Museum dan Pengunjung Difabel
[]
Disampaikan pada Seminar Perencanaan Kegiatan Pengelolaan Situs Manusia Purba, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Solo, 12 Februari 2020
Ringkasan
Museum di Indonesia mulai memperhatikan kaum difabel. Di dunia, mungkin perhatian tersebut muncul tahun 60-an ketika di Inggris museum-museum diharuskan membuktikan kinerja, yang berarti adalah mendatangkan pengunjung. Kaum difabel kemudian menjadi target pengunjung lembaga tersebut.
Alasan yang sekarang banyak digunakan adalah karena hak-hak kaum difabel dinilai sebenarnya sama dengan kelompok lain, atau dengan mayoritas. Mereka berhak juga mendapat layanan kebudayaan, termasuk di dalamnya adalah mengunjungi museum.
Untuk dapat melayani pengunjung difabel dengan baik, setidaknya terdapat empat hal yang harus disiapkan oleh museum. Keempatnya adalah sarana fisik yang ramah difabel, kebijakan museum seperti standar pelayanan bagi kaum difabel, SDM museum yang peka terhadap kebutuhan difabel dan dapat menangani kelompok ini di museum, serta program edukasi yang sesuai.
Untuk melakukannya, museum dapat berbenah dengan mengikuti aturan pemerintah, misalnya tentang bangunan publik yang harus ramah pada difabel, ditambah dengan mempelajari pengalaman museum atau lembaga lain yang menerapkan, kemudian dengan menguji coba pada kaum difabel. Hal-hal ini dapat dilakukan pada empat poin yang telah disebutkan pada alinea sebelumnya. [z]