Salah satu karya mahasiswa adalah mobil eksperimental yang umumnya dibuat oleh mahasiswa teknik mesin. Sering mobil semacam ini diproduksi untuk mengikuti suatu kejuaraan, baik untuk balapan, yaitu adu cepat atau untuk irit-iritan, lomba hemat bahan bakar.
Mobil balap eksperimental dari UAD Yogyakarta, pada Muhammadiyah Expo 2022 di Kampus 4 UAD.
Mungkin semacam adu pelan. Tetapi entahlah, mestinya ada ketentuan yang diatur.
Mobil-mobil semacam ini sering dipamerkan dalam ajang ekspo alias pameran kampus, atau mengikuti pameran yang diselenggarakan oleh lembaga di luar kampus. Beberapa mobil nangkring juga di museum kampus.
Jika melihat pameran objek semacam itu, dalam hal ini adalah mobil eksperimental karya mahasiswa, saya bayangkan pengunjung ingin tahu jenis mobil: dengan bahan bakar atau elektrik, untuk balapan atau untuk keperluan seperti adu irit bahan bakar. Bagaimana cara kerja andalannya, seberapa irit dan bagaimana hal itu dicapai. Pernah digunakan untuk apa, misalnya untuk mengikuti kejuaraan tertentu, dan seperti apa hasilnya. Berapa biaya yang diperlukan untuk memproduksi. Apakah ini mobil pertama, atau sudah pernah ada pendahulunya atau bahkan sudah ada versi yang lebih baru. Tidak kurang itu, pertanyaan lain adalah siapa yang membuat, bagaimana pembagian timnya jika mengikuti kejuaraan.
Mobil “Garuda” UNY pada dari Museum UNY pameran “Phalacitta”, 2021.
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu dapat diantisipasi oleh museum atau tim pameran dengan terlebih dahulu menyiapkan materi yang akan digunakan oleh guide atau edukator, atau kadang penjaga pameran (gallery sitter). Biasanya untuk pameran temporer dari pembuat (bukan dari museum), cukup seorang yang terlibat dalam pengembangan mobil tersebut dapat menjadi pemandu yang dapat menjelaskan banyak hal. Hal itu berbeda jika yang memamerkan adalah museum, yang tidak memiliki seseorang yang ikut terlibat dalam pembuatan atau penggunaan objek tersebut.
Akan lebih bagus jika dalam pameran tersebut disertai pula gambar-gambar, bagan, teks keterangan, atau peralatan untuk membuat, atau mungkin piala-piala kejuaraan yang pernah diraih. Dengan demikian, pengunjung akan mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang objek tersebut. [z]
Bagi seorang mahasiswa, salah satu kesibukan di awal semester adalah menentukan mata kuliah yang akan diikuti pada semester tersebut. Dalam istilah sehari-hari disebut sebagai “mengisi KRS”, Kartu Rencana Studi, meski di UGM sekarang tidak menggunakan kartu.
Mata kuliah wajib, jelas harus diambil, terutama jika IP semester sebelumnya mencukupi. Jika masih lebih, maka harus mengambil mata kuliah lain, yang biasanya disebut mata kuliah pilihan. Sebagian disebut sebagai wajib pilih, artinya wajib memilih di antara beberapa mata kuliah yang disediakan. Kewajiban prodi adalah menyediakan mata kuliah yang dapat dipilih.
Dalam MBKM (Merdeka Belajar-Kampus Merdeka) yang dicanangkan Kemdikbud tahun 2020, mahasiswa mendapat porsi yang besar untuk memilih mata kuliah pilihan yang sesuai dengan keperluannya terutama mata kuliah di luar prodi atau lintas disiplin. Mata kuliah dapat diambil dari fakultas lain dan universitas lain.
Hemat saya, mata kuliah pilihan yang diambil hendaknya yang akan mendukung proses penulisan skripsi, karena skripsi masih menjadi “tugas puncak” dari mahasiswa prodi S1, setidaknya di FIB UGM. Namun, dapat pula mahasiswa mencadangnya untuk keperluan nanti justru setelah lulus. Untuk penulisan skripsi mungkin sudah dapat dipenuhi dari berbagai mata kuliah lain.
Namun, kadang terdapat perilaku pemilihan mata kuliah yang tidak berkait dengan keperluan itu. Terdapat mahasiswa mengambil mata kuliah pilihan karena ikut temannya, karena pacarnya atau seseorang yang ditaksirnya mengikuti kelas tersebut, atau bahkan karena dosen yang mengajar dikenal sebagai murah nilai. Mirip dengan yang terakhir ini, terdapat pula mahasiswa yang memilih mata kuliah tertentu yang sebenarnya tidak akan menambah banyak pengetahuan kepadanya, namun justru karena telah menguasai sehingga diharap nilainya akan bagus. Hal ini dapat terjadi antara lain karena mata kuliah di prodi lain mungkin mirip dengan yang pernah ia ambil di prodi sendiri.
Beberapa mata kuliah pilihan, atau wajib pilih, juga mungkin terambil karena terpaksa. Misalnya karena kuota mata kuliah lain sudah habis, yang barangkali lebih populer atau lebih difavoritkan oleh mahasiswa.
Untuk “mengendalikan” hal ini, maka peran dosen pembimbing akademik akan penting. Konsultasi dengan terbuka akan membantu mahasiswa mendapatkan mata kuliah yang pas, yang dapat mendukung capaian pembelajaran lulusan yang digariskan oleh prodi. [z]
Di depan situ, halaman FIB UGM, sedang ada acara PPSMB, “Pelatihan Pembelajaran Sukses Mahasiswa Baru”. Kira-kira acara tersebut adalah format lain dari opspek, mos, dan sebangsanya. Acara ini merupakan format yang diciptakan UGM untuk menggantikan berbagai acara berbau plonco di masa lalu.
Saya dengar, setelah tadi dengan semangat mereka menyanyikan lagu Himne Gadjah Mada dengan semangat, sekarang mereka tertawa riuh dihibur para senior. Seorang kolega, Mbak Anggra, bilang: “Senangnya melihat mahasiswa baru datang dengan gembira …”
Gembira penuh harap. Tidak ada ketakutan karena mereka diperankan sebagai junior, sebagai subordinat. Tidak ada tugas aneh-aneh, tidak pula mereka menjadi objek sementara kepentingan justru berada pada para senior. Sebagai peserta, mereka mengenakan batik yang bagus-bagus, panitia pun berdandan wajar, dengan seragam kaos polo warna merah tua (warna kebangsaan Fakultas Ilmu Budaya UGM) dan berdandan cantik serta ganteng dengan wajah berseri-seri.
Selamat datang, Mahasiswa Baru! Kali ini Jurusan Arkeologi mendapatkan 41 mahasiswa, baru, dari lima pulau di Indonesia. [z]
Pameran berkait dengan arkeologi sering dilakukan baik oleh mahasiswa maupun instansi. Kegiatan tersebut diselenggarakan dalam kerangka arkeologi publik maupun dalam perkuliahan sebagai bagian dari tugas yang harus dipenuhi mahasiswa ((Di Jurusan Arkeologi FIB UGM terdapat mata kuliah Pengantar Pameran Museum untuk jenjang S1 dan Perancangan dan Pelaksanaan Pameran Museum untuk jenjang S2, pada Kurikulum 2011. )). Mengikuti beberapa kegiatan pameran, berikut beberapa catatan yang mungkin berguna.
Objek
Pameran dapat memamerkan apa saja, mulai dari foto, lukisan, poster, hingga objek tiga dimensi. Khusus pameran museum, pameran tersebut mesti berkait dengan benda atau objek. Tata kerja yang dilakukan umumnya (dalam kasus praktikum pameran) adalah dengan mengembangkan ide terlebih dahulu baru mencari objek yang akan dipamerkan. Dalam beberapa kasus, ide yang dibuat ternyata tidak mudah untuk dicarikan benda yang sesuai dan mudah didapat.
Pameran tetap museum pun kadang mengalami hal yang sama. Beberapa penyelesaian yang dilakukan antara lain adalah dengan membuat replika (dengan papiermache misalnya), atau menghadirkan fotonya.
Grafis
Pameran dilakukan oleh mahasiswa yang terbagi dalam beberapa kelompok. Oleh karena itu, sering tidak ada koordinasi untuk merancang penampilan bersama terutama dalam hal grafis. Masing-masing kelompok memilih warna tersendiri, memilih jenis dan besar huruf tersendiri, kadang membuat logo sendiri untuk nama pameran yang mestinya diputuskan bersama karena menjadi identitas pameran.
Perancangan yang tidak terpadu semacam ini akan membuat kesan tidak adanya kesatuan antarbagian pada pameran yang diselenggarakan. Pengunjung juga akan sulit mengidentifikasi hubungan antarbagian dan pada gilirannya akan kesulitan mendapatkan makna atas keseluruhan pameran.
Label
Sering peserta lupa mencantumkan label. Fokus grafis biasanya dilakukan pada poster, yang sebenarnya sekunder dalam pameran museum. Jika pameran berfokus kepada benda sebagaimana umumnya museum, maka label akan menjadi prioritas untuk dibuat.
Label “0”, yang merupakan judul pameran beserta beberapa potong kalimat pengantar merupakan hal penting untuk dibuat karena merupakan identitas pameran, titik temu pertama antara pengunjung dan pameran, serta pengarah pengunjung. Label tiap tema (label “A”), tiap topik (label “B”), label objek (label “C” dan “C+”), juga label untuk multimedia (“D”) perlu dibuat seperti umumnya museum berpameran.
Denah juga perlu dicantumkan. Selain untuk memberi arah bagi pengunjung, denah juga berguna untuk memberikan visual gambaran atas pameran secara menyeluruh. Yang sering terlupa dari pameran adalah kolofon, yang menyatakan siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang berpartisipasi, termasuk sponsor atau donatur.
Tanda-tanda
Pengunjung perlu diarahkan untuk alurnya (terutama untuk pameran dengan alur cerita yang linear), hal-hal yang dapat atau harus dikerjakan, serta hal-hal yang tidak boleh dikerjakan. Meja buku tamu, misalnya, harus diberi tanda untuk ‘isi buku tamu’ dan sebangsanya, karena kadang meja penerima tamu ditinggal oleh panitia. Jika ada benda lain di meja tamu, perlu dijelaskan apakah dapat diambil oleh pengunjung, atau harus membeli. Jangan mengecewakan pengunjung yang terlanjur mengambil buklet, misalnya, namun ternyata bukan untuk mereka.
Menerima tamu
Pameran adalah juga perkara menerima tamu. Sebenarnya penyelenggaralah yang lebih memerlukan tamu daripada sebaliknya. Oleh karena itu, semua persiapan harus dilakukan, baik dari sisi materi (yang berarti bagi pengunjung), tempat (yang aman, nyaman, serta bersih), dan para petugas (yang rapi–telah mandi dan menyisir rambut, mudah dikenali–karena berseragam atau bertanda tertentu, membantu, ramah).
Kerapian dan kebersihan lokasi sering menjadi masalah yang tidak terperhatikan. Benda-benda sisa persiapan yang sudah tidak terpakai, seperti sisa kabel, lampu, kaleng cat, gunting, dan sebagainya, sebaiknya disingkirkan dari pandangan tetamu. Benda-benda milik peserta, seperti tas, sebaiknya disimpan sehingga tidak mengganggu pandangan tetamu. Jika terdapat sampah di sekitar lokasi pameran sebaiknya peserta yang mengetahui segera menyingkirkannya.
Buku tamu dan cinderamata untuk pengunjung. Pameran Kekopikinian, 2015.
Acara
Acara yang menjadi wajib dalam pameran adalah pembukaan. Persiapkan dengan baik karena yang datang adalah para undangan, yang datang atas permintaan panitia. Meski para mahasiswa sibuk mempersiapkan pameran masing-masing, namun tetap harus ada yang mempersiapkan pembukaan. Perlu kejelasan tentang tamu yang diundang, seseorang yang membuka pameran, rincian acara, cara pembukaannya, tempatnya, juga panitia yang harus terlibat (menerima tamu, memandu tamu ke kursi, pembawa acara, dan sebagainya). Adakah hidangan untuk tetamu, atau cinderamata bagi mereka? Apa wujudnya, berapa jumlahnya, bagaimana pengadaannya, serta bagaimana membaginya?
Kualitas pengerjaan
Pameran museum, juga pameran lainnya, harus dikerjakan dengan rapi. Tidak ada garis yang mencong atau potongan papan atau mungkin styrofoam yang tidak rapi. Tidak ada lakban yang diperlihatkan kepada pengunjung. Kain penutup, jika ada, dipilih yang baik, bersih, dan dipasang dengan rapi. Pameran yang diselesaikan dengan rapi setiap detilnya akan memberikan pengalaman yang berbeda bagi pengunjung.
Aktivitas
Satu-dua aktivitas pengunjung perlu dirancang, baik menyentuh benda atau menjalankan permainan tertentu. Pastikan petunjuk jelas, lokasi tidak mengganggu pengunjung lain dalam menikmati pameran. Jika benda diperkirakan akan rusak, berkurang, atau bahkan hilang dalam aktivitas tersebut, dan memang diperkenankan (bukan koleksi dsb), maka perlu dipersiapkan penggantinya agar aktivitas dapat bertahan hingga penutupan pameran.
Kegiatan pendukung
Pameran perlu menghadirkan kegiatan pendukung (side-event) yang dapat memberikan penjelasan lebih lanjut ataupun konteks bagi objek yang dihadirkan. Kegiatan dapat berupa pentas kesenian, ceramah, atau pelatihan. Untuk itu perlu disiapkan dengan rinci berkait dengan tempat, peralatan, pembicara, peserta, publikasi, dan beragam pernak-pernik lain. Sebaiknya terdapat tim khusus yang menangangi hal tersebut.
Pengelolaan waktu
Sering pameran dipersiapkan dan disusun secara mepet. Hal ini membuat perencanaan tidak semua berjalan dengan baik. Maka pameran akan ditampilkan seadanya, tidak ada waktu untuk mencoba apakah huruf pada label dan poster terbaca. Tidak ada waktu pula untuk menambah atau mengubah koleksi dan materi lain jika ternyata situasi tidak berjalan seperti yang direncanakan.
Produksi properti pameran memerlukan waktu, dan kadang terjadi hal-hal di luar dugaan. Pencetakan panil, misalnya, meski secara teknis dapat selesai dengan cepat, namun perlu dipertimbangkan bahwa ada kemungkinan antre di tempat pembuatan sehingga sangat beresiko jika cetak mencetak dilakukan pada hari terakhir.
Hari terakhir mestinya adalah mencoba semua agar tulisan dapat terbaca, segenap apa yang harus bergerak juga berkerja dengan lancar.
Riset
Riset yang kurang akan membuat pameran tidak memiliki kedalaman atau tidak dapat menyajikan sesuatu yang baru. Pengunjung tidak akan mendapat nilai tambah karena apa yang dipamerkan tanpa riset itu mungkin sudah mereka ketahui. Kurangnya riset dapat disebabkan oleh waktu persiapan yang mepet. Oleh karena itu, tema sebaiknya sudah jauh-jauh hari dikerjakan untuk memberi waktu kepada penelitian baik objek, tema, maupun properti yang akan digunakan.
Publikasi
Pameran biasanya diselenggarakan di kompleks fakultas pada tempat orang lalu lalang sehingga tetap ada pengunjung. Di luar mereka masih terdapat banyak orang yang tidak biasa melewati selasar Margono yang dapat diraih.
Untuk menjangkau kalangan FIB dapat menggunakan tanda-tanda tertentu yang dipasang di depan lokasi pameran. Poster menjadi sarana klasik yang biasa dibuat, namun perlu perencanaan yang baik tentang sebarannya. Bulletin Board yang disediakan fakultas juga dapat diakses melalui seksi humas fakultas. Media sosial yang dimiliki oleh himpunan mahasiswa, jurusan, dan pribadi para mahasiswa dapat diberdayakan.
Cara-cara publikasi yang dipilih mestinya memperhitungkan target khalayak.
Organisasi penyelenggara
Perlu pembagian kerja yang jelas, siapa akan mengerjakan apa. Beberapa dikerjakan bersama, namun biasanya ada mahasiswa yang menguasai bidang tertentu, seperti desain atau listrik, sehingga mereka akan tepat memimpin di bidang itu. Perhatikan juga bahwa selain mengerjakan pameran kelompok, harus ada panitia untuk penyelenggaraan secara keseluruhan.
Pengelolaan kegiatan
Berbagai tahap harus dilakukan dengan terkontrol agar pameran mencapai tujuan. Tahap itu mulai dari mencari gagasan (core idea), memecah gagasan ke dalam tema, topik, dan sub topik, kemudian merencanakan pameran sebagai proyek (yaitu kegiatan dengan awal dan akhir yang terencana).
Kreativitas
Pameran harus dirancang hingga detil sehingga pelaksanaan akan menjadi mudah. tata letak dan perlengkapan juga harus sudah dipertimbangkan sejak awal. Benda apa yang sudah ada, dan apa yang harus diadakan baik melalui pembelian, peminjaman, atau cara lain. Akan tetapi, sering kenyataan di lapangan membutuhkan improvisasi terutama jika perencanaan tidak baik. Untuk itu, kreativitaslah yang diperlukan dan bukan menyerah kepada keadaan dan pameran dilaksanakan sekadarnya.
Evaluasi
Evaluasi penyelenggaraan dilakukan setiap sore. Evaluasi juga dilakukan dengan meneliti pengunjung, melihat respon pada buku kesan-pesan. Terdapat kecenderungan mahasiswa peserta untuk mengabaikan pentingnya buku kesan, dan menggantinya dengan bentangan kain untuk dicoret-coret. Biasanya pengunjung hanya membubuhkan tanda tangan pada panil semacam ini dan kesan yang diberikan tidak cukup untuk dijadikan bahan evaluasi.
Perbaikan
Pada hari pertama perlu mengamati apa yang kurang, apa yang tidak bekerja. Hal-hal yang sudah dipajang dapat diubah untuk disesuaikan agar berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Pemasangan objek atau gambar kurang tinggi, sinar tidak merata, lampu mati, dan sebagainya. Tanda-tanda yang tidak jelas juga perlu perbaikan.
Setelah pameran
Selesai? Tentu tidak. Pertama-tama harus membongkar pameran. Benda koleksi diselamatkan terlebih dahulu, terlebih jika merupakan benda pinjaman. Benda-benda habis pakai dapat dibuang, namun berbagai properti biasanya dapat digunakan lagi. Barang-barang ini harus disimpan sebaik-baiknya, memperhitungkan keselamatannya serta kemudahan mencari jika diperlukan.
Evaluasi dan laporan tertulis perlu dikerjakan, baik dari sisi materi maupun penyelenggaraan. Bagi Jurusan Arkeologi, misalnya, hal itu diperlukan karena lembaga harus mempertanggungjawabkan keuangan yang digunakan, sementara penilaian kepada mahasiswa perlu dilakukan untuk memenuhi kelengkapan perkuliahan. [z]