata ini menyeruak ke ruang publik Indonesia. Bermula dari kabar beberapa anak sekolah di Surabaya yang kulitnya teriritasi akibat cairan yang dikeluarkan serangga ini, kemudian diberitakan bahwa telah terjadi hal serupa di Yogyakarta, bahkan hingga mendekati Jakarta.
Satu pertanyaan kecil: mengapa binatang ini disebut dengan “tomcat” di media-media? Apakah makhluk ini merupakan binatang asing? Tidakkah kita memiliki nama sendiri untuk serangga kecil ini, jika ia memang telah lama di Indonesia?
Jika dicari di kamus, “tomcat” berarti kucing jantan. Ingat kartun Tom & Jerry, yang kucing berantem dengan tikus itu? Nama “Tomcat” juga digunakan oleh tentara Amerika Serikat untuk menamai pesawat tempur F-14. Baik kucing jantan, si Tom, juga pesawat tempur itu rasanya memang agresif.
Jadi, mungkin media merasa seru saja untuk menyebut serangga merah hitam ini dengan nama “tomcat”, atau terlanjur populer. Tetapi, akibatnya kita bisa panik, seakan diserang oleh sesuatu yang kita tidak tahu. “Attack by a strange insect TOMCAT (Rove beetles) in Surabaya“, judul sebuah unggahan di Youtube.
***
Serangga ini juga disebut kumbang rove dalam bahasa Inggris, kita menyebut dengan semut semai, semut kanai, atau semut kayap (hehe, kenapa pula berbeda pendapat: kumbang atau semut?). Menurut berita, pada tahun 2004 juga pernah terdapat peristiwa ‘kontak fisik’ hewan ini dengan manusia di Tulungagung, Jawa Timur dengan korban ratusan orang. Jadi, bukan kali ini saja serangga ini ‘menyerang’. Serangga ini juga bukan makhluk asing. Seorang dokter (!) di Surabaya yang beberapa hari lalu diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi menyatakan bahwa serangga ini juga merupakan predator wereng. Seorang pakar serangga juga menyatakan hal yang sama.
Jadi, mestinya serangga merah hitam ini tidak asing dan serem amat bagi kita, yang kebanyakan hidup di budaya agraris. Jika kita telah mengenal sejak lama, yang ditandai dengan pemberian nama kepadanya (identifikasi), mungkin kita juga memiliki cara (tradisional?) untuk berhubungan dengannya, baik dalam memanfaatkan, menghindari, maupun mencegah dan mengobati eksesnya.
Atau mungkin terdapat sesuatu yang telah berubah, sehingga kita gagap menghadapinya?
***
Pertanyaan berikutnya, apakah serangan serangga ini menjalar, seperti serangan suatu pasukan? Dari googling dengan kata kunci “serangan tomcat” diperoleh beberapa judul laman yang mengesankan bahwa serangan hewan penjelajah ini menjalar. Apalagi jika saya deretkan dengan memperhatikan keletakan tempat (secara spasial): “Serangan Tomcat di Surabaya Meluas“, “Waspada, Tomcat Sudah Menyerang Wilayah Lain“, “Serangan Tomcat Meluas ke Situbondo“, “Serangan Tomcat Masuk Sleman“, “Serangan Tomcat Sampai ke Tangerang“, “Cianjur Siaga Serangan Tomcat“, dan akhirnya “Serangan Tomcat Sampai Luar Pulau Jawa“.
Apakah serangan tersebut memang sekuensial, menjalar, hanya kebetulan bebarengan, atau hanya masalah waktu pemberitaan. Orang baru ngeh ketika serangan serangga ini menjadi pembicaraan. Jadi, di samping “meluas”, kata-kata yang lebih netral barangkali adalah “juga ditemukan” yang tidak begitu banyak faktor temporalnya, jika memang serangan tidak menjalar melainkan paralel bersamaan. [z]